Short Story Kedhung Jati 1 : Selasa Kliwon (Bag. 3)

505 58 3
                                    

Bagai maling dikejar anjing, Mas Toni dan Mas Yudi berlari secepat yang mereka bisa, menempuh jarak hampir dua kilometer dari tempat pemakaman kembali menuju ke rumah Mbah Madi almarhum. Baju yang kotor karena sempat beberapa kali terpeleset dan jatuh bergulingan di jalanan licin berlumut tak mereka hiraukan lagi. Pun demikian dengan gerimis yang semakin menderas yang membasahi sekujur mereka. Yang ada di pikiran mereka hanyalah bagaimana caranya agar bisa cepat kembali ke rumah Mbah Madi.

"Woy! Tungguin Cuk! Cepet banget larimu!" Mas Yudi yang tertinggal agak jauh dibelakang Mas Toni berteriak gusar.

"Cepetan! Makanya punya badan jangan gendut gendut! Biar bisa lari cepet!" Bukannya nungguin, Mas Toni justru mempercepat larinya.

"Wedhus!" Mas Yudi mengumpat, disela deru nafasnya yang kembang kempis.

"Hahahaha...!!!" Edan! Ditengah suasana teror yang menakutkan itu Mas Toni masih sempat mentertawakan Mas Yudi.

Akhirnya, setelah hampir dua kilometer mereka berlari, merekapun sampai kembali di rumah Mbah Madi. Orang orang yang melihat kedatangan mereka dengan keadaan basah kuyup dan bermandi lumpur tentu saja keheranan.

"Kenapa kalian? Kenapa bisa sampai njedindhil begitu?" Tanya Pak RT.

"Ngggg..., nganu Pak! Gawat! Ada..., ada makam yang pindah ke tengah jalan," Mas Toni menjawab dengan nafas terengah engah.

"Ngawur kamu! Mana ada makam kok bisa pindah ke tengah jalan!" Mbah Mo, laki laki tua warga Kedhung Jati yang dikenal nyentrik yang kebetulan juga hadir disitu nyeletuk.

"Beneran Mbah! Sumpah mati disamber geledek kalau saya bohong! Ada makam yang pindah ke tengah jalan, tepat di depan gerbang pemakaman! Lengkap dengan batu nisannya segala! Kami melihat dengan mata kepala kami sendiri Mbah!" Seru Mas Yudi.

"Kalian salah lihat kali," kata yang lain.

"Kalau ndak percaya, ayo sama sama kita lihat ke kuburan sana! Dikasih tau kok ngeyel!" Mas Toni yang mulai kesal bersungut.

"Aneh aneh saja kalian ini! Ya sudah, kalian mandi dan ganti baju dulu sana. Nanti masuk angin malah bikin repot jadinya. Soal apa yang kalian lihat itu, biar saya tanyakan ke Pak Modin," sela Pak RT.

"Ndak jadi ijab qabul Pak?" Tanya Mas Yudi.

"Sudah malam. Ijab qabulnya ditunda sampai besok pagi," jawab Pak RT.

"Wah, ndak jadi makan makan dong kita," ujar Mas Toni.

"Cah edan! Habis ketemu setan kok masih sempet sempetnya mikir soal makan makan. Sudah sana, pulang dan mandi sana!" Hardik Pak RT.

Mas Toni dan Mas Yudipun akhirnya pulang untuk sekedar pulang dan ganti baju. Tak lama, mereka telah kembali dengan pakaian kering dan bersih.

"Beneran kalian lihat makam ditengah jalan?" Pak Modin langsung menginterogasi mereka.

"Iya Pak. Tadi pas sampai di pemakaman kan hari sudah gelap. Udah gitu gerimis lagi. Kamipun lalu menyalakan senter. Dan begitu sorot senter saya arahkan kedepan, tepat di tengah jalan, pas di depan gapura makam, ada kuburan lengkap dengan batu nisannya Pak," jelas Mas Yudi.

"Kalian sudah cek apakah itu makam beneran atau bukan?" Tanya Pak Modin lagi.

"Awalnya ingin kami cek Pak, tapi...."

"Tapi apa?"

"Pas kami mau mendekat, tiba tiba ada petir menyambar. Karena kaget kami langsung lari Pak," jawab Mas Toni.

"Dasar penakut!" Celetuk salah satu warga yang ikut mendengar percakapan itu, membuat Mas Toni dan Mas Yudi kompak melotot ke arah si pemilik suara.

"Apa ndak sebaiknya kita lihat kesana saja Dul?" Sela Mbah Mo. Berbeda dengan warga lain yang tak mempercayai cerita kedua pemuda itu, Mbah Mo yang sudah tua dan sarat akan pengalaman itu punya pemikiran lain. Pemakaman desa itu memang dikenal angker. Dan bukan mustahil kalau ternyata apa yang diceritakan oleh Mas Toni dan Mas Yudi itu benar adanya.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang