Kejadian ini dialami oleh tetanggaku, sebut saja namanya Kang Bejo dan Yu Darmi, sepasang suami istri yang memiliki tanah garapan di area Tegal Salahan. Saat itu di penghujung musim kemarau mendekati musim penghujan, atau kami biasa menyebutnya mangsa labuh.
Seperti biasa, sebagai seorang petani, pada musim musim ini adalah musim yang paling sibuk untuk para petani. Mereka mulai menyiapkan tanah garapannya agar siap ditanami saat musim penghujan nanti tiba. Begitu juga dengan Kang Bejo. Ia mulai sibuk mencangkul dan membersihkan tanah garapannya yang berada di area Tegal Salahan.
Kang Bejo ini termasuk seorang petani yang rajin. Pagi pagi buta ia sudah berangkat ke ladang, siang hari ia pulang untuk sekedar makan dan istirahat sebentar, untuk selanjutnya kembali ke ladang hingga saat senja menjelang baru kembali pulang. Kadang Yu Darmi, sang istri, juga ikut membantu bekerja di ladang.
Seperti siang itu, matahari baru saja sedikit bergeser ke arah barat. Tapi Kang Bejo sudah siap dengan cangkul dan sabitnya. Juga caping anyaman bambu yang bertengger di atas kepalanya, siap melindunginya dari sengatan matahari musim kemarau yang menyengat. Tak lupa ceret berisi air putih untuk persediaan minum jika nanti haus di ladang. Juga bungkusan plastik kumal berisi rembakau rokok tingwe tak lupa ia selipkan di saku celana komprangnya.
Dengan langkah yang gagah Kang Bejopun berangkat bersama dengan beberapa tetangga yang lain menuju ke ladang mereka masing masing. Sesekali mereka mengobrol dan bersendau gurau di sepanjang perjalanan.
Yu Darmi sendiri tak ikut ke ladang hari itu. Perempuan berkulit hitam manis itu sibuk mengurusi gaplek yang mereka jemur di halaman rumah mereka yang luas. Hari memang panas san terik. Tapi dari arah selatan sana mulai nampak mendung hitam menyelimuti puncak bukit seribu. Sepertinya musim penghujan memang akan segera tiba.
Yu Darmi memilih dan memilah gaplek gapleknya yang sudah kering untuk dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung. Sudah lumayan banyak yang kering, siap untuk dijual ke pasar besok.
Yu Darmi tersenyum, membayangkan uang yang akan ia dapat dari hasil penjualan gaplek gaplek itu. Namun senyumnya menghilang seketika, saat melihat awan hitam dari arah selatan bergulung gulung bergerak mendekat kearah desa, disertai kilatan cahaya petir dan suara guruh yang menggelegar. Sepertinya hujan benar benar akan turun.
Yu Darmi berteriak memanggil Danang, anaknya, untuk membantunya membereskan gaplek gaplek yang dijemur agar tidak sampai kehujanan. Dan benar saja, belum selesai emak dan anak itu dengan pekerjaannya, hujanpun mulai turun. Awalnya hanya gerimis rintik rintik, lalu berubah menjadi hujan lebat disertai kilatan petir yang menyambar nyambar dan angin yang bertiup kencang. Hujan badai!
Yu Darmi resah. Bukan karena gaplek gapleknya yang sebagian tak terselamatkan dan kembali basah tersiram hujan. Tapi ia mengkhawatirkan sang suami yang tak kunjung pulang.
Berbahaya berada ditengah ladang terbuka di tengah hujan badai begini. Meski di ladang ada gubuk sederhana yang memang sengaja dibuat untuk istirahat sejenak saat lelah bekerja di ladang, namun ditengah hujan badai seperti ini, gubuk itu tak sepenuhnya bisa dijadikan tempat untuk berlindung.
Lima menit, sepuluh menit, sampai limabelas menit Yu Darmi menunggu, namun sang suami tak kunjung pulang juga. Yu Darmi semakin resah. Akhirnya perempuan itu memutuskan untuk menyusul sang suami.
Dengan berbekal dua buah payung, perempuan itu nekat berjalan menerobos derasnya hujan. Rasa khawatir akan keselamatan sang suami mengalahkan rasa takutnya saat melintasi tempat angker Tegal Salahan di tengah derasnya hujan.
***
Duapuluh menit sebelumnya di tengah ladang, Kang Bejo menghentikan sejenak kesibukannya. Siang yang terik tiba tiba berubah menjadi redup. Awan hitam bergulung gulung seolah berusaha menelan keangkuhan sang mentari yang bersinar garang. Lalu, gerimispun mulai turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory