Part 17 : Mbah Gabug

757 66 8
                                    

Nama aslinya Mbah Sinem. Tapi kebanyakan orang memanggilnya Mbah Gabug, karena ia memang gabug (=mandul, bhs. Jawa), tak memiliki anak sama sekali. Suaminyapun sudah lama meninggal. Jadilah ia tinggal seorang diri di rumah sederhana yang berada di tengah tengah desa.

Perawakannya kurus kecil, rambutnyapun telah memutih semua, karena usianya memang sudah hampir menginjak tujuh puluh tahunan. Meski begitu, fisiknya masih sangat kuat. Sehari hari ia bekerja di sawah atau ladang milik warga yang membutuhkan tenaganya, dengan upah sekedarnya. Cukup untuk menyambung hidupnya yang sebatang kara.

Pendengarannya sudah jauh berkurang. Sehingga kalau berbicara dengannya harus dengan setengah berteriak. Itupun terkadang harus diulang ulang karena ia belum jelas mendengar apa yang kita teriakkan.

Meski perempuan, tapi Mbah Gabug ini memiliki kebiasaan yang agak unik. Ia seorang pecandu rokok tingwe nomor wahid. Sangat jarang bisa menemui nenek ini tanpa adanya lintingan tembakau di sela sela jarinya. Di kantongnyapun selalu ada slepen, tempat khusus untuk menyimpan tembakau dan beraneka perlengkapan untuk meracik rokok tingwe.

Mbah Gabug adalah sosok yang baik dan ramah. Meski kalau diajak ngobrol sering nggak nyambung, karena pendengarannya yang sudah berkurang, tapi ia selalu ramah kepada semua orang. Karena itulah hampir semua warga desa Kedhung Jati sangat menyukainya.

Mbah Gabug, sosok sederhana ini juga pernah membuat desa Kedhung Jati geger. Kejadiannya beberapa puluh tahun yang lalu. Saat santer santernya isu montor pelet di desaku. Montor pelet sendiri dipercaya sebagai mobil penculik anak. Meski itu cuma isu yang tak jelas kebenarannya, dan di desaku sendiri belum pernah kejadian kasus penculikan anak oleh montor pelet ini, tapi tetap saja warga menjadi resah. Mereka selalu mewanti wanti kepada anak anak mereka agar tak bermain main terlalu jauh dari lingkungan desa. Takut kalau sampai diculik sama montor pelet ini.

Hingga suatu hari, Yu Sarni, salah seorang warga desaku, tak mendapati sang anak saat pulang dari sawah. Padahal hari sudah menjelang maghrib. Iapun segera mencari sang anak kesana kemari, menanyakan kepada semua tetangganya, siapa tahu ada yang melihat keberadaan Wulan, anaknya.

Gayung bersambut. Saat bertanya kepada salah seorang tetangganya yang juga memiliki anak seusia Wulan, ia mendapat informasi dari Lilis, anak tetangganya itu, bahwa tadi ia memang bermain bersama Wulan ke Tegal Salahan. Mencari kepompong katanya. Namun saat sedang asyik mencari kepompong di ladang milik salah seorang penduduk, tiba tiba datang Mbah Gabug yang mengajak Wulan pergi. Hendak diajak jalan jalan ke kota katanya. Lilis yang mau ikut, tak diijinkan sama si Mbah Gabug ini. Akhirnya Lilispun pulang sendirian. Tanpa Wulan yang telah diajak pergi oleh Mbah Gabug.

Tanpa pikir panjang, sambil menyincingkan roknya tinggi tinggi, Yu Sarnipun segera melabrak Mbah Gabug ke rumahnya. Memang sudah lama ada perseteruan antara Yu Sarni dan Mbah Gabug ini. Entah apa sebabnya. Yang jelas, sudah lama keduanya tak mau saling bertegur sapa.

"Aja ngawur kowe Ni! Ngarani uwong sak gelem'e dhewe. Gek arep tak nggo apa aku ndhelikne anakmu. 'Ra enek gunane. Malah ngrugekne aku to, wong anakmu ki panganane sak cikrak amoh!" (Jangan ngawur kamu Ni! Menuduh orang seenaknya saja. Buat apa aku menyembunyikan anakmu. Nggak ada gunanya. Malah merugikan aku to, wong anakmu itu makannya sepengki bobrok!(maksudnya makannya banyak sekali)), begitu kilah Mbah Gabug saat Yu Sarni menanyakan soal keberadaan anaknya.

"Halah! 'Ra sah selak Mbah! Wong enek seksine kok. Kae lho, Lilis anak'e Kang Parman, mau awan golek enthung karo Wulan neng tegal'e Kang Bejo. Terus sampeyan teko ngajak lunga Wulan. Nganti saiki Wulan 'ra mulih mulih. Cah cilik ki 'ra bakal ngapusi Mbah. Gage, kene balekno anakku!" (Halah! Nggak usah mengelak Mbah. Orang ada saksinya kok. Itu lho, si Lilis anaknya Kang Parman. Tadi siang mencari kepompong bersama Wulan di ladangnya Kang Bejo, terus sampeyan datang dan ngajak Wulan pergi. Sampai sekarang Wulan nggak pulang pulang. Anak kecil nggak bakalan bohong Mbah. Ayo, sini, cepat kembalikan anakku!), Yu Sarni berteriak teriak sambil bertolak pinggang dan menunjuk nunjuk muka Mbah Gabug. Perang mulut melawan orang yang kurang pendengaran memang sangat menguras energi. Nafas Yu Sarni sampai kembang kempis menahan emosi.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang