Part 86

116 21 10
                                    

"Ya Allah, Nda..."

Hafidz panik sekali. Ersha nampak syok, wanita itu tak pingsan, tapi9 kakinya melemah sambil meringis menahan sakit pada lengannya.

"Allahu akbar. Cak Karto, bawa Nak Ersha ke klinik!" Ningsih berteriak panik.

Risna yang masih berada dalam dekapan Hartono terhenyak mendengar suara ibunya yang menyuruh supir pribadi membawa Ersha ke klinik. Ia segera mendorong tubuh Hartono yang masih mendekapnya.

"Ersha?"

Hartono pun sama seperti Risna, terkejut pula mendengar kata-kata Bu Ningsih.

Pemuda itu segera bangkit dan membantu Risna berdiri dan memapahnya duduk di kursi roda.

"Shaaa.... maafin akuuuu..." ucap Risna sambil memajukan kursi rodanya.

Gadis itu melihat jilbab Ersha yang berdarah. Matanya kemudian nyalang menatap Ferdy.

"Kamu...! Semua ini gara-gara kamu! Kenapa kamu mesti ada di sini?" teriaknya kesal.

Ferdy bisu. Ya... semua ini adalah kesalahannya. Ya Allah.... air matanya merebak.

"Saya akan bawa Echa ke klinik, Bu. Akhy Ferdy, ayo ikut, Antum harus pulang."

Hafidz segera menggendong Ersha, sementara Ningsih dengan cekatan membuka pintu mobil bagian tengah.

"Bu, tolong Hafla jangan sampai tahu, saya titip Hafla dulu." ujar Hafidz serius.

"Iya, Nak. Semoga lukanya Nak Ersha nggak dalam, ya. Ya Allah, Risna..." Air mata Ningsih meleleh.

"Aamiin in syaa Allah." Mata Hafidz menatap Ferdy yang masih saja diam seperti patung.

"Ayo, masuk, Akhy!" Kali ini Hafidz berkata tegas.

Gilang segera membuka pintu depan mobil. Dengan langkah gontai Ferdy berjalan dan memasuki mobil. Mobil pun berlalu...

*****

"Abi sama Bunda ke mana?"

Ningsih, Risna dan Hartono yang baru memasuki ruang tengah tersentak mendengar Hafla bertanya.

Semua otomatis saling berpandangan. Risna sudah akan menangis karena merasa bersalah, tapi Ningsih segera menggendong Hafla agar gadis mungil itu tak bingunng melihat Risna yang malah menangis.

"Abi sama Bunda pergi dulu sebentar. Dek Afa sudah mandi belum?" Ningsih berusaha mengalihkan perhatian Hafla.

Hafla menggeleng sambil tersenyum malu.

"Mandi sama eyang, ya. Mau nggak?"

"Sama Nda saja..." rajuknya malu-malu.

"Bunda kan sedang pergi. Dari pada nanti tambah sore, mendingan Dek Afa mandi sama eyang. Okey?"

Hafla berpikir sejenak. Ia masih agak malu kalau mandi dengan orang asing. Ningsih memang sudah dekat dengannya, tapi rasanya aneh saja kalau mandi bukan dengan sang bunda.

"Nanti Dek Afa ajarkan eyang, bagaimana biasanya bunda memandikan Adek, ya." Dengan halus, Ningsih berusaha sedikit "memaksa" Hafla.

Hafla tersenyum malu sambil akhirnya terpaksa mengangguk.
Ah... Ningsih langsung lega. Dibawanya gadis mungil yang menggemaskan itu memasuki kamarnya.

Sesudahnya Risna nampak menutup wajahnya dan kembali tersedu...

Hartono berlutut di hadapannya. Senjata api milik Risna masih ada padanya, belum ia kembalikan. Tersimpan rapi dalam pinggangnya tertutup kaos yang ia kenakan.
Lebih baik biar Ningsih saja yang menyimpan, itu jauh lebih aman.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang