30. Menyerah

59 11 0
                                    

Ketika perasaan itu hampir muncul, ada saja yang membuatnya gagal timbul

-

Pemuda beralis tegas berjalan mengendap, di belakang gadis cantik yang tengah melukis. Gadis itu sedang ingin serius dan tidak mau diganggu, tapi sangat disayangkan. Pemuda itu lebih dahulu mengejutkannya dengan memasang wajah aneh yang menyeramkan.

"Kaf kaget tau nggak?!"

Senyum tulus pemuda itu terlukis, sangat manis hampir membuat gadis di hadapannya jatuh, tapi sebelum itu terjadi sang gadis lebih dulu mengalihkan pandangannya.

"Ini gue?"

"Kepo! Ngapain sih, di sini?"

"Main, papa lo juga bolehin kok." Nata melotot.

Menengok ke belakang, tepat pada figur tinggi besar yang berdiri di dekat pintu halaman belakang rumahnya. Pria paruh baya kesayangan Nata itu tersenyum tipis dan meninggalkan dua dara muda itu.

Kafa duduk di sebelah Nata, memperhatikan secara dekat wajah cantik yang sudah lama menarik perhatiannya, Nata hampir tak bisa bernapas karena jaraknya begitu dekat.

"Kafa," Tidak ada jawaban, ia masih menatapinya, Nata menoleh hingga mendapati senyum manis dari bibir tebal pemuda itu, mata keduanya beradu pandang, Kafa tak ingin memutusnya begitu juga Nata.

Aneh, Nata sangat ingin memutus pandangan dan keluar dari situasi ini tapi entah apa, sesuatu menariknya untuk tidak melakukannya. Iris legam milik Kafa menenangkan, menghanyutkan perasaan Nata, membuat jantungnya mendadak berdebar lebih keras.

Namun, sesuatu yang sangat dingin tiba-tiba menempel di pipi Nata, membuat sang gadis terperanjat kaget, dan karena itu gelak keras Kafa keluar, dialah si pelaku utama.

"Nih es krim mochi kesukaan lo." Nata merebut es krim itu dan masuk ke dalam tanpa menghiraukan Kafa lagi. Dia sudah sangat malu dengan kejadian tadi.

Kafa membuntuti Nata masuk, meskipun pada akhirnya gadis itu naik ke lantai atas tempat dimana kamarnya berada.

"Kenapa Nata?"

"Marah om, es krim mochinya ngga rasa cokelat." Adrian terkekeh pelan.

"Kamu suka Nata?" Kafa yang tadinya ketawa-ketiwi mendadak membatu. Dari mana manusia tua berwajah agak menyeramkan tapi manis itu tau?

"Nggak perlu di jawab, om tau." Kafa membalas itu dengan tawa canggung.

"Ungkapkan kalau memang benar, itu baru laki-laki."

"Kalau Nata nggak suka terus kita jadi jauhan gimana, om?"

"Gimana kamu bisa tau kalau nggak coba?" Kafa terdiam. Ia pikir ucapan ayah Nata memang benar, tapi di sisi lain ia takut kalau hal itu benar-benar kejadian.

Adrian ayah Nata duduk di sofa, diikuti Kafa, Kafa yakin pria paruh baya ini begitu banyak ilmunya dalam urusan percintaan, melihat wajah pria itu saja Kafa bisa meyakininya.

"Kafa, perasaan itu kan datangnya nggak terduga, kalau kita nggak mengungkapkannya, gimana kita bisa tau?"

"Tapi, Kafa takut nanti jadi nggak bisa temenan sama Nata lagi om." katanya, sambil sesekali melirik ke atas, mana tau Nata mengintip dan tau soal perasaannya.

"Ada yang namanya resiko dan resiko itu harus berani di hadapi Kaf, atau kamu nggak akan punya apa apa. Lagipula mengungkapkan perasaan itu melegakan Kaf." Kafa menghela napasnya.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang