Part 22 : Yu Sunthi Jadi Kunti (Katanya)

717 66 9
                                    

Banyak orang yang bilang, kalau seorang perempuan meninggal saat sedang melahirkan, maka arwahnya tidak akan tenang dan bergentayangan menjadi kuntilanak atau sundel bolong. Entah benar atau tidak, tapi di desaku dulu pernah ada kejadian yang seperti ini.

Sebut saja namanya Yu Sunthi. Beliau ini adalah tetanggaku. Dan seperti yang aku ceritakan diatas, beliau meninggal saat sedang melahirkan anak ketiganya.

Ada kisah pilu dibalik meninggalnya Yu Sunthi ini. Dimana, saat beliau sedang hamil, di saat itu pula ia mengetahui perselingkuhan Kang Marto, suaminya, dengan Yu Senuk, janda beranak satu yang tak lain adalah tetangganya sendiri..

Sedikit gila memang, berselingkuh dengan tetangga yang rumahnya nyaris bersebelahan, di saat sang istri sedang hamil pula. Tapi begitulah kenyataannya.

Sejak mengetahui perselingkuhan sang suami, Yu Sunthi mengalami guncangam jiwa yang sangat hebat. Namun perempuan yang memang dikenal pendiam dan penurut itu hanya memendam perasaannya dalam hati. Tak pernah sekalipun ia mengungkit ungkit masalah perselingkuhan sang suami. Bahkan saat bersua dengan Yu Senukpun, yang sudah jelas jelas kelihatan berselingkuh dengam sang suami, Yu Sunthi masih tetap bersikap ramah dan saling bertegur sapa.

Namun, sepandai pandainya ia menyimpan perasaan, toh penderitaan yang ia rasakan sangat jelas terlihat dari kondisi fisiknya. Selama mengandung, kondisi kesehatan Yu Sunthi menurun drastis. Tubuhnya terlihat swmakin kurus. Qajahnya yang biasa selalu cerah ceria kini sering terlihat pucat. Bahkan sempat beberapa kali jatuh pingsan tanpa sebab yang jelas.

Para tetanggapun mulai kasak kusuk. Mereka benyak memberi nasehat dan saran saran kepada Yu Sunthi sebagai wujud kepedulian terhadap perempuan itu. Namun, entah karena sangking cintanya kepada sang suami, atau karena sebab lain, Yu Sunthi tetap memilih untuk diam san memendam perasaan kecewanya dalam hati.

Sampai puncaknya, saat tiba waktunya untuk melahirkan, terjadilah peristiwa yang mengenaskan itu. Saat itu malam hari. Hujan deras mengguyur semenjak sore. Yu Sunthi merasakan kalau sudah saatnya ia untuk melahirkan. Iapun segera meminta sang suami untuk memanggil dukun beranak yang biasa membantu orang yang ingin melahirkan. (Di masa masa itu memang masih biasa orang melahirkan dengan dibantu oleh dukun beranak, belum banyak bidan sepwrti zaman sekarang.) Namun alih alih memanghil dukun beranak, Kang Marto justru memanggil Yu Senuk, yang tak lain adalah perrmpuan selibgkuhannya. Entah apa maksudnya, dan entah apa juga yang dilakukan oleh kedua orang itu terhadap Yu Sunthi. Yang jelas saat kondisi Yu Sunthi sudah sangat kritis dan mengalami pendaraham hebat, barulah mereka panik dan memanggil dukun beranak.

Tapi semua sudah terlambat. Sang dukun beranak memang berhasil menyelamatkan sang bayi, tapi tidak dengan sang ibu. Yu Sunthi menghembuskan nafas terakhirnya bersamaan dengan lahirnya sang bayi dari dalam rahimya.

Jerit tangis kedua anak Yu Sunthi dan tangisan sang jabang bayi mengundang perhatian para tetangga. Namun tak banyak yang bisa mereka lakukan. Mereka hanya bisa menyaksikan jasad Yu Sunthi yang telah terbujur kaku dengan tubuh membiru. Timbul bisik bisik bahwa Yu Senuk dan Kang Marto sengaja telah melakukan sesuatu pada Yu Sunthi, hingga wanita malang itu harus menghembuskan nafas terakhirnya dengan cara yang sangat mengenaskan. Tapi tuduhan hanya sekedar tuduhan, karena mereka sama sekali tak memiliki bukti ataupun saksi yang kuat, sehingga sampai saat inipun tak ada yang tau pasti apa sebenarnya yang telah diperbuat oleh kedua orang itu terhadap almarhumah Yu Sunthi.

Keesokan harinya, jenazah perempuan malang itupun dikebumikan di pemakaman desa. Dan sejak saat itu pula mulai timbul desas desus bahwa arwah Yu Sunthi yang belum bisa tenang itu bergentayangan di sekitaran desa.

Kang Samin, salah seorang tetanggaku pernah saat malam malam pulang dari jagong bayi, melihat sosok bayangan putih melayang layang di kebun samping rumah Yu Sunthi. Sontak, Kang Samin yang memang dikenal sebagai orang yang sangat penakut itu lari tunggang langgang sambil berteriak teriak minta tolong, membuat heboh warga sekampung.

Beberapa pemuda yang dikenal pemberani, setelah mendengar cerita dari Kang Samin lalu mencoba mengecek kebenaran cerita Kang Samin itu. Dan ternyata benar, bayangan putih yang melayang layang di kebun samping rumah Yu Sunthi itu masih ada. Tapi bukan sosok pocong atau kuntilanak seperti yang dikira oleh Kang Samin, melainkan karung bekas pupuk urea yang disangkutkan di ranting pohong jambu, dan terlihat bergerak gerak karena tertiup angin. Jadilah, malam itu Kang Samin menjadi bahan tertawaan orang sekampung.

Lain Kang Samin, lain pula yang dialami oleh mBah Wiro. Beliau seperti mendengar suara perempuan menangis saat malam malam lewat di depan rumah Yu Sunthi. Namun, mBah Wiro tak mengindahkan suara itu. Ia terus saja berjalan, dan baru menceritakan kejadian itu keesokan harinya.

Masih banyak lagi kejadian aneh yang dialami oleh beberapa warga saat melintas di dekat rumah Yu Sunthi, terutama saat malam hari. Ada yang katanya melihat sosok bayangan putih duduk ongkang ongkang kaki di dahan pohon jambu batu dihalaman rumah Yu Sunthi, ada yang katanya mendengar suara tangisan perempuan yang terdengar sangat memilukan, bahkan ada yang sampai dilempari pasir dan kerikil saat lewat di depan rumah itu.

Aku sendiri yang saat itu baru berusia belasan tahun, tak begitu percaya dengan cerita orang. Rumah Yu Sunthi sangat dekat dengan rumahku, bahkan nyaris berhadap hadapan. Hanya dibatasi oleh jalanan desa yang tak begitu lebar. Setiap malam, pulang dan pergi ke musholla juga aku pasti lewat depan rumahnya. Dan selama ini aku tak pernah mengalami kejadian aneh apapun seperti yang pernah diceritakan orang orang.

Hingga pada suatu malam, yang sepertinya adalah malam sialku, seperti biasa aku berjalan sendirian pulang dari musholla. Rumahku memang terletak di ujung desa. Jadi, sudah biasa bagiku untuk pulang dari musholla sendirian. Awalnya sih, dari musholla rame rame bareng sama teman teman, tapi setelah satu persatu teman temanku berbelok ke rumahnya masing masing, tinggal aku sendiri yang berjalan menuju rumahku yang letaknya paling ujung.

Saat melintas di depan rumah Yu Sunthi, tanpa sengaja aku melihat ada sosok putih berdiri mematung didepan pintu rumah itu. Seketika itu juga, timbul niat isengku. Pikirku, sosok itu adalah Mbak Asih atau Mbak Yanti, anak anak Yu Sunthi yang juga baru pulang dari musholla dan masih menggunakan mukena. Seketika, timbul niatku untuk menjahili sosok itu.

Jadi, dengan mengendap endap, aku mendekati sosok itu, bermaksud untuk mengagetkannya dari belakang. Sebagai tetangga dekat, aku memang sangat akrab dengan Mbak Asih dan Mbak Yanti. Kami sering main bersama, dan aku memang sering menjahili mereka.

Aku terus mengendap, semakin mendekat ke arah sosok yang masih berdiri mematung itu. Sepertinya sosok itu belum menyadari kehadiranku. Semakin mendekat, aku tiba tiba mencium bau harum yang agak aneh. Seperti bau wangi kapur barus bercampur dengan wangi minyak serimpi. Jelas ini bukan aroma minyak wangi yang biasa digunakan oleh Mbak Asih dan Mbak Yanti. Aku hafal betul aroma parfum yang biasa mereka gunakan.

Keanehan itu tak begitu kuhiraukan. Mungkin karena sangking semangatnya aku untuk menjahili sosok itu. Aku semakin mendekat dan mendekat, mengendap dengan kaki setengah berjinjit, hingga setelah sampai dibelakang sosok itu, kuangkat kedua tanganku tinggi tinggi, bersiap menepuk pundak sosok itu sambil berteriak untuk mengagetkannya, dan....

"Whuussss...!!!" sosok itu tiba tiba bergerak maju. Ah, bukan bergerak! Tubuhnya masih tetap diam mematung, namun melayang kedepan seperti tertiup angin, dan lenyap menembus daun pintu yang tertutup rapat itu. Benar benar menembus, tanpa menimbulkan suara sedikitpun.

Saat itulah aku baru sadar, bahwa sosok yang hendak kujahili itu bukan Mbak Asih atau Mbak Yanti. Entah apa atau siapa, aku yang waktu itu masih bocah ingusan tak begitu bisa memahaminya. Hanya rasa takut yang teramat sangat yang kurasakan saat itu, hingga tanpa pikir panjang aku segera balik badan dan lari tunggang langgang menuju ke arah rumahku yang tinggal beberapa langkah lagi.

*****

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang