38. SALAH FAHAM

965 68 5
                                    


"Seringkali orang terlambat menghargai sebuah ketulusan. Hingga pada akhirnya kehilangan mengiringi sesaknya penyesalan."

Kamis, 3322

*****************************

Suara gemuruh langkah kaki manusia mengawali setiap detik di hari ini. Terutama anak-anak Gannesa yang mendapat kabar bahwa Regan membawa Barga ke UKS. Bisa dipastikan seluruh otak mereka bekerja sama, dengan satu pikiran yang sama. Yaitu, untuk apa Regan menolong Barga jika pada akhirnya menghabisi Barga adalah tujuannya.

"Ini ada drama apaan lagi sih? Gak bisa gitu dunia damai sehari aja untuk bisa gue nikmatin detiknya. Bernafas lega, berjiwa tentram tanpa harus beradegan tegang macam film-film action," ungkap Tedi, kemudian ia menyeka keringat di dahinya.

"CBL, CBL, CBL. Cape bangeut loch!" lanjut Tedi

"BBL, BBL, BBL. BACOT BANGET LOH!" jawab Gilang sambil menjitak kepala Tedi.

"Si monyet! Kepala gue udah difitrahin nih pake beras tiga leter setengah!" seloroh Tedi tak terima.

Tak ada lagi yang menggubris tingkah Tedi. Ketika mereka telah sampai di UKS, objek pertama yang mereka lihat adalah Regan. Cowok itu tengah berdiri, menyandarkan bahunya di dinding sambil menatap lekat pintu UKS.

"Gan, yang di dalem itu Barga, bukan Syra. Gausah penuh cinta gitu ah paniknya," kata Adit menyadarkan Regan.

Dari tatapan teman-temannya, Regan langsung merasakan kecurigaan mereka pada dirinya.
Wajar, Regan sendiri pun merasa ada jiwa pengecut dalam aliran darahnya. Tapi jujur, Regan sama sekali tidak bersalah melakukan hal manusiawi untuk menolong Barga.

"Apa? Tanya aja apa yang mau kalian tanya," ujar Regan sudah bisa menebak isi otak para sahabatnya.

"Kenapa, Bos? Why? Kunaon?" Tedi menyambar, tapi bibirnya langsung didorong oleh Daffa agar tidak lagi merusak suasana.

"Apa yang sebenernya terjadi tadi, Gan?" tanya Daffa, diangguki oleh yang lainnya.

"Gak ada yang terjadi," jawab Regan apa adanya.

"Kata Arvin lo mau berantem sama Barga, jadi?" lanjut Defri.

"Enggak."

"Lah terus hidung sama mulut Barga sampe berdarah-darah gitu kenapa? Kena santet?" Lagi-lagi bibir Tedi yang selalu kegatalan itu bersuara.

"Barga sakit," kata Regan.

"AMBULANCE DATANG!"

Bersamaan dengan teriakan seorang petugas rumah sakit, sebuah mobil putih dengan alarm yang terus berbunyi nyaring memasuki halaman SMA Airlangga. Kemudian pintu UKS terbuka, suara roda brankar pun turut terdengar melengkapi kepanikan siang ini.

Semua pasang mata anggota Gannesa tertuju pada Barga, kondisi cowok itu semakin parah, terbaring di atas brankar yang didorong kencang menuju ambulance, wajahnya pucat seolah tak ada lagi darah di dalam tubuhnya. Membuat siapapun ngeri melihatnya.

"Def, itu si Barga lagi sakaratul maut, ya?" bisik Tedi kepada Defri.

Defri yang sama shok nya pun menjawab dengan tak yakin. "Gak tau, Ted. Gue belum nanya."

Ditengah keramaian, Syra dan Arvin muncul tepat ketika brankar Barga melewati Regan. Sekali lagi keheningan terjadi pada saat tangan lemah Barga turun menggenggam lengan Syra hingga membuat petugas kesehatan terpaksa menghentikan lajunya.

Refleks mata Syra menatap lama Barga. Dalam situasi ini, Syra seakan terhipnotis oleh pikirannya sendiri. Bagaimana bisa keadaan Barga sekacau ini? Apakah Regan benar-benar ingin mengakhiri hidup Barga? Apa yang Regan lakukan pada Barga? Dan pertanyaan-pertanyaan mencurigai Regan terus berputar di otaknya.

REGAN'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang