Part 76

124 20 22
                                    

Ersha menghela napas panjang melihat Hafla yang mendiamkannya. Anaknya itu marah karena ia memutuskan secara sepihak untuk tidak berpamitan dengan Risna.

Sejak tadi Hafla hanya ingin dipangku sang ayah saja. Bila Ersha menawarinya makanan bocah itu diam saja tak mau menanggapi.

“Ini, maemnya, Sayang... pake ayam penyet...Hmm...yummie banget, lho...” goda Ersha.

Hafla membuang pandangan menatap ke jendela kamar hotel. Tangannya dilipat di dada.

Hafidz tersenyum geli melihat tingkah polah anaknya. Tak menyangka kalau ternyata Hafla bisa ngambek dengan cara seperti ini. Padahal seingatnya, ia dan Ersha tak pernah memberi contoh hal semacam ini.

“Hei, Sayang... nggak boleh marah sama Nda seperti itu...ayo, makan. Itu enak banget ayam penyetnya. Sambalnya level lima, pasti mantap, Hafla.”

Hafla melengos menatap protes sang ayah.

“Bunda tidak mengijinkan Hafla berpamitan dengan Tante Risna pasti ada alasannya.”

“Apa alasannya, Abi?”

“Alasannya karena Tante Risna perlu waktu untuk istirahat. Kalau Hafla berpamitan, pasti nanti Tante Risna bangun dan nggak bisa tidur lagi. Toh besok sebelum ke bandara kita ke rumah sakit dulu untuk pamit, kan?”

Hafla menghela napas panjang. Ersha menatapnya dengan lembut lengkap dengan senyum manis yang tulus. Tangan wanita itu terulur.

“Nda minta maaf kalau sudah bikin Hafla kesal. Tapi Nda hanya pingin agar Tante Risna nggak terganggu istirahatnya.”

“Ayo diterima uluran tangan Bunda. Nggak boleh marah lama-lama. Allah nggak sayang sama orang yang kalau marah suka berlama-lama. Kan ada sebuah hadist, Laa Taghdob Walakal Jann...ah. Jangan marah maka bagimu surga. Masih ingat, nggak?”

Hafla menghela napas panjang, tak diterima uluran tangan sang bunda, namun kedua tangannya terulur dan memeluk erat tubuh langsing Ersha, Ersha terharu dan memenuhi pipi montok putrinya dengan ciuman gemas.

“Maafkan Nda, ya.” Bisiknya.

Hafla mengangguk lalu membuka wadah makan ayam penyet yang tadi disuguhkan bundanya.
Alhamdulillah, semua berjalan seolah tak ada apa-apa.
Hafla makan dengan lahap sambil kepedasan lucu sekali.

Sementara di kamar sebelah, nampak Siska yang lesu berdiri di balkon menatap sesuatu yang jauh.

Andika sudah terlelap ditemani sang kakek di atas ranjang. Hati Siska sedih...

Semua tak berjalan sesuai dengan ekspektasinya. Ditambah lagi, sepertinya Ferdy merasa bahwa apa yang istri dan sang ayah mertua lakukan adalah sesuatu yang absurd cukup membuatnya down.

Apa segitu rapuhnyakah mental Ferdy hingga makin merasa bersalah ketika mengetahui bahwa Tasya sudah berpulang? Apakah laki-laki itu tak memikirkan perasaannya? Jatuh cintakah ia pada wanita itu?

Tidak! Sudah pasti tidak... Ferdy suaminya itu hanya merasa bersalah akan apa yang sudah diperbuatnya di masa lalu.

Siska kesal sekali... Ia dan Andika kan harusnya menjadi prioritas hidup Ferdy, yang harus laki-laki itu dahulukan kepentingan dan kebahagiaannya. Bukan orang lain.

Siska menghela napas panjang sambil meninju geram balkon stainless yang ada di tangannya. 

Di belahan bumi yang berbeda, di sebuah ruang rawat RSPAU Dr. S Hardjolukito Risna terbaring dengan mata terpejam, namun semua pikirannya bermain.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang