23. Takdir?

69 16 5
                                    

"Kembali melukai hati dengan sesuatu yang tak pasti."

-


Dua muda mudi berseragam abu-abu itu berjalan beriringan, duduk di sebuah gazebo sepi di taman.

"Lo serius terima perjodohan ini?"

"Iya." Pemuda itu menjawab dengan kaku.

"Gue ... gue gak bisa ngebantah mama sama papa, ya udah, gue juga terima, lagian gue ngga punya pacar, lo juga kan?" Wajah tampan itu hanya mengangguk.

Gadis bersurai panjang itu menghela napas. "Kalau lo terpaksa, mending nggak usah aja, bilang gih sama orang tua kita, kayaknya lo pemberani."

"Gue nggak bisa." Pemuda itu pergi begitu saja meninggalkan gadis yang sedih karenanya.

"Cuek banget sih, coba aja lo terima perjodohan ini dengan ikhlas, gue pasti juga ngelakuin hal yang sama, gue emang belum punya perasaan sama lo, tapi gue bakal berusaha, ngeliat lo yang kaya gitu, rasanya udah jadi jawaban kalau emang lo terpaksa dijodohin." Gadis itu menghentakan kakinya kesal, membiarkan pemuda itu menjauh tanpa menghiraukannya.

"Gimana cara batalinnya, mana berani gue ngelawan orang tua, apalagi Saka juga nerima-nerima aja, gue nggak punya alasan buat nolak." Kinan hanyalah anak SMA biasa waktu itu, dia anak yang selalu patuh dan menurut, ia benar-benar tidak bisa menolak apapun permintaan kedua orangtuanya, ia juga tak berani untuk sekedar menolak.

Beberapa tahun berlalu, seragam abu-abu sudah tak terpakai, kini seragam itu justru penuh dengan coretan setelah lulus, sudah lama pula keluarga Kinan dan keluarga Saka tidak makan malam bersama lagi. Malam ini pertama kalinya mereka makan malam bersama setelah hampir dua tahun tak mengadakannya.

Pembahasan soal perjodohan membuat Kinan muak ditambah melihat wajah pria di depannya. "Kenapa sih, gue selalu kecewa liat muka terpaksanya itu?"

Seperti biasa, setelah acara makan malam akan ada obrolan-obrolan kecil, dan kini Kinan dan Saka sudah berada di halaman belakang rumah Kinan.

"Saka, gue tau lo nggak suka di jodohin, apalagi sama gue, gue tau kok lo terpaksa, jadi nggak ada salahnya lo buka hati buat cewek yang lo suka, Nata misalnya, lo tau kan Nata sesuka itu sama lo, Nata sahabat gue, dia satu fakultas sama lo, gue yakin lo kenal, Nata udah sering cerita tentang lo ke gue, gue jadi nggak tega liat dia sedih karena lo,"

"Suruh aja dia jauhin gue."

"Nggak semudah itu Saka, mending pertunangan kita yang batal, lagipula kita kan sama-sama gak ada perasaan."

"Gue gak bisa batalin ini."

Gadis itu menghela napas kesal. "Kenapa?"

"Udah sejauh ini Kinan."

"Tapi gue nggak bisa tunangan sama cowok yang disukai sahabat gue, kasian Nata dia pasti sedih. Lagipula kalau nggak ada rasa kenapa dipertahanin sampai sejauh ini, sih?"

Saka diam, omong kosong kalau dirinya tidak ada rasa pada gadis itu.

"Coba lo pertimbangkan lagi, gue gak mau kita sama sama nyesel nantinya, kalau lo setuju nanti gue yang bilang ke orangtua kita, sekarang gue udah berani."

Kinan berdiri ia sedikit menjauh sampai akhirnya berbalik lagi. "Satu lagi, please! Gue mohon, jangan terlalu cuekin Nata, lo tau sendiri kan sakitnya dia? Gue mana tega ngeliat Nata sedih begitu."

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang