"Kuntilanaakkk Mbaaahhh!" Mas Yudi mendesis dengan suara gemetaran.
"Sudah, ndak usah dihiraukan," kata Mbah Mo santai. "Dia cuma mau cari perhatian. Kalau kalian perhatikan, akan semakin senang dia. Abaikan saja selama tidak mendekati makam Mbah Madi."
"Tapi Mbah, itu...., as*! Dia nengok kemari Mbah!" Mas Yudi menunjuk makhluk itu dengan tangan gemetar, segemetar tubuhnya yang mulai dilanda rasa ketakutan. Bagaimana tidak, makhluk itu menoleh secara perlahan, memperlihatkan wajahnya yang setengah hancur dan membusuk dipenuhi belatung. Andai tak sedang bersama Mbah Mo, mungkin ia sudah lari terbirit birit kembali ke desa.
"Kan sudah ku bilang, jangan dihiraukan. Lha kok malah kalian lihatin," Mbah Mo terkekeh, namun dalam hati merasa heran juga, karena kedua pemuda yang dikenal penakut itu tak lari seperti biasanya.
Mas Yudi segera mengalihkan pandangannya dari makhluk itu, lalu menggeser posisi duduknya merapat ke arah Mbah Mo. Begitu juga dengan Mas Toni. Sambil beringsut, pemuda itu masih sempat melirik ke arah makhluk itu.
"Eh, dia berdiri Yud," bisik Mas Toni.
"Iya. Dia..., dia...., wuasssyyuuu...!!! Dia terbang Ton!" Mas Yudi tergagap, saat melihat makhluk itu melayang terbang keatas sambil tertawa mengikik.
"Khikhikhikhi...!!!" Tawa kuntilanak itu menggema dan terdengar semakin menjauh, seiring dengan sosoknya yang juga menghilang dari pandangan.
"Djianc*k! Serem banget itu tadi Mbah," gemetar suara Mas Yudi, menandakan kalau rasa takut yang dialami oleh pemuda itu belum sepenuhnya hilang.
"Iya. Untung segera pergi. Kalau ndak, bisa kacau jadinya," sambung Mas Toni.
"Heran. Kenapa orang orang didalam tenda itu diam saja ya? Apa mereka ndak mendengar suara tawa kunti tadi?" Gumam Mas Yudi heran.
"Gimana mau dengar, orang mereka semua sudah pada ngorok," sungut Mas Toni setelah mengintip kedalam tenda.
"Wedhus! Pantesan pada anteng. Dasar orang orang ndak berguna. Disuruh jaga kok malah pada tidur," gerutu Mas Yudi.
"Biarkan saja lah. Malah bagus kalau mereka pada tidur, daripada mereka ikut melihat makhluk tadi, malah bisa bikin repot nanti," kata Mbah Mo.
"Iya juga sih, mereka semua kan penakut. Tapi apa ndak sebaiknya sekarang kita bangunkan mereka Mbah? Biar bagaimanapun kan mereka yang bertanggung jawab malam ini. Lagipula, makhluk itu kan sudah pergi?" Usul Mas Toni.
"Ndak usah. Biarkan saja mereka tidur. Makhluk yang tadi memang sudah pergi, tapi apa kalian ndak nyadar kalau ada makhluk lain yang datang?"
"Apa Mbah? Dimana? Jangan nakut nakutin apa Mbah!" Hampir serempak, Mas Toni dan Mas Yudi bertanya sambil celingak celinguk kesana kemari, mencari keberadaan makhluk yang dimaksud oleh Mbah Mo.
"Tuh, lihat di pucuk pohon bambu itu," Mbah Mo menunjuk ke salah satu pucuk pohon bambu yang kebetulan tumbuh melengkung ke arah pemakaman.
Kedua pemuda itu mengikuti arah telunjuk Mbah Mo dengan ekor mata mereka. Dan keduanya pun dibuat tercekat seketika, manakala mendapati sosok putih mirip guling yang menggelantung berayun ayun di pucuk pohon bambu itu, membuat ujung pohon bambu itu perlahan melengkung dan rebah karena tak mampu menahan beban dari si makhluk.
Sialnya, rebahnya pohon bambu itu tepat mengarah ke ketiga orang yang masih duduk di tengah tengah area pemakaman itu. Dan secara otomatis makhluk yang menggelantung di pucuknya juga ikut mendarat tepat di hadapan wajah ketiganya. Hanya berjarak beberapa jengkal dari wajah mereka, hingga ketiganya bisa melihat dengan jelas wajah dari makhluk yang terbungkus kain putih kumal mirip guling itu. Wajah, yang hanya menyisakan tulang belulang dengan mata bolong dan gigi geligi meringis seolah sedang mengejek mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory