36. Kembalinya Harapan

39 11 11
                                    

Minggu kedua setelah ujian akhir belum ada pengumuman libur yang resmi, tapi seluruh mahasiswa sudah free untuk saat ini, mulai banyak foto-foto selfie liburan, pantai, gunung dan tempat wisata lainnya, tapi Kafa hanya di rumah sakit, dan sesekali keluar dengan sahabatnya.

Berbeda dengan siang ini, sehabis perlombaan basketnya, Kafa dan tim yang berhasil menjuarai perlombaan basket antar kampus itu memutuskan untuk jalan-jalan sebentar dan makan bersama, tak lupa mereka mengajak Kotaro, pemuda asal Jepang yang pernah berlatih bersama mereka.

Setelah acara makan bersama itu Kafa pergi ke rumah sakit, tapi ia bertemu Kotaro di sana, pemuda itu berdiri di depan administrasi. Kafa menghampiri pemuda itu.

"Hey, Kafa kamu di sini?"

"Lo ngapain ke sini?"

"Biasa, sebulan sekali aku selalu cek kesehatan, kamu ngapain di sini?"

Kafa ber-oh ria. "Pacar gue sakit, dia butuh donor ginjal."

Wanita di balik kaca besar itu memanggil Kotaro memberinya amplop besar berisi kertas hasil tes kesehatannya.

"Terimakasih." Kotaro kembali fokus pada pembicaraannya dengan Kafa.

"Oh ya? Ah kasian dia, semoga cepat dapat donornya." Kafa mengangguk.

"Abis ini lo mau ke mana?" Kotaro menggeleng.

"Nggak, kemana-mana, ayo aku juga mau ikut jenguk pacar mu, kalau boleh!" Kafa tersenyum lebar, tentu saja boleh, semakin banyak yang mendoakan Nata, juga akan semakin lebih baik.

Keduanya berjalan menuju lift, Kafa masih tersenyum lebar, jiwa sosial Kotaro ini luar biasa, bahkan yang ia dengar Kotaro sering melakukan donor darah, tapi mengingat itu membuat Kafa terdiam, tiba-tiba saja ia teringat suatu hal.

"Golongan darah lo apa?"

"Aku A-, sebenarnya di Jepang, banyak orang yang golongan darahnya A, kebetulan orangtuaku sama sama punya golongan darah A, entah kenapa aku jadi A-, aku tau itu golongan darah yang termasuk langka, makanya aku berusaha jaga kesehatan supaya ngga susah nantinya, aku juga sering donor darah, supaya orang-orang yang sakit dan bernasib sama seperti aku juga tidak kesusahan cari donor darah."

Seolah ada secercah cahaya di mata Kafa, ada orang berjiwa sosial yang memiliki golongan darah yang sama dengan Nata, tapi apa Kotaro rela mendonorkan ginjalnya? Kafa agak ragu menanyakannya, tapi ia perlu tau.

Pintu lift terbuka, Kafa dan Kotaro berjalan ke arah ruangan Nata, tapi ternyata gadis itu sedang tidur. "Dia tidur, apa sebaiknya kita tunggu di sini?" Kafa mengangguk.

Kotaro menilik ke dalam kamar Nata, lalu duduk di sebelah Kafa, tapi baru saja tulang duduknya menyentuh kursi rumah sakit seorang pria paruh baya memghampirinya. "Kafa, hari ini satang sama siapa?"

"Oh iya ini temen Kafa om, namanya Kotaro, dia orang Jepang, sama kaya mamanya Nata." Adrian terkekeh mendengar ucapan itu.

"Saya Kotaro, Om Adrian?" Adrian tersenyum pada pemuda tampan itu, seperti tidak asing, tapi Adrian belum bisa menebak apa yang tidak asing itu.

"Akhirnya kita ketemu." Kafa dan Adrian mengernyikan dahi tak mengerti dengan ucapan Kotaro.

"Apa maksudnya?"

-

Ketiga pemuda berbeda usia itu kini berada di sebuah kafetaria rumah sakit, Adrian masih memandangi Kotaro yang ternyata keponakannya sendiri.

"Jadi kamu Kotaro, yang dulu masih kecil sekali itu ya?" Kotaro mengangguk.

Kafa menggaruk kepalanya, pantas saja Kotaro sudah lancar bahasa Indonesia, rupanya memang lahir di Indonesia.

"Saya ke sini sebenarnya perintah dari kakek, oh iya apa om sudah tau? Nenek sudah meninggal setahun yang lalu ...." Adrian membulatkan mata, tangannya sedikit mengepal.

"Lalu bagaimana kondisi ayah?"

Kotaro menunduk sedih. "Setelah nenek meninggal kakek bilang dia mau ketemu bibi, tapi yang saya tau dari papa dan mama, katanya bibi sudah meninggal, jadi kakek bilang dia mau ketemu anak bibi dan om, kakek sakit sudah hampir setahun ini kakek sakit terus, dia bilang permintaan terakhirnya ya bertemu cucu dan menantunya. Saat itu, kita semua bingung karena tidak tahu om dimana." Adrian mengangguk-angguk mendengarkan dengan teliti ucapan Kotaro.

"Setelah lulus SMA di Jepang, saya sengaja kuliah di sini sambil mencari om, itu kemauan saya sendiri, saya tidak tega melihat kakek, selain itu, saya juga bertekad untuk menemukan om dan juga anak om, bagaimanapun juga kita keluarga. Meskipun yang saya tau cuma nama dan wajah om Adrian, untungnya saya masih ingat wajah om, om awet muda ya!" Ketiganya terkekeh dengan candaan Kotaro.

"Saya sempat putus asa, karena saya pikir mungkin saja, om pindah ke kota lain, tapi saat itu entah bagaimana saya yakin saja, saya tetap fokus berkuliah dan beraktivitas seperti biasa, siapa tahu bisa bertemu om Adrian. Terakhir saya mendatangi rumah sakit tempat bibi Hana melahirkan Nata, tidak dapat apa-apa, jadi saya pikir sekarang ini kuliah saja dan menunggu Tuhan memberi ke ajaiban."

"Dan sekarang keajaiban itu datang, akhirnya kita bertemu." Adrian terdiam, tangannya terulur menepuk punggung keponakannya itu.

"Terimakasih sudah berusaha menemukan saya dan Nata, Kotaro."

"Sama-sama om, tapi apa om bisa temui kakek, kakek sudah cukup tersiksa karena terpisah dengan bibi, biarkan setidaknya kakek bisa bertemu menantu dan cucunya." kata Kotaro penuh harap.

Adrian mengangguk mengerti, tapi masalahnya Nata masih sakit, mana mungkin bisa mereka ke sana. "Nata anak om, masih sakit, biaya yang ada sekarang ini om fokuskan untuk mengurus Nata."

"Saya dan Kafa bisa bantu mencari donor ginjal, apa golongan darahnya?"

"A minus." kata Kafa dan Adrian bersamaan.

Kotaro terdiam sebentar. "Kafa kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Saya sehat, biar saya yang donorkan ginjal untuk Nata, menurut beberapa orang justru orang yang mendonorkan ginjal itu bisa hidup lebih sehat. Entahlah itu benar atau tidak, tapi saya bersedia mendonorkan ginjal saya untuk adik saya."

"Benarkah? Kotaro jangan bercanda."

"Sama sekali tidak bercanda, kita bisa cek sekarang."

Adrian terduduk lemah, penantian panjangnya seolah terobati, beban beratnya seolah ditarik hingga hilang, ia tak dapat lagi membendung air matanya, Kafa yang sudah dapat menebak akhir pembicaraan itu menenangkan Adrian yang menangis. Kafa mengusap punggung Adrian, ia pun sama leganya dengan Adrian.

"Terimakasih Kotaro, om nggak tahu harus berbuat apalagi, gimana om bisa balas budi untuk kamu? Om ngga tau harus seberapa banyak ucapkan terimakasih sama kamu." Kotaro tersenyum manis, ia menepuk-nepuk bahu pamannya.

"Om nggak perlu berlebihan begini, tapi boleh saya tinggal di rumah om? Biaya kost di sini agak mahal." Adrian tertawa ringan, ia mengusap air matanya dan mengangguk.

"Tentu, baru saja om mau menawarkan kamu tinggal di rumah om, om juga senang jadi punya anak laki-laki."

"Iya om, nanti kita temui dokter untuk pastikan kapan operasinya."

Kafa tersenyum, bidadarinya akan segera sembuh, Nata akan terbebas dari bayangan penyakit berbahaya yang akan merenggut nyawanya, Nata tidak sakit lagi dan bisa tersenyum sesekali hati, Kafa sangat bahagia.

"Terimakasih Kafa, terimakasih Kotaro."

-

BERSAMBUNG

SIAPA YANG DEMEN SAMA COWOK SAT SET SAT SET KAYA KOTARO INI GES?

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang