10. Saat Hujan

82 22 0
                                    

Sebenarnya Hujan ini membawa kesejukan atau kerisauan?

Tepat pukul 3.00 sore hari, Nata baru saja keluar dari kelasnya, Keira dan Kinan sudah pulang lebih dulu, hari ini Nata banyak kelas, hingga mengharuskannya pulang lebih sore dari biasanya.

Nata duduk di kursi panjang depan kelasnya, mengambil ponsel untuk menghubungi sang ayah, jemari lentiknya dengan terampil mengetikan pesan untuk sang ayah.

Nata
Ayah jemput! |
Jangan suruh mang Arman! |
Ayah aja yang jemput ya! |


Ayah!
|Iya sayang, lagipula mang Arman lagi ambil cuti, dia sakit.
|Nanti ayah jemput ya sayang, tunggu!

Nata
Salam buat mang Arman ayah, semoga|cepat sembuh

Tanpa menunggu balasan pesan sang Ayah, Nata segera memasukan benda kotak itu ke dalam tasnya, lalu ganti mengeluarkan beberapa camilan untuk menemani kesendiriannya.

Manik hitamnya melirik ke kelas Arsitektur, di sana rupanya masih ada kelas, Nata menguap, ia merasa bosan, sudah hampir satu jam dan ayahnya belum memberi kabar, Nata bangkit, berniat untuk menunggu di depan, tepatnya di Halte bus depan kampusnya.

Namun, baru saja Nata hendak melangkah, suara riuh dari kerumunan mahasiswa yang baru saja keluar dari kelas arsitektur itu menghentikannya, Nata tau ada Saka di sana, ia menoleh ke belakang dan berusaha menemukan pria yang di sukainya.

Nata melihat Kafa dan Saka saling bercengkrama, wajah dingin Saka masih tetap dingin, meskipun ada sedikit senyum di bibirnya, Nata ikut tersenyum seandainya senyuman itu untuk dirinya.

Langkah Kafa dan Saka terhenti ketika melihat Nata.

"Belum pulang, Nat?" Nata menggeleng.

"Belum, Kaf."

"Gue duluan." Suara berat itu berasal dari bibir saka,  tanpa menunggu jawaban apapaun, pria tampan itu berjalan begitu saja melewati Nata.

Nata sedikit mengerucutkan bibirnya, jujur saja ia sedih karena sampai saat ini ia bel berani untuk menyapa Saka lebih akrab, di tambah sikap Saka benar benar mengabaikannya.

Sudut bibir Kafa terangkat, ia tersenyum kecil, Kafa tau sekali kalau, Nata kecewa dengan perilaku Saka yang cuek dan mengabaikannya, tapi bukankah itu resiko jatuh cinta pada orang yang tidak mencintai kita.

"Nat, lo kenapa gak pulang, masih ada kelas?"

Kepala gadis itu menggeleng rakus, sejujurnya ia tak menyadari jika Kafa masih di sini, di sampingnya. "Belum di jemput."

Sedetik berikutnya, ponsel Nata berdering, ia mengangkat telponnya di hadapan Kafa yang masih setia menunggunya.

"Halo, Ayah sudah di depan?"

Maaf sayang, Ayah ada meeting dadakan, bukannya apa, ini kliennya datang dari Jepang, pertemuannya gak bisa di tunda, Ayah telpon Keira biar jemput kamu ya?”

"Enggak usah Yah, Keira bilang tugasnya banyak, kasihan kalau harus jemput Nata, Nata naik taksi atau bus aja ya?"

"Kamu masih ada uang?"

"Masih Ayah, cukup kok."

"Ya sudah, tapi hati-hati ya?"

Nata mengiyakan lalu menutup telponnya, matanya melirik Kafa dan berpamitan untuk pergi lebih dulu.

Kafa membiarkannya, masih sedikit nyalinya untuk mengajak Nata pulang bersama, kecuali dalam keadaan yang kepepet.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang