Part 10 : Wedhon

901 79 1
                                    

Malam itu, Mbah Mo mendapat giliran jatah lep (mengairi sawah). Disaat musim kemarau seperti ini, kegiatan lep ini memang sengaja digilir, untuk mencegah perebutan air antar para petani.

Musim kemarau memang masa masa yang sulit untuk kaum petani. Sangat sulit untuk mendapatkan air guna mengairi sawah sawah mereka. Air yang mengalir di kalen (saluran irigasi) sangatlah kecil, bahkan kadang tak ada sama sekali. Tak heran kalau terkadang ada petani yang cekcok perang mulut, bahkan sampai baku hantam hanya gara gara rebutan air untuk mengairi sawah. Karena itulah akhirnya kegiatan lep ini digilir. Setiap pemilik sawah mendapat jatah sehari setiap seminggunya.

Jam dua malam, Mbah Mo sudah berada di dam (bendungan) kali Bagor. Dari dam inilah air dialirkan ke kalen, untuk kemudian dialirkan ke sawah sawah milik para petani.

Kegiatan lep ini memang dimulai semenjak malam hari. Selain karena jarak dari dam ke sawah para petani lumayan jauh, juga karena jumlah debit air lebih banyak saat malam hari. Tak ada air yang menguap percuma terkena sinar matahari. Ditambah lagi sawah sawah milik para petani di desaku rata rata lumayan luas. Kalau tidak dimulai semenjak malam hari, takutnya nanti tidak semua petak petak sawah bisa teraliri air.

Dengan teliti Mbah Mo mulai menyusuri kalen, membersihkan sampah dedaunan dan rerumputan yang bisa menghambat aliran air, menutup saluran air yang menuju ke sawah sawah milik orang lain, dan juga memeriksa setiap jengkal pematang kalen, menyumbat lubang lubang sarang yuyu (kepiting sawah) dengan tanah liat. Lubang lubang sarang yuyu ini membuat air bocor dan mengalir ke sawah orang. Bisa berabe kalau tidak disumbat.

Selain itu juga ada satu hal lagi yang perlu Mbah Mo teliti, yaitu lubang lubang 'siluman' yang sengaja dibuat orang untuk mencuri air jatah orang yang sedang lep dan dialirkan ke sawah mereka. Memang, meski jatah lep sudah digilir, namun masih ada saja yang berbuat curang dengan membuat lubang lubang rahasia untuk mencuri air. Biasanya lubang lubang seperti ini dibuat di tempat yang tersembunyi, jadi Mbah Mo harus ekstra teliti.

Sesekali Mbah Mo menyempatkan untuk beristirahat, duduk di pematang kalen untuk sekedar melinting rokok tingwe dan mengendurkan otot otot kakinya yang pegal. Usianya yang tak lagi muda membuat tenaganya tak sekuat dulu lagi.

Habis rokok tingwe sebatang, Mbah Mo kembali melanjutkan aktifitasnya. Menyusuri dan membersihkan kalen dari sampah dan rerumputan.

"Djanc*k! Malah nemu gedhang goreng!" (Sial! Malah nemu pisang goreng!) gerutu laki laki tua itu saat meraup sejumput rumput yang berada di tengah kalen. Ada benda lunak berwarna kekuningan dengan bau menyengat yang ikut terpegang olehnya.

Segera dibuangnya rumput itu ke atas pematang kalen, lalu diciumnya tangan yang tadi digunakan untuk mengambil rumput.

"Cuk! Mambu ta*!" ( bau kotoran manusia!) sungutnya sambil mengernyitkan hidung dan mencuci tangannya.

Sudah menjadi hal yang wajar di desa itu kalau orang masih suka buang hajat sembarangan, terutama di saluran irigasi. Dikarenakan memang masih sangat jarang ada warga yang memiliki kakus.

Kembali Mbah Mo melanjutkan pekerjaannya. Sorot senternya menerangi langkah kaki tuanya menyusuri setiap jengkal pematang kalen yang dilaluinya.

Tiba tiba langkah Mbah Mo terhenti, lalu buru buru mematikan lampu senternya. Di sana, di arah depan, beberapa meter dari tempat Mbah Mo berdiri, nampak sesosok bayangam hitam duduk berjongkok di atas wot (titian dari bambu yang dibuat melintang diatas saluran irigasi, biasanya dipakai orang untuk menyeberangi saluran irigasi).

"Kecandhak kowe saiki!" (ketahuan kamu sekarang), gumam Mbah Mo memungut sebongkah tanah kering, lalu mengendap endap mendekati sosok itu.

"Brug!" setelah dekat Mbah Mo melempar bongkahan tanah kering yang dibawanya ke dekat sosok itu.

"Djanc*k! Sopo he ...?!" (Sialan! Siapa he?!) teriak sosok itu, yang ternyata adalah orang yang sedang buang hajat.

"Brug ...! Brug ...! Hihihihi ...!!!" kembali Mbah Mo melempari orang itu dengan bongkahan tanah kering, sambil tertawa mengikik, menirukan suara tawa kuntilanak.

"Whuaaaasssuuu ...!!! Dhemit edan ...!!!" sontak orang itu lari tunggang langgang tanpa sempat menaikkan celananya lagi.

"Hehehe ..., rasakno kowe! Wong ngising kok sembarangan!" (rasain kamu! Orang buang hajat kok sembarangan!) Mbah Mo terkekeh menaham tawa, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Belum lama Mbah Mo berjalan, langkahnya kembali terhenti. Senternya disorotkan ke rerumputan di depannya. Seekor ular sebesar jempol kaki orang dewasa dengan tubuh belang hitam kuning nampak merayap menyeberangi pematang kalen.

"Wah, enek oyot liwat. Untung ra kepidak," (Wah, ada akar lewat. Untung nggak sampai terinjak) gumam Mbah Mo lagi, membiarkan ular itu lewat, baru ia kembali meneruskan langkahnya. Ular belang hitam kuning seperti itu memang sangat berbisa. Bisa bahaya kalau sampai terinjak dan menggigit.

"Miaaawww ...! Miaaawww ...!" lagi lagi langkah Mbah Mo harus terhenti, saat terdengar suara kucing mengeong. Ia menyorotkan senternya ke arah sumber suara itu.

Nampak seekor anak kucing yang nampak bersusah payah berusaha naik ke atas pematang kalen. Sepertinya anak kucing itu tak sengaja tercebur ke kalen, dan tak bisa naik kembali. Bulu bulu halus anak kucing yang berwarna putih itu nampak basah, dan tubuh kecilnya menggigil kedinginan.

"Wah, kasihan sekali kamu, puussss...! Puuussss...! Puussss...!" Mbah Mo mengangkat anak kucing itu, lalu menggendongnya. Ia berniat membawa pulang anak kucing yang malang itu. Selain karena merasa kasihan, cucu kesayangannya di rumah juga sudah lama ingin memelihara seekor kucing.

Laki laki tua itupun kembali melangkah. Hingga saat pagi hampir menjelang, sampailah ia di sawah miliknya. Ia tersenyum puas sambil mengedarkan sorot senternya ke seluruh penjuru sawahnya. Beberapa petak sawahnya sudah tergenangi air. Dari kalen, air mengalir deras masuk ke sawahnya.

Setelah cukup puas memeriksa setiap penjuru sawah miliknya, laki laki tua itupun memutuskan untuk pulang sejenak. Sekedar menikmati segelas teh panas dan sarapan yang sudah disiapkan oleh sang istri di rumah, sebelum nanti akhirnya kembali lagi ke sawah untuk melanjutkan pekerjaannya.

Sambil menggendong anak kucing yang tadi ditemukannya, Mbah Mo berjalan santai menyusuri jalanan berbatu yang menuju ke arah desa.

"Penak'eeeee ...! Adhem adhem kok dikeloni!" (enaknyaaaa ...! Dingin dingin kok dikeloni) sebuah suara kembali menghentikan langkah Mbah Mo. Suara seorang perempuan. Kakek tua itu celingak celinguk mencari sumber suara. Kedengarannya begitu dekat, tapi ia tak menemukan seorangpun yang berada di sekelilingnya.

"Penak',eeeee ...! Adhem adhem kok dikeloni!" kembali suara itu terdengar. Dan kembali Mbah Mo celingak celinguk mencari si pemilik suara. Tak ada siapa siapa.

"Penak'eeee ...! Adhem adhem kok dikeloni!" Deg! Mbah Mo sadar, ada sesuatu yang tak beres. Seiring dengan terdengarnya suara itu, ia merasa bahwa anak kucing yang digendongnya terasa semakin berat.

Laki laki tua itu melirik anak kucing yang digendongnya. Benar saja, anak kucing yang tadinya kecil, imut, dan lucu itu kini telah berubah menjadi sedikit besar, sebesar induk kucing dewasa.

"Penak'eeee ...! Adhem adhem kok dikeloni!" Dan benar. Suara itu berasal dari kucing yang digendong oleh Mbah Mo. Sontak laki laki tua itu membuang anak kucing yang digendongnya itu, yang semakin membesar dan terus membesar, menjadi sebesar anjing, lalu membesar lagi menjadi sebesar sapi, sebesar kerbau, sebesar gajah, sebesar dinosaurus, dan terus membesar, membesar, dan membesar.

"Djanc*k...! As*...! Jaran ...!!!" tak kirain anak kucing! Jebul (ternyata) Wedhon!" laki laki tua itupun lari tunggang langgang, meninggalkan makhluk yang terus semakin membesar dan membesar itu.

"Hihihihihi ...!!!" tawa makhluk itu menggema, sebelum sosok yang telah berubah menjadi mengerikan itu lenyap begitu saja tanpa meninggalkan bekas.

*****

Ket :
Wedhon : sejenis makhluk halus yang bisa menyamar menjadi apa saja, biasanya menjadi binatang binatang lucu dan imut yang biasa dipelihara oleh manusia, seperti ayam, kucing, dll, dan bisa membesar sampai ukuran yang tak terhingga.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang