Part 35a : Sarung Batik (Bag. 1)

667 63 0
                                    

"Kamu nggak mampir dulu Kir?" tanya Mbah Karso saat membelokkan langkah memasuki halaman rumahnya. Malam itu, ia dan Kang Sukir baru saja pulang dari jagong bayi di desa Tarumas.

"Enggak Mbah, sudah malam ini. Udah ngantuk juga, mau langsung tidur aku," jawab Kang Sukir.

"Ya sudah kalau begitu. Hati hati ya. Ini malam Jumat Kliwon lho," gurau Mbah Karso.

"Ah, simbah ini, sudah tau aku penakut, kok malah ditakut takuti lho," gerutu Kang Sukir.

Mbah Karso hanya terkekeh sambil masuk kedalam rumah dan menutup pintu. Sementara Kang Sukir segera melanjutkan langkah menuju ke arah rumahnya yang sudah tak begitu jauh lagi. Sambil berjalan, laki laki itu terus saja menggerutu panjang pendek. Gurauan yang tak lucu yang tadi dilontarkan oleh Mbah Reso, sedikit banyak masih mempengaruhi pikirannya. Kang Sukir memang dikenal sebagai seorang laki laki yang sangat penakut. Sangat jarang ia keluar sampai larut malam seperti ini kalau bukan karena terpaksa.

Dan saat langkah kakinya mulai mendekati rumah Mas Gendhon, laki laki itu tiba tiba menghentikan langkahnya. Entah kenapa, bulu kuduknya tiba tiba meremang. Samar samar laki laki itu juga mencium aroma aneh yang menyapa indera penciumannya. Seperti aroma asap dupa atau kemenyan yang dibakar.

Sejenak Kang Sukir celingak celinguk, mengedarkan pandangan matanya ke segala arah. Dan bulu kuduk laki laki itu semakin meremang manakala pandangan matanya samar samar menangkap setitik cahaya kecil kemerahan yang bergerak gerak di halaman rumah Mas Gendhon. Juga sesosok bayangan hitam yang juga terlihat samar di tengah keremangan malam.

"Nuwun sewu Mbah, amit amit ndherek langkung, kulo nunut liwat, ampun diganggu nggih!" dengan lutut bergetar Kang Sukir memberanikan diri untuk melanjutkan langkah. Mulutnya tak henti berkomat kamit mengucapkan kata kata yang tak begitu jelas terdengar. Sambil berjalan, sesekali Kang Sukir melirik ke arah titik cahaya kemerahan dan bayangan hitam di halaman rumah Kang Gendhon itu.

Takut! Tapi juga penasaran! Begitu yang dirasakan oleh Kang Sukir waktu itu. Dan semakin ia mendekat, karena untuk sampai ke rumahnya ia memang harus melintasi jalan di depan rumah Mas Gendhon, maka sosok bayangan hitam itu juga nampak semakin jelas. Seperti seseorang yang tengah duduk atau berjongkok di tengah halaman. Bau pepak asap kemenyan bercampur dengan tembakau yang terbakar juga semakin jelas tercium.

Rasa penasaran akhirnya mengalahkan rasa takut yang dirasakan oleh Kang Sukir. Dengan tangan sedikit gemetar ia memberanikan diri untuk mengarahkan sorot senternya ke arah sosok itu.

"Wedhus! Tak kirain hantu! Ternyata Mbah Rejo to," gerutu Kang Sardi dalam hati, memaki kebodohannya sendiri.

"Mbah, sampeyan ngapain malam malam begini duduk diluar?" sapa Kang Sukir pada sosok yang ternyata adalah Mbah Rejo alias bapaknya Mas Gendhon itu.

"Nggak ngapa ngapin Kir. Cuma nggak bisa tidur saja. Dingin! Nyari sarungku buat selimutan kok nggak ketemu ketemu," sahut Mbah Rejo sambil menghembuskan asap rokok tingwe yang dihisapnya.

"Oalah! Lha wong kedinginan kok malah duduk diluar lho! Sudah, masuk sana Mbah! Sudah malam ini! Nanti disamperin genderuwo baru tau rasa sampeyan," gurau Kang Sukir. Gurauan yang justru membuatnya jadi ketakutan sendiri, karena tanpa sadar ia menyebut nyebut nama genderuwo.

"Iya, nanti aku masuk. Mau ngabisin rokok dulu Kir," jawab Mbah Rejo dengan nada datar.

"Huh! Dasar kakek tua pikun! Pasti lupa lagi tuh dimana ia naruh sarungnya," gerutu Kang Sukir sambil melanjutkan langkahnya. Tak lama, iapun sampai dirumah. Mulutnya masih menggerundel tak jelas saat Yu Warni sang istri, membukakan pintu untuknya.

"Ada apa to Kang? Pulang pulang kok ngomel ngomel ndak jelas kayak orang kesurupan gitu?" tanya Yu Warni sambil mengucek ucek matanya yang masih setengah mengantuk.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang