Lagi lagi ini cerita dari Mas Toni dan Mas Yudi.
Jadi, waktu itu mereka mendapat borongan kerja mencangkul di salah satu sawah milik warga. Lumayan, selesai dikerjakan dalam waktu lima hari. Setelah selesai dan menerima upahnya, seperti para pemuda kebanyakan, saat memegang uang, yang ada di pikiran mereka hanyalah bersenang senang.
Sorenya menerima upah, malamnya langsung ngelayap ke pasar kota kecamatan. Jajan sana jajan sini, nongkrong nongkrong di warung kopi, dan terakhir, sebelum pulang, mereka menyempatkan diri untuk singgah di sebuah kios yang letaknya agak terssmbunyi di belakang pasar.
Tak tanggung tanggung, empat botol anggur merah mereka borong dari kios itu. Juga beberapa bungkus cemilan, rokok, dan dua bungkus 'sate jamu' untuk teman minum mereka nanti.
Selesai berbelanja, merekapun memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang, mereka terlibat obrolan serius, menentukan tempat dimana mereka akan menikmati minuman haram tersebut.
"Di poskamling saja Yud! Biasa kan memang disana kita minum," usul Mas Toni yang duduk di boncengan sambil menenteng belanjaan. Malam itu ia memang tak membawa motor sendiri, karena motor bututnya sedang ngadat.
"Jangan disana lah! Cuma empat botol ini! Nanti kalau ada bapak bapak yang ronda, bisa bisa nanti kita cuma kebagian botolnya doang," kata Mas Yudi, menolak usulan Mas Toni.
"Kalau begitu, di rumahmu saja Yud, kan sepi tuh, secara rumahmu letaknya di pinggiran desa," usul Mas Toni lagi.
"Ah, kamu ini! Kalau usul mbok ya yang sedikit cerdas gitu! Minum di rumahku, sama saja itu kita cari mati! Kamu mau digantung hidup hidup sama emakku?" bantah Mas Yudi.
"Lha terus dimana dong?" tanya Mas Toni.
"Tenang! Aku tau tempat yang tepat untuk minum. Tempatnya sepi dijamin aman deh, ga bakalan ada yang ngerecokin," kata Mas Yudi.
"Ya udah, terserah kamu saja deh, yang penting kita bisa pesta malam ini," kata Mas Toni.
Mas Yudipun segera memacu sepeda motor tuanya membelah jalanan desa yang sudah mulai sepi itu. Pos ronda mereka lewati begitu saja, tanpa menyapa bapak bapak yang sedang ronda.
Sampai di ujung selatan desa, tepatnya sebelum turunan jalan Tegal Salahan, Mas Yudi membelokkan laju motornya ke arah timur, melewati tanggul saluran irigasi yang cukup lebar untuk dilalui motor, lalu berbelok lagi memasuki ladang milik Kang Sukir.
Mas Yudi lalu menghentikan motor bututnya, turun dari atas sadel, dan mendorong motor tua itu ke arah gubuk yang berada di tengah tengah ladang itu.
"Disini kita mau minum?" tanya Mas Toni agak ragu.
"Iya! Kenapa memangnya? Kamu takut?" ujar Mas Yudi sambil memasuki gubuk tanpa dinding itu.
"Bukannya takut, tapi kita kan mau minum. Kalau nanti kita sampai teler gimana? Masa mau tepar di tempat seperti ini sampai pagi?" Mas Toni mengikuti langkah Mas Yudi memasuki gubuk itu.
"Alah, kamu ini, kayak nggak pernah minum saja. Masa minum cuma empat botol buat berdua saja sampai teler sih! Sudah sini, cepat dibuka itu botolnya," seru Mas Yudi sambil duduk diatas balai balai bambu yang memang ada di dalam gubuk itu.
Mas Tonipun segera ikut duduk, lalu membuka kantong plastik yang sejak tadi ditentengnya. Botol dibuka, anggurpun dituang. Sambil minum mereka asyik mengunyah potongan potongan daging sate jamu yang tadi mereka beli. Tak lupa cemilan dan rokok juga mereka nikmati bersama dengan minuman haram tersebut. Benar benar pesta besar mereka malam itu.
"Buk!" sedang asyik asyiknya mereka minum, Mas Yudi merasakan ada yang memukul punggungnya.
"Eh! Jangan iseng dong Ton!" hardi Mas Yudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory