Satu titik, Tiga panah

2.3K 345 68
                                    

Rose mengerjapkan matanya, menyesuaikan penglihatannya dengan silaunya cahaya yang masuk ke penglihatannya.

Rose terkejut menyadari ia tertidur di meja, ia edarkan pandangannya mencoba mencari tahu ini dimana.

Ah perpustakaan sekolah, rose tersenyum tipis merutuki kebodohannya. Mungkin nyawanya belum terkumpul.

Alisnya berkerut mengingat ia memiliki janji dengan sahabatnya, ia buru-buru melihat jam dan merapikan buku-buku perpustakaan yang merupakan tugas hukuman dari Mrs. Boa karena tertidur lagi di mata pelajarannya.

Dengan langkah terburu-buru rose menuju taman belakang sekolah di sudut taman yang sepi ia bisa melihat ada seorang pemuda yang memiliki bahu tegap membelakanginya.

Rose mengulas senyum lalu dengan tengil mengejutkan pemuda itu.

"WOY!"

Pemuda itu terjengkit kaget namun dengan cepat ia menguasai dirinya.

Rose tertawa melihat ekspresi kaget pemuda di depannya namun ia segera menyadari bahwa ada yang tak beres melihat perbedaan reaksi pemuda itu.

"Kenapa? Ada yang salah?" Tanyanya.

Pemuda itu menundukkan kepalanya tak berani menatap rose, "gue..gue harus gimana rose?"

Bahu tegap pemuda itu merosot, dari raut mukanya rose bisa paham bahwa ini sesuatu yang serius.

"Gimana apanya? Pelan-pelan ceritanya, gue nggak paham kalau Lo cerita setengah-setengah gini"

Pemuda itu meraih tangan kiri Rose dan digenggamnya erat, ia memejamkan matanya berusaha memberanikan diri berbicara.

"Gue harus gimana rose???? Jiho....jiho hamil" ucapnya dengan pelan.

Kedua mata rose membulat, ia lepaskan genggamnya pada pemuda itu dan menarik wajah pemuda itu agar mendongak menatapnya.

"Lo...serius?"  Tanya rose, ia mencoba mencari kebenaran dari kedua mata pria berparas tampan itu.

Sial,

Sorot mata gelisah dan takut itu cukup meyakinkan dirinya.

Tangan rose terhempas ke bawah, ia lemas.

"Rose maaf, gue juga nggak ta-"

"Lo tau, Lo tau semuanya akan begini. Jiho sepupu gue, Lo Taukan seberapa berharganya dia buat gue?! Kita bahkan udah kayak anak kembar. Dan Lo...Lo dengan brengseknya..."

"Rose maaf"

Hening menyelimuti mereka beberapa saat, rose tak sanggup lagi memikirkan bagaimana keadaan selanjutnya.

"Kita...bakalan gimana jae?"

"Lupain aku se, jauhin aku, tinggalin aku"

~~

Rose membuka matanya diikuti deru nafas terengah-engah, ia mencengkram erat selimutnya dan perlahan bangkit untuk duduk.

Ia menyentuh pipinya yang berair

Lagi,

Setiap tengah malam ia akan terbangun paksa dengan mimpi-mimpi tentang memori masa lalu yang ingin ia kubur paksa.

Bertahun-tahun rose mencoba mengubur satu persatu memori itu.

Namun seperti menggali kubur untuk dirinya sendiri, bukannya lupa ia justru ikut terkubur ketika ia berusaha mengubur memorinya.

We (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang