41. Memori Yang Hilang

37 11 2
                                    

Aksa pemuda berwajah blasteran dengan senyum cerahnya berjalan menelusuri lorong rumah sakit, di temani sahabatnya Fahru dan Keira. Kafa sudah berhasil melewati masa kritisnya, saat ini Kafa sudah dipindahkan ke kamar rawat biasa dan boleh di jenguk siapapun. Meskipun belum sadar, tapi berita itu cukup membahagiakan.

Mereka bertemu Resti di depan pintu masuk. Resti tersenyum tipis melihat teman teman Kafa.

"Mba, Kafa gimana?"

"Syukurlah, Kafa sudah sadar tadi—"

"Syukurlah, kita seneng banget dengernya."

"Mba, kita mau jenguk Kafa ya?" Resti ragu, tapi kemudian mengangguk setelah melihat semangat ketiga muda mudi itu, dan lebih memilih mengekori mereka. Di dalam nampak Kafa yang sedang melamun dan terkejut akan kehadiran mereka.

"Kaf, kita bersyukur banget lo udah sadar, gimana keadaan lo sekarang? Mana yang sakit?" cerocos Fahru.

"Ru, dia baru sadar beberapa jam lalu, lo udah berisik aja nanya, nanya!" kata Aksa.

"Tau nih, Kita seneng banget lo udah sadar sekarang, lo cepet sembuh ya, Kaf, nggak asik ngga ada lo." Kafa masih diam.

"Kaf pusing, ya?"

"Kalian siapa?" Ketiganya kompak melirik Resti yang sedang mencoba untuk menguatkan dirinya.

"Jangan bercanda Kaf, lo baru sembuh dah ngajak bercanda aja, gue Aksa sahabat lo!"

Kafa menggeleng. "Bisa jangan ganggu dulu? Kepala saya pusing." Kafa menidurkan badannya, membelakangi mereka.

Keira menghampiri wanita kepala tiga yang sangat cantik itu. "Mba?"

"Kafa lupa ingatan, dia bahkan nggak percaya aku kakaknya." Aksa yang mendengar itu, kembali melirik Kafa yang membelakanginya.

"Lupa ingatan?" Aksa memejamkan matanya erat, lalu keluar begitu saja tanpa berpamitan. Apa yang harus ia lakukan? Apa ia akan terus membohongi Nata sampai Kafa ingat lagi? Apakah bisa di jamin Kafa akan ingat semuanya dalam waktu dekat? Tidak.

Ia bersandar di dinding rumah sakit, kakinya merosot hingga terduduk di lantai. Aksa menangis, entah bagaimana ia bisa menjelaskan perasaannya saat ini, sahabatnya yang lupa ingatan, menjadi pembohong dan rasa bersalah yang kini makin bertambah bersarang di hatinya.

-

Seminggu kemudian, Kafa sudah di perbolehkan pulang, Kafa tidak ingat apa-apa, tapi dia percaya kalau Resti adalah kakaknya, setelah banyak cara dilakukan Resti untuk membuktikannya. Kafa bilang dia tidak akan percaya apapun kecuali ada buktinya.

Kini Kinan, Keira, Saka, Aksa dan Fahru juga ikut mengantar Kafa pulang, Kafa agak terganggu karena ia tak mengenal mereka semua, jadi Kafa langsung masuk ke kamarnya, kamar yang kata Resti adalah kamarnya.

Kafa masuk, sangat asing, kamarnya bersih dan rapi, tapi sangat asing untuk Kafa, ia mendekati meja belajar di samping tempat tidurnya, ia menemukan beberapa tempelan foto di dinding, ada fotonya, Fahru dan Aksa. Kafa percaya sekarang kalau mereka sahabat.

"Jadi bener yang dibilang cowok pirang itu, kalau kita sahabat." Tapi Kafa tidak terlalu memikirkannya, ia justru lebih tertarik pada buku Arsitek di mejanya.

"Arsitek?" Kafa mengulik lagi meja belajarnya.

Kafa membawa semua buku dan satu foto itu turun. "Kafa berjalan menuju ruang tamu."

"Selain dari yang ada di foto ini, silahkan pulang." Kinan dan Keira saling berpandangan.

"Kei, ayo pulang, lain kali kita ke sini lagi." Keira mengangguk mau bagaimana lagi.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang