🍀
“Luka tubuh mungkin tak begitu menyakiti, tapi luka hati, siapa yang bisa memungkiri kalau rasanya sesakit ini?”
-
Nata duduk di ruang tunggu bersama Keira dan Kinan, hari ini jadwal cuci darah keduannya di Minggu ini. Nata sudah menjalani ini selama hampir setengah tahun, kalau dibilang sudah terbiasa, tentu saja Nata sudah terbiasa, tapi tetap saja, baginya cuci darah itu, mimpi buruk.
Membayangkannya saja membuat Nata ingin kabur, terkadang, Nata harus merasakan mual yang hebat, sakit kepala luar biasa dan juga kram.
Nata menyandarkan kepalanya di dinding, entah sampai kapan mimpi buruknya ini akan usai, hingga seorang wanita cantik dengan jas dokter kebanggaannya, menghampiri Nata.
"Nata, sudah siap?" Yang ditanya hanya mengangguk.
Nata berdiri dan membuntuti dokter cantik itu, memasuki sebuah ruangan dengan berbagai alat-alat medis.
"Nata, pakai dulu ini!" Seperti biasa Nata sudah tau, apa yang harus di lakukannya di ruangan ini.
Ia memakai pakaian rumah sakit dan bersiap menjalani hemodialisis, istilah medis untuk menyebut, apa itu cuci darah.
"Sudah siap, kan?" Nata menggeleng.
Dokter Resti, dokter yang sudah menanggani Nata sejak setahun lalu, mulai dari divonis gagal ginjal, sampai akhirnya, lima bulan lalu, Nata, diharuskan menjalani hemodialisis, karena penyakitnya sudah mengalami stadium akhir gagal ginjal, dimana ginjalnya sudah tidak mampu lagi menjalankan fungsi normalnya.
"Seperti biasanya, kamu pasti bisa, kuatkan diri kamu, ya, semangat Nata. Kami dan Ayah kamu sedang berusaha mencarikan, pendonor." Keduanya sama sama mengurai pelukan.
Nata menarik napas panjang, lalu menghembuskannya, ia kagum melihat dokter Resti ini, masih muda dan sudah sangat hebat, Nata juga mau menjadi sepertinya jika bisa.
Dokter Resti mulai memeriksa kondisi Nata, mulai dari tekanan darah dan lainnya, setelah dipastikan aman, mesin pencuci darah disiapkan.
Nata meringis, merasakan sebuah jarum menusuk lengannya, rasanya perih dan menyakitkan, bahkan, jarum yang menusuknya dua kali seminggu itu sampai meninggalkan bekas.
Nata jadi ingat, cuci darah pertamanya begitu menyakitkan, ingatannya bahkan terganggu dan seperti orang linglung. Namun, setelahnya sudah tak sesakit dulu.
Dokter Resti tersenyum manis, ia mengambil remot dan menyalakan televisi di depan Nata.
"Rileks saja ya, santai tapi jangan banyak bergerak, mengerti?" Nata mengangguk.
Televisi itu menayangkan sebuah film, berkisah tentang seorang gadis yang begitu menyukai seorang pria, tapi pria itu menolaknya karena suatu alasan, hingga pria lain datang dan memberinya cinta.
Nata tersenyum, ia amat mendukung pria kedua dan berharap sang wanita akan membukakan hatinya, tapi matanya begitu berat, ia mengantuk, proses cuci darah ini berlangsung sekitar 4 sampai 5 jam, jelas saja Nata mengantuk.
Ia memejamkan mata dan tertidur. Dokter Resti dan beberapa perawat masih mengawasinya, memastikan agar tangannya tak banyak bergerak.
Dokter Resti tersenyum tipis, sejujurnya ia bersedih melihat Nata. "Saya punya adik seumuran Nata, tapi dia laki-laki." Dokter Resti terkekeh.
"Dia pasti tampan, kan?" Dokter Resti tertawa.
"Kamu belum pernah liat, ya? Dia sering jemput aku di sini."
![](https://img.wattpad.com/cover/221630785-288-k764768.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIRIN
Teen Fiction/ Jeon Heejin with 00 and 01 Line ♪ ❝ Ini hanyalah perihal hati, yang tersesat dalam sebuah labirin,hingga tak bisa menemukan, mana rumah, yang sebenarnya adalah ...