Part 9

207 19 4
                                    

Hafidz melihat istrinya berlutut di lantai menggigil hanya mengenakan handuk.

Hafidz segera menyambar selimut dan segera menutup tubuh istrinya dan memeluk erat.

“Nda... Kenapa? “

Hafidz bertanya dengan khawatir. Tubuh Ersha bergetar hebat sekali.

“Dingin banget, Mas... “ lirihnya.

“Nda habis mandi? “

Ersha mengangguk. Hafidz membantu Ersha berdiri tapi wanita itu tiap kali menggerakkan anggota tubuhnya makin menggigil.

Segera digendongnya saja Ersha dan dibaringkan di ranjang.

“Abi buatkan teh panas, ya... “

Ersha mengangguk. Hafidz segera keluar kamar. Ersha beristigfar... Entah apa yang terjadi pada tubuhnya, belum selesai ia mandi tiba-tiba saja mendadak menggigil hebat.

Ia memaksakan diri membilas sisa sabun yang menempel pada tubuhnya tadi, makin menjadi-jadi dingin yang mendera membuat seluruh tubuhnya bergetar.

Ia segera menyambar handuk dan duduk berlutut di depan kamar mandi berusaha menenangkan diri.

“Ini, Nda... Minum dulu... “

Hafidz datang dengan mug berisi teh panas. Dengan lembut diminumkan teh itu pada bibir istrinya.

Sambil membaca basmallah, Ersha meminum sedikit demi sedikit. Perlahan reda menggigilnya. Hafidz memeluknya, mengusap-usap lengannya yang tertutup selimut.

“Maafkan abi ya, Nda... Abi nggak bisa jagain bunda... “

Ersha melepaskan pelukan menatap Hafidz yang nampak sedih.

“Kok malah Mas Hafidz yang minta maaf...  Echa yang harusnya minta maaf, Mas... Echa banyak banget ngerepotin Mas Hafidz. “

Hafidz menggeleng tegas sambil kembali memeluk istrinya. Dihelanya napas panjang kuat-kuat. Rasanya makin bulat tekadnya untuk resign dari perusahaan Ardi.

Ia akan mengajar saja secara freelance, dan mengabdikan diri di Masjid.

“Udah, Mas... Echa udah enakan. Tolong raba kening Hafla. Dia demam tadi tapi sudah minum obat. “

Hafidz terhenyak. Perlahan dilepaskan pelukannya dan beralih menuju bed Hafla. Dirabanya kening putrinya.

“Nggak panas, Nda... Alhamdulillah... “

Ersha menghela napas lega, “Alhamdulillah... “

Perlahan ia menurunkan kakinya dan berdiri, kemudian berjalan menuju lemari.
Diambilnya pakaian dalam dan juga gamis. Dikenakannya dibalik pintu lemari. Ia masih suka malu bila secara sengaja menampakkan tubuhnya dalam keadaan polos di hadapan Hafidz.
Matanya menetap pada laci lemari. Napasnya ia hela dalam-dalam.

Usai mengenakan pakaian, Ersha kembali duduk di tepi ranjang.

“Mas... “

Hafidz yang masih membelai-belai rambut Hafla menoleh.

“Logam mulia Mas kemana? Kok habis semua? “

Hafidz tersentak sedikit, kemudian tersenyum sambil kembali membelai-belai Hafla dan mengecup keningnya. Ersha menahan napas.

Benar berarti... Logam mulia Hafidz bukannya hilang dicuri, tapi buat bayar biaya perawatannya, pasti tak murah.
Ya Allah... Astaghfirullah... Ersha merasa bersalah sekali. Air matanya langsung lolos.

Hafidz melihat sekilas pada istrinya dan terkesiap melihat Ersha menutup wajahnya dan menangis.

“Lho, Nda... Kenapa? Kok nangis? “ tanyanya bingung dan langsung bergegas mendekati Ersha, memeluk erat. Ersha makin keras menangis.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang