31. Menyesal

50 10 2
                                    

"Jikalau dapat di ulang, aku tak ingin bertemu."

-

Matahari bersinar cukup terik, dua pemuda berumur 20 tahun duduk di sebuah pondok pondokan kayu sebagai tempat berteduh untuk mengamati pemandangan indah di siang ini.

Pemuda berasma nan elok serta berwajah kebarat-baratan dengan senyum manis bak gula pasir turut mengeluarkan ponsel mengikuti pemuda yang lebih tinggi darinya.

"Mau sampai kapan sih mendem perasaan?"

"Diem lo, gue masih shock lo ajak gue ke hutan begini, kita temenan bertahun-tahun jangan sampai kepercayaan gue ke lo ilang ya, awas aja lo macem macemin gue!"

"Najis banget, ngga gitu Kaf, pikiran lo terlalu banyak najisnya, kotor. Ini itu bukan hutan, kalo sore rame kok orang ke sini, viewnya emang bagus, cocok buat orang galau." Kafa menatap pemuda itu sinis, lantas ikut duduk di sebelahnya.

"Gue di tolak, Sa." Aksa melotot, itu artinya Kafa sudah mengungkapkan perasaannya pada Nata?

"Yang lo pikir bener, gue udah ngungkapin perasaan gue ke Nata, dan dia nolak gue, pake kata-kata yang lumayan jleb di hati gue." Aksa menepuk-nenek pundak pemuda jangkung itu.

"Kalau Kinan?"

Kafa menghela napas. "Sejak kejadian yang gue ceritain itu, gue ngga pernah ketemu dia, tapi pertama kali ketemu lagi dia cuekin gue, ya gue ngga apa apa, mungkin-"

"Mungkin itu karma buat cowok yang baik ke semua cewek." Keduanya terdiam, sampai Kafa sadar kata-kata barusan cukup membuatnya gagal mencerna ucapan Aksa.

"Maksud lo apa?"

Aksa tertawa pemuda itu berjalan mendekat ke arah danau, mencelupkan tangannya dan kemudian mengibaskan airnya ke wajah Kafa.

"Sadar Kaf, selama ini perilaku lo le cewek-cewek itu bikin salah paham." Kafa mengusap wajahnya yang basah sembari memikirkan ucapan Aksa. Apa dirinya begitu?

Setelah merenung agak lama, Aksa berhasil membuyarkan lamunan Kafa, dengan menyodorkan ponselnya dengan panggilan bertuliskan nama 'Nata'

"Nata nelpon?"

"Kafa sadar, itu Fahru, dia udah di lapangan nungguin kita dari tadi, ayo!"

Kafa menghela napasnya, masih duduk di sana tidak bergerak, sedangkan Aksa yang sudah berada di atas motor kembali menghampiri sahabatnya itu.

"Kaf, lupain, deketin lagi, move on bukan perkara gampang, lo harus bisa buat Nata move on dari Saka."

~

Nata berdiri menatapi jendela kamarnya yang mengarah keluar, mengingatkannya pasal kejadian dimana ia melihat wajah Kafa dengan senyum ceria khasnya tiba tiba meredup karena perkataannya. Nata menghela napas lelah, ia membalikan badannya karena sebuah ketukan di pintu.

"Ayah?"

"Tadi Kafa ke sini tapi kok ngga di suruh masuk, ada apa?" Nata terdiam.

"Ada masalah?"

"Yah, lihat besok jadwal cuci darah Nata, Nata pengen ayah yang anterin, ya!" Adrian tersenyum tipis, Nata bukanlah orang yang menyukai cuci darah, tapi ia bisa tiba-tiba semangat seperti ini, mungkin saja ada hal yang diinginkannya.

"Nata mau minta apa?"

"Nata mau sehat dan normal kaya orang lain ayah, akhir-akhir ini kalau stress sedikit kepala Nata pusing."

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang