42. Kembalikan Memori!

29 9 1
                                    

"Nat gue bisa jelasin semuanya, ini sepenuhnya salah gue, lo jangan salahin mereka ya?"

"Enggak Nat, gue juga salah di sini."

Saka menghela napas. "Ini salah kita semua."

Nata menggelengkan kepala berkali-kali, merasa tak percaya atas semua yang terjadi di depan matanya. Keira menggenggam tangan Nata.

"Nata, gue jelasin semuanya ya?" Nata menepis tangan Keira dan pergi begitu saja, Nata kecewa karena semua orang turut membohonginya.

Nata pulang ke rumah, menangis sejadi-jadinya. "Kenapa? Kenapa nggak ada yang bilang kalau pacar gue sakit?!"

Nata memukuli kasurnya berontak dengan kasar dan mengacak kamarnya, Nata terduduk, napasnya memburu, akhirnya ia merasakan hal ini terjadi lagi, rasanya sama seperti saat kehilangan Naka dulu, Nata sama kacaunya seperti dulu. Nata terus bertanya dalam hatinya, mengapa ia selalu kehilangan seseorang yang ia sayang?

Suara ketukan pintu seolah tak di dengarnya, Nata masih menatap kosong wajahnya di pantulan cermin. Dirinya sangat menyedihkan.

"Nata sayang, ada teman-teman kamu datang." Samar-samar Nata mencengar suara ayahnya, perlahan meski dengan langkah lemah Nata menghampiri pintu.

"Ayah, Nata mau sendiri, bisa minta tolong suruh mereka pulang, yah?" Adrian nampak bingung, terdengar suara pintu Nata di kunci dari dalam, Adrian turun, ia tak ingin mengangu Nata, Nata juga punya hak mengatakan hal barusan.

"Keira, Kinan dan temen-temen Nata yang lain, maaf sekali ya, Natanya sepertinya nggak mau di ganggu, apa nggak apa-apa?" Keira mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Nggak apa-apa om, kita bisa ngerti, kok." sambung Aksa.

Adrian ikut tersenyum, ia tidak tau ada masalah apa, ingin bertanya pun ia merasa tidak punya hak untuk ikut campur. Adrian memperhatikan satu-persatu wajah teman-teman Nata, tapi seperti ada seorang lagiyang kurang.

"Kafa nggak ikut?" Semuanya terdiam.

"Kafa sibuk om, ngerjain tugas dia." Kata Fahru sembari cengengesan, berpura-pura tak terjadi apa-apa.

Adrian menganguk, perkerjaanya pun menumpuk. "Om, kalau gitu kita semua pamit ya?" Adrian mengangguk.

Sepulangnya mereka Adrian naik, di depan kamar Nata ia tak  mendengar suara apapun, ia jadi mengkhawatirkan putrinya. "Sayang ayah boleh masuk, Nak?" 

Sunyi, Adrian kembali mengetuk pintu dan memanggil putrinya dengan amat lembut. "Nata, putri cantik ayah, ayah boleh—" Pintu terbuka, menunjukan Nata yang tampak kacau, Nata memeluk erat ayahnya.

"Ayah, Nata nggak mau kehilangan ayah, kalau Ayah pergi Nata bisa mati." Adrian memeluk erat putrinya.

"Sayang kok gitu?" Nata menangis kuat, yang dikatakannya benar, kalau ayahnya yang pergi Nata tidak akan sanggup hidup lagi, karena untuk saatini ayahnya adalah belahan jiwanya satu-satunya.

Adrian membawa Nata masuk ke dalam kamar putrinya itu. Masih berusaha menenangkan putri kecilnya itu, mengusap lembut punggung anak gadisnya.

"Just tell me little girl."

"Kafa kecelakaan dan lupa ingatan, dan temen-temen nggak ada yang bilang ayah." kata Nata lemah, suaranya bergetar terdengar begitu rapuh.

Adrian mengerti kenapa Nata bersikap seperti tadi. "Sayang, kamu tenagin diri dulu." Adrian memberikan anaknya minum, Nata meminum sedikit air pemberian Adrian.

"Ayah tau bagaimana perasaan kamu sayang, kamu sedih dan kecewa, benar, kan?" Nata mengangguk. Adrian paham benar, atas kekecewaan Nata, kehilangan berulang, dan di bohongi adalah perpaduan yang sangat menyakitkan.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang