Part 54

153 25 35
                                    

“Cha...”

Ersha menoleh. Wajah Hasna tak nampak ceria. Segera saja dirangkulnya hangat sang ibu mertua.

“Kenapa, Ummi..?”

“Jangan pulang. Tinggallah disini beberapa waktu. Abimu nampak jauh lebih tenang ada Hafla disini.” Pintanya pelan.

Ersha dan Hafidz saling berpandangan. Ba’da Asar nanti rencananya mereka akan kembali ke Cempaka Putih.
Namun, permintaan Hasna nampaknya tak bisa diabaikan. Wanita paruh baya itu jarang sekali memohon apapun pada mereka. Kalau saat ini sampai memohon begini, pasti hatinya sedang diliputi rasa risau.

“Gimana, Mas? Echa sama sekali nggak keberatan... hanya Mas Hafidz jadi lebih jauh ke kantor.”

Hafidz menghela napas panjang, senyumnya terkembang. Dilihatnya sang ayah menepuk-nepuk pantat Hafla yang terlelap dalam pangkuannya.

“Ada apa memangnya sama abi, Ummi?” tanya Hafidz pura-pura tak tahu.

Ersha tersentak sedikit namun berusaha sekuat tenaga bersikap wajar. Hasna hanya tersenyum hambar.

“Nggak ada apa-apa...” jawabnya yang pastinya adalah dusta sambil membuang pandangan.

“Echa sudah menjelaskan soal kegelisahan abi... tapi ana nggak yakin kalau memang itu penyebabnya.” Ucap Hafidz pelan sekali hampir berbisik agar sang ayah tak mampu mendengarnya.

Hasna terlonjak. Matanya menatap menantunya dengan pandangan yang tak mampu Ersha terjemahkan. Aduh... Ersha jadi tak enak hati.

“Ummi... maafkan Echa...” lirih Ersha khawatir.

Hasna berusaha tersenyum.

“Echa nggak salah, Sayang... kan ana yang minta Echa cerita...”

Hafidz segera berusaha melindungi istrinya.
Hasna menghela napas panjang...

“Yah... begitulah abimu sejak dulu, Fidz...” jawab Hasna sambil berdiri.

Kakinya melangkah pada sang suami,”Bi, sini Ummi gendong Haflanya. Biar tidur di ranjang kita saja.”

Arkhan menyetujui yang dikatakan istrinya. Dengan hati-hati, Hasna menggendong cucu kesayangannya dan membawanya masuk ke kamar. Arkhan membantu membukakan pintu kamar bagi Hasna.
Sementara Hafidz dan Ersha saling berpandangan.

“Mas... ummi marah nggak, ya..? Echa nggak enak banget... Mas Hafidz aturan jangan ngomong kaya tadi...”

Alis Hafidz terangkat,”Kenapa? Kan memang kronologisnya begituuuu... tenang aja, Ummi nggak akan marah.”

Ersha membuang napas panjang. Hafidz memperhatikan kemudian senyum hangatnya tertoreh. Dirangkulnya hangat sang istri kesayangan, dikecup puncak kepalanya lembut. Ersha meleleh...

“Doakan ana bisa bantu selesaikan masalah abi dan ummi, ya. Kalau memang benar, sepertinya ana tahu mengapa abi kekeuh menolak Mario. Dan hal ini bisa jadi melegakan untuk Aliya. Kalau demi kemashlahatan bersama, ana yakin Aliya tak akan semarah ini pada abi...”

Ersha tertegun...
Benar juga... bismillah yaa Allah... semoga saja semua bisa terlaksana dengan baik tanpa drama yang berlebihan. Doanya dalam hati.

Haimanah?” goda Hafidz pada istrinya. (melamun)

Ersha tersipu. Ahh... Hafidz gemas sekali melihat pipi istrinya yang mendadak nampak kemerahan karena menahan malu.

“Eh, Mas...”

“Ya?”

“Tadi pagi merhatiin, nggak... Fauzi itu baik banget, ya... dia berusaha menutupi rahasia hati Aliya, melindungi Aliya dari abi umminya, kayanya sayang banget ya sama Aliya...”

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang