34. Saka dan Rasanya

55 9 4
                                    


"Rasa sakit memang perlu untuk mendapatkan perubahan."

-

Malam bertabur bintang saat ini tengah menemani kesendirian Kinan, pakaiannya telah rapi, pikirannya entah sudah sampai kemana, bintang-bintang di langit yang sedang bersinar cerah itu seolah mentertawakannya, membuat Kinan pening dan muak sendiri dengan perasaannya. Kinan mengambil tas selempang miliknya, ia keluar dari kamar dan menuruni anak tangga rumahnya. Sesekali matanya melirik pada ponselnya.

"Mau ke mana?"

Kinan tersenyum manis pada sang Mama. "Jalan-jalan sama Saka, Ma."

"Mama senang deh, kamu sama Saka makin deket, Mama jadi makin yakin kalau Saka memang yang terbaik untuk kamu." Perlahan senyum Kinan memudar, bukan Saka yang dia inginkan.

"Ya udah Ma, Kinan berangkat ya, Saka udah nungguin Kinan dari tadi."

"Hati-hati ya!"

Kinan tersenyum tipis menanggapinya, ia membuka pintu hingga menemukan sosok Saka di depannya. Pemuda itu masuk melewati Kinan, berpamitan dengan Mama Kinan dengan sangat ramah, meminta izin membawa anak gadis satu-satunya di keluarga Kinan.

Kinan berdecih melihat itu, Saka tidak pernah tersenyum selebar itu padanya, kenapa bisa semudah itu tersenyum lebar di hadapan sang Mama, kakinya menghentak-hentak, sembari melangkah menuju mobil. Kinan masuk ke mobil lebih dahulu menunggu pemuda itu mengobrol sedikit dengan mamanya.

"Tuh orang pinter banget sih ambil hati mama, atas dasar apa coba dia ngajak gue jalan, ajak aja mama!"

Pintu mobil terbuka, menampilkan wajah dingin Saka yang kemudian duduk di kursi kemudi dan menjalankan mobilnya. Selalu saja begitu, tidak akan ada pembicaraan apapun di jalan. Berbeda sekali bila Kinan pergi dengan Kafa, meskipun naik motor, pemuda itu selalu mengajaknya bicara, padahal belum tentu kedengaran karena suara bising kendaraan lain.

Kinan terkekeh pelan karena meningatnya, membuat Saka menoleh padanya. "Ada yang lucu?" Kata Saka karena mendengar Kinan tertawa tanpa alasan, tapi gadis itu hanya melirik sinis padanya.

"Jangan kebanyakan menghayal, nggak selalu yang kita mau bisa kita dapat, jadi mau nggak mau harus terima yang seharusnyakita dapat." kata Saka yang sontak membuat Kinan membeku.

"Ngomong apa sih? Terus ini kita mau ke mana?"

"Makan." Sudah Kinan duga, pasti makan.

-

Mobil keduanya tertenti di depan restoran mewah dengan dekorasi alam, seperti pohon dan dedaunan serta lampu temaram dari luar tentu menambahkan kesan menenangkan, cocok untuk muda mudi yang sedang membutuhkan ketenangan hidup.

"Di restoran ini banyak makanan kesukaan lo, di sini juga lo bisa makan di rooftop, kalau dari sana pemandangannya bagus, terus juga udaranya sejuk, agak dingin kalau malam tapi lumayan sepi terus tenang juga."

Gadis cantik itu menolehkan kepalanya pada Saka. "Sejak kapan lo banyak ngomong begini?" Saka terdiam, benar juga.

Kinan turun lebih dulu, di ikuti Saka. Keduanya memesan makanan dan pergi ke rooftop. Kinan tersenyum lebar, pemandangan yang di sebut Saka tadi memang begitu indah, Bintang, lampu-lampu rumah, semilir angin malam benar benar menenangkan, Kinan suka di sini.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang