Part 32 : Pesugihan

643 53 1
                                    

Jangan pernah sekali kali berteman dengan setan, karena semanis apapun janji setan, ujung ujungnya pasti akan menyesatkan!

Sebut saja namanya Mbah Jo. Laki laki setengah baya ini merupakan warga desa Kedhungjati yang paling 'aneh' menurutku. Sosoknya yang kurang ramah, jarang bergaul, sedikit pemarah, tinggal sendirian di rumah kumuh yang tak terawat, ditambah dengan 'cacat' yang dideritanya, membuatnya agak dijauhi oleh warga desa yang lainnya. Terutama kami anak anak desa. Bahkan kami menjulukinya sebagai 'si jombie (zombie).'

Sifat dan penampilannya memang sedikit menyeramkan. Kulit di sekujur tubuhnya bersisik seperti kulit ular. Cara berjalannya sangat kaku, mirip robot. Bahkan untuk sekedar melangkahpun ia harus dibantu dengan sebatang tongkat kayu.

Bukan tanpa sebab hingga Mbah Jo sampai mengalami penderitaan seperti itu. Menurut desas desus yang beredar di tengah warga, laki laki setengah baya itu mengalami cacat yang seperti itu karena kelalaiannya sendiri. Bernafsu ingin menjadi orang kaya dengan jalan pintas, namun justru penderitaan seumur hidup yang ia dapatkan.

Jadi ceritanya, sejak dahulu Mbah Jo ini memang hidup miskin. Meski sudah berusaha keras dan bekerja membanting tulang dan memeras keringat setiap hari, namun kehidupan yang ia jalani tak jua kunjung berubah. Tetap miskin, dan serba kekurangan.

Hingga akhirnya, beliaupun gelap mata. Atas anjuran dari salah seorang temannya, ia nekat pergi ke suatu tempat keramat yang tak boleh aku sebutkan nama dan lokasinya, untuk mencari kekayaan dengan meminta bantuan setan, atau lebih tepatnya mencari pesugihan.

Singkat cerita, setelah sampai di tempat yang dituju dan melakukan ritual yang tak mudah serta penuh dengan segala godaan, keinginan Mbah Jo-pun dikabulkan oleh siluman penghuni tempat keramat itu. Tentu dengan berbagai syarat dan perjanjian yang harus dipenuhi dan tak boleh dilanggar sama sekali.

Mbah Jo tentu saja senang bukan kepalang, membayangkan kalau sebentar lagi ia akan menjadi orang yang kaya raya dan terpandang di desa Kedhungjati. Selama perjalanan pulang, wajahnya terlihat sangat ceria. Rasa lelah karena menempuh perjalanan jauh tak lagi ia rasakan. Begitu juga dengan rasa haus dan lapar karena hampir sepekan bersemedi tanpa makan dan minum di tempat keramat itu, tak lagi ia pedulikan. Yang ada dalam pikirannya hanyalah ingin cepat sampai dirumah dan menyampaikan kabar gembira ini kepada sang istri yang dengan setia menunggu kedatangannya kembali ke rumah.

Hampir dua hari dua malam Mbah Jo berjalan tanpa henti, karena letak tempat keramat itu memang sangat jauh dari desa Kedhungjati. Tak sekalipun ia berhenti untuk sekedar beristirahat, karena itu memang salah satu syarat yang diajukan oleh siluman penghuni tempat keramat itu. Ia harus pulang dengan berjalan kaki, tak boleh naik kendaraan, tak boleh makan dan minum, dan tak boleh beristirahat barang sebentarpun sebelum sampai dirumah dan menuntaskan ritual terakhirnya. Jika syarat itu sampai dilanggar, maka Mbah Jo akan menanggung akibat yang tidak main main. Selain gagal mendapatkan kekayaan, ia juga harus tetap menanggung resiko dari perjanjian itu.

Memang, siluman itu menjanjikan kekayaan tidak dengan cuma cuma. Ada harga yang harus Mbah Jo bayar atas 'jasa' yang diberikan oleh siluman itu. Bukan tumbal atau semacamnya seperti syarat pada pesugihan pesugihan yang lain, melainkan Mbah Jo akan menanggung sedikit 'cacat' pada tubuhnya akibat dari perjanjian dengan siluman itu. Setiap kekayaannya bertambah nanti, maka akan tumbuh semacam sisik di tubuh Mbah Jo. Dan semakin banyak kekayaan yang ia dapat, maka sisik sisik yang tumbuh di tubuhnya itu juga akan semakin banyak. Mbah Jo sadar akan resiko itu, karena ia tahu setiap usaha pasti akan ada resikonya. Apalagi ini berhubungan dengan hal hal yang gaib. Dan itu ia anggap lebih baik, daripada harus memberikan tumbal nyawa atau semacamnya seperti pesugihan pesugihan yang lain.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang