Musim kemarau panjang. Sawah sawah di area Tegal Salahan mulai mengering. Dan sawah yang biasanya ditanami padi itupun berubah fungsi menjadi lapangan sepak bola bagi kami anak anak desa Kedhung Jati.
Meski tak jarang mendapat omelan dari para pemilik sawah, karena sawah yang telah mengering dan dijadikan lapangan bola itu tanahnya akan menjadi lebih padat dan susah digarap saat musim penghujan nanti datang, tapi kami anak anak desa tak pernah peduli. Yang kami tahu adalah kami bisa bebas bermain bola dan bersenang senang. Tak jarang justru kami yang menyalahkan dan menuduh si pemilik sawah itu pelit dan galak.
Seperti sore itu, begitu matahari condong ke arah barat, aku dan teman temanku sudah berkumpul di sawah milik Mbah Mo yang berada di Tegal Salahan. Setelah membagi kelompok dan membuat gawang dengan ranting ranting kering yang banyak bertebaran di sekitar sawah itu, peemainanpun dimulai.
Permainan berjalan seru. Kami saling menyerang dan bertahan. Sorak sorai menggema saat ada salah satu anak yang berhasil mencetak gol. Sampai pada suatu saat, aku menendang bola terlalu kencang. Alhasil, bola itu melambung tinggi meninggalkan arena permainan, dan ..., blesssss!!! Bola yang terbuat dari plastik itu sukses menancap pada ranting pohon yang berujung runcing.
"Yaaaahhhhh ...!!!" seru teman temanku serempak bernada kecewa. Bahkan Joko si pemilik bola terlihat mengomel panjang pendek, seolah menyalahkanku.
Aku yang merasa bersalah kemudian berinisiatif untuk mengambil bola itu. Sambil berlari lari kecil aku memasuki ladang milik Kang Sardi, tempat dimana bola itu tersangkut di ranting pohon.
Ternyata posisi bola itu lumayan tinggi. Mau tak mau aku harus memanjat untuk mengambilnya. Dengan cekatan kupanjat pohon lamtoro yang lumayan besar itu. Dan, Hap! Bola itupun berhasil kuraih. Sejenak kuamati bola itu. Ternyata robek lumayan besar. Tak mungkin bisa digunakan lagi.
Segera bola itu kulempar ke bawah, lalu aku merosot turun dari pohon lamtoro itu. Pada saat itulah tanpa sengaja mataku melihat ke arah sebuah pohon randhu yang berada di tengah tengah ladang Kang Sardi. Pohon randhu alas itu sangat besar, dan memiliki rongga di pangkalnya. Orang orang biasa menyebut pohon itu dengan sebutan pohon randhu growong.
Lubang dipangkal pohon randhu itu lumayan besar. Anak seusiaku bisa masuk dengan mudah ke dalam lubang itu. Tapi bukan lubang itu yang menarik perhatianku, melainkan sesuatu yang berada di dalam lubang itu. Aku yakin, benda itu adalah sebuah bola.
Dengan cekatan aku segera merosot turun dari atas pohon, lalu berlari lari kecil ke arah pohon randhu itu. Benar saja, sebuah bola plastik berwarna putih hitam teronggok diam di dalam lubang itu. Wah, rejeki nomplok nih, pikirku. Pasti ada anak yang sengaja menyembunyikan bola ini di tempat yang tersembunyi itu. Mungkin anak anak desa Kedhungsono yang juga sering main bola di sawah Mbah Mo.
"Ah, peduli amat," pikirku. Mau bola milik siapa kek, yang jelas sekarang bola ini menjadi milikku, karena aku yang menemukannya. Segera kuambil bola itu, lalu kubawa berlari kembali ke sawah sambil berteriak lantang.
"Wooooiiiii ...!!! Lihat! Aku nemu bola!" teriakku sambil menendang bola itu ke tengah sawah, yang langsung disambut oleh teman temanku.
"Wah, asyiiikkk! Bisa main lagi kita!" seru Wawan yang menyambut bola yang kutendang tadi.
"Eh, nemu dimana kamu?" tanya Joko heran.
"Di dalam lubang randhu growong!" jawabku singkat. Namun jawabanku yang singkat itu membuat semua teman temanku terkesiap. Bahkan Wawan segera menjauhkan kakinya dari bola yang kutemukan itu.
"Beneran kamu nemu disana?" tanya Bimo penuh selidik.
"Iya. Kenapa memangnya?" tanyaku heran, saat melihat ekspresi wajah teman temanku yang berubah kecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
رعبKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory