Part 89

112 23 14
                                    

Risna dan Ningsih melambaikan tangan pada keluarga kecil Hafidz.

Dengan diantar Cak Karto mereka menuju Bandara Juanda Surabaya. Senyum dan ucapan hati-hati terdengar dari mulut Risna dan Ningsih, sementara Hafla dengan imutnya berteriak,”Bye-bye, Eyang... bye-bye, Tante...!”

Ersha dan Hafidz pun melambaikan tangan lengkap dengan senyum manis yang hangat.

Dan sesudahnya, tangan Risna dan Ningsih terkulai. Hati keduanya mendadak terasa sepi.

Risna segera memutar kursi rodanya, ia tak mau berlama-lama merasa sedih. Keningnya agak mengerut berusaha mengingat dimana ia meletakkan ponselnya.

Sudah hampir tengah hari Risna sejak tadi tak memegang benda persegi panjang itu.

Entah mengapa ia penasaran. Akankah Hartono mengirimkan pesan padanya? Dengan sedikit gugup dan dada berdebar, Risna mengaktifkan android-nya. Napasnya tertahan di perut melihat beberapa pesan yang masuk dari orang yang sama.

Pertama semalam.
Hartono memanggil ‘halo,’ mungkin karena ia yang tiba-tiba menghilang dan sudah mematikan hp.

Pagi hari, sebelum take off, pemuda itu juga mengirimkan pesan yang isinya pamit dan menitipkan salam pada ibunya. Risna menghela napas panjang.

Lalu setelah Hartono sudah sampai di mess-nya, pemuda itu kembali mengirimkannya pesan.

[Kamu kemana saja, Ris? Aku kangen...]

Ya Allah... kembali berdebar dadanya. Hartono sudah tak malu-malu lagi mengungkapkan perasaannya.

Dan ia macam gadis yang baru pertama kali jatuh cinta saja merasa berbunga-bunga tak karuan begini membaca chat dari pemuda itu.

“Ada pesan dari siapa, Ris? Nak Ersha?”

Tiba-tiba terdengar suara Ningsih yang mengejutkan Risna. Wajahnya berusaha kembali ia datarkan seperti biasa.

“Hm... bukan,” jawabnya asal saja sambil menjalankan kursi roda ke kamar.

“Jangan tidur, ya. Sebentar lagi makan siang,”

Risna menahan napas,”Iya,” jawabnya pendek saja.

Sementara di ujung sana. Hartono menatap tegang hp-nya. Risna sudah membaca pesannya.

Tadi gadis itu online, sekarang menghilang lagi. Ah... apa Risna sama sekali tak ada rasa padanya, ya? Padahal kemarin jelas sekali kalau gadis itu nampak malu-malu menerima piring berisi bakso dan sosis bakar yang sudah selesai ia panggang.

Juga beberapa kali tertangkap basah diam-diam mencuri pandang ke arahnya.
Apakah semua itu bukan merupakan sebuah isyarat?

Hartono menghela napas panjang sambil melempar hpnya ke ranjang. Lebih baik ia ke masjid sajalah menunggu waktu Zuhur daripada pikirannya kusut.

*****

[Sha, dia bilang kangen sama aku, aku harus jawab apa? Aku tuh kenapa jadi norak begini sih, Sha? Padahal Hartono tuh bukan pria pertama dalam hidupku.]

Ersha menahan senyum geli membaca pesan yang masuk ke hpnya.

Belum jauh mobil yang ditumpanginya berlari, Risna sudah mengirimkan pesan padanya yang isinya ingin membuatnya tertawa.
Hafidz memperhatikan istrinya dengan kening mengerut.

“Ada apa, Nda?” tanyanya penasaran.

Ersha menoleh sekilas sambil tersenyum, jarinya tetap lincah menekan-nekan layar android.

Lillaah..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang