Kafa berjalan menyusuri koridor kampusnya dengan sedikit penyesalan, pasalnya baru saja ia membentak Nata, entah rasa menysal dari mana tapi Kafa sangat merasa bersalah melihat wajah sedih itu. Kejadian itu terjadi tadi, saat Nata menghampirinya di taman kampus di dekat fakultas teknik.
Gadis cantik itu menghampirinya dengan membawa kotak bekal yang berisi banyak strawberry yang sudah di belah menjadi dua, Nata membicarakan banyak hal tentang strawberry di tangannya dengan sangat antusias, tapi bagi Kafa semuanya adalah omong kosong, dia benci strawberry.
"Legenda bilang, dalam mitologi romawi, strawberry ini simbol dari Venus, Venus itu dewi cinta, Goddess of love, dibilang simbol dari Venus karena kalau dibelah buahnya bakal berbentuk hati dan warnanya merah, merah kan simbol cinta juga, keren, kan?" Katanya yang hanya didiamkan oleh Kafa.
"Gue nggak suka strawberry."
Singkat, Nata tau itu sebuah penolakan, tetapi Nata tidak akan menyerah membuat Kafa kembali mengingatnya, namanya juga usaha. "Gue tau, tapi lo pernah makan buah ini."
"Kalau lo tau, lo nggak akan kasih buah ini di depan gue sekarang, dan gue nggak peduli sama mitologi yunani lo tentang buah strawberry. Lo selalu bilang bahwa lo pacar gue, okke gue percaya, tapi sekarang, kita putus." Kafa beranjak pergi dari duduknya, tapi dengan sekuat tenaga Nata menahan pemuda itu.
"Dengerin dulu Kaf, lo emang nggak suka strawberry, gue tau itu, tapi waktu itu lo berhasil coba, gue ngga maksa lo buat coba, tapi banyak kenangan baik dari strawberry ini." Mata legam yang kini berkaca-kaca itu membuat Kafa muak.
Kafa merebut sekotak strawberry itu dari Nata dan melemparnya ke tanah. "Sekarang ada kenangan buruknya." Air mata yang sejak tadi menunggu di pelupuk mata Nata akhirnya tumpah juga, dada Nata sesak melihat buah strawberrynya jatuh ke tanah.
Alasan Kafa melakukannya tidak sesimpel itu, beberapa minggu lalu ia melihat Nata menangis dipelukkan Aksa, dua orang yang mengaku sebagai orang penting dalam hidupnya melakukan itu di saat ia sedang kebingungan dengan alur hidupnya sebenarnya, saat itu Kafa tanpa ragu menghampiri Nata dan Aksa yang sedang berpelukan.
"Oh ini, yang katanya pacar dan sahabat gue?" Mata Kafa melirik Aksa yang tampak terkesiap. "Memang ada ya, sahabat yang meluk pacar sahabatnya?"
"Kaf, ini nggak kaya yang lo liat." Kafa tersenyum remeh.
"Udah, lo nggak perlu membela diri di depan gue, terusin aja, lupain omomgan gue." Kafa pergi meninggalkan kedua orang itu.
Kafa tak ingat apapun tapi mengapa dadanya sesak, seperti sedang benar-benar diselingkuhi, apa ia cemburu?
"Nggak, gue nggak cemburu, mereka cuma dua orang yang ngaku-ngaku deket sama gue, mereka bukan siapa-siapa gue, mungkin sesak ini cuma rasa sakit hati karena dibohongin." Kafa terus meyakinkan dirinya seperti itu sampai ia tega mengatakan hal tersebut pada Nata, tapi air mata itu tampak memilukan.
Yang sebenarnya terjadi Nata menangis dan hampir menyerah meyakinkan Kafa untuk mempercayainya, karena tidak tega Aksa memeluk gadis itu untuk menguatkannya, Kafa salah paham.
"Are you okay? Mikirin apasih?" Kana datang dihadapan Kafa dengan senyum manisnya, tangannya menyodorkan jus mangga di depan Kafa.
"Gue penasaran sama Nata, apa bener dia pacar gue?" Kana memutar bola matanya.
"Buat apasih kak mikirin hal-hal yang belum tentu bener, kalau emang dia pacar kakak, pasti ada banyak buktinya, iya kan? Lupain aja, liat yang ada di depan sekarang. Jangan terlalu percaya sama orang lain, kak, ini kesempatan buat orang jahat manfaatin lupa ingatan kakak. Bahkan orang lain itu pengen lupa ingatan buat lupain semua hal menyakitkan." Kafa mengangguk sambil menghela napas.
Kana tersenyum puas. "Ini jus mangga."
Kafa menyesap jus pemberian Kana sambil terus memikirkan, bagaimana bisa dirinya tidak mempercayai Nata tapi hatinya terluka karena kejadian beberapa pekan lalu, bahkan ia terluka melihat Nata menangis, Kafa berusaha menangkis pikiran macam itu seperti yang dikatakan Kana, tapi tidak bisa bahkan sampai saat ini wajah gadis itu selalu muncul di hadapannya.
Kafa menyibak rambutnya. "Kenapa gue nggak bisa inget, lirihnya."
"Kakak ngomong apa barusan?" Kafa menggeleng.
"Gue ada kelas, makasih jus mangganya, gue duluan ya!"
*
Kafa memarkir motornya di bagasi, senyum Resti menyambutnya, Resti tidak pernah memaksa Kafa mengingat apapun, ia takut adiknya kesakitan atau bahkan stress. Diantara semua orang yang ada, Resti adalah orang yang paling Kafa percaya, tapi Kafa tidak pernah menanyakan apa-apa soal Nata pada wanita itu.
"Mba udah masakin makanan kesukaan kamu, kamu dulu suka banget sama pasta buatan mba, ayo makan!" Kafa mengngguk.
Kafa duduk di meja makan, ia tak kunjung menyantap pasta yang menggiurkan dihadapannya, tapi ia terus menatap Resti ragu-ragu.
"Kenapa? Ada yang mau diomongin?"
"Apa bener Nata itu pacar Kafa?" Resti tertawa kecil sambil mengangguk.
"Kamu baru tanya itu? Emangnya temen-temen kamu belum ada yang kasih tau?" Kafa tertawa canggung dan kemudian menyantap pasta dihadapannya tanpa menjawab.
Ternyata Nata benar kekasihnya. "Bisa ya dia pelukan sama sahabat gue? Berarti keputusan gue udah bener buat putusin dia." Katanya dalam hati.
Kafa naik ke kamarnya, terduduk termenung di depan jendela, ia masih tak mengerti kenapa wajah menangis Nata terus membuatnya merasa bersalah, tiba-tiba saja kepalanya pening beberapa kelebat bayangan muncul dihadapannya, dibayangan itu ada Aksa sebagai sahabat baiknya, Kafa terdiam sejenak.
"Bener kata Kana seharusnya gue nggak usah cari tau, inget betapa baiknya Aksa ke gue justru bikin gue makin sakit, ternyata dia main belakang sama pacar gue. Mulai sekarang, gue nggak akan mudah percaya lagi sama orang lain."
Resti mengetuk pintu kamar Kafa, wanita itu mengantarkan teh hangat untuk adiknya, hidup bertahun-tahun bersama, membesarkan Kafa dengan segenap hatinya, Resti tentu dapat melihat keresahan di wajah Kafa, seberapa kuatnya pun Kafa menutupinya.
"Kafa, apapun yang kamu pikirin sekarang, mba harap kamu bisa tau, nggak semua yang terlihat adalah sebuah kenyataan, dan ngga semua perkataan yang diucap itu kebenaran, mba berdoa semoga ngga ada orang jahat yang bikin Kafa sedih."
"Mba Kafa pengen inget semuanya." Resti tersenyum pilu, ia mengusap pipi Kafa dan mengangguk.
"Iya dek, pelan-pelan ya, jangan terlalu dipikirin, jangan di paksain, mau jalan-jalan keluar nggak? Biar kamu nggak banyak pikiran." Kafa bangkit berdiri, meneguk teh dari Resti hingga tandas.
"Mba mau ngajak Kafa ke mana?" Katanya sembari mengenakan jaketnya, bersiap pergi.
"Jalan-jalan aja, mba ganti baju dulu kalau begitu."
-
BERSAMBUNG
SEDIH BANGET GABISA NULIS LAGI
KARENA HECTIC BANGET SAMA REAL LIFE
SEKALINYA ADA WAKTU LUANG AKU GA SEMPET NULIS
HAPPY READING SAYUNK
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIRIN
Novela Juvenil/ Jeon Heejin with 00 and 01 Line ♪ ❝ Ini hanyalah perihal hati, yang tersesat dalam sebuah labirin,hingga tak bisa menemukan, mana rumah, yang sebenarnya adalah ...