Kabar tentang akan adanya pertunjukan wayang kulit di desa Kedhungsono sudah menyebar ke seantero kampung, termasuk juga ke desaku. Padahal acaranya sendiru baru akan digelar bulan depan.
Di desa terpencil seperti desaku ini, untuk mendapatkan sebuah hiburan memang bukan hal yang mudah. Jangankan televisi, radio saja masih sangat jarang ada yang punya. Jadi bukan hal yang aneh jika kabar akan adanya pertunjukan wayang kulit ini langsung menyebar dengan cepat.
Aku dan teman temanpun juga tak mau ketinggalan. Jauh jauh hari kami sudah mulai mempersiapkan diri, mengumpulkan uang jajan sedikit demi sedikit untuk nanti digunakan sebagai bekal saat nonton wayang.
Sampai pada saat hari H datang. Selesai sholat isya' di mushalla, aku dan kelima temanku sudah berkumpul di poskamling. Sempat terjadi perdebatan waktu itu, soal jalan mana yang akan kami tempuh untuk menuju ke desa Kedhungsono. Jalan terdekat untuk menuju ke desa itu adalah melalui area Tegal Salahan. Tapi melewati jalan yang terkenal angker itu di malam hari bukanlah pilihan yang menyenangkan.
Ada jalan lain sebenarnya, yaitu lewat desa Patrolan yang letaknya di sebelah barat desaku. Tapi lewat jalan ini harus memutar jauh. Bisa sampai dua jam lebih untuk sampai di desa Kedhungsono. Sedangkan kalau lewat Tegal Salahan paling juga tak sampai setengah jam sudah sampai.
Sedang seru serunya kami berdebat, lewatlah rombongan bapak bapak yang sepertinya juga akan menonton wayang. Kebetulan. Akhirnya kamipun berangkat bersama sama dengan rombongan bapak bapak itu.
Sampai di tujuan suasana sudah sangat ramai. Banyak sekali orang yang datang untuk menonton. Banyak juga pedagang pedagang dadakan yang menjajakan beraneka jajanan dan makanan. Dalang yang ditanggap memang dalang yang sudah lumayan kondang, jadi tak heran kalau warga sangat antusias untuk menyaksikannya. Apalagi yang punya hajat juga bukan orang sembarangan. Seorang blantik sapi yang sudah terkenal dan kaya raya.
Aku dan teman teman segera mencari tempat yang nyaman untuk menonton. Setelah berdesak desakan diantara kerumunan para penonton, akhirnya kami bisa merangsek maju kedepan dan berhasil duduk di dekat para penabuh gamelan.
Pertunjukan pun segera dimulai. Suara tabuhan gamelan dan permainan sang dalang yang sangat memukau seolah menghipnotis para penonton. Semua mata tertuju ke arah kelir. Tak ada suara yang terdengar selain alunan suara gamelan dan suara dalang yang mengalun merdu. Hingga tanpa sadar, hari merambat semakin malam.
Menjelang tengan malam, perut kami mulai terasa lapar. Kamipun sepakat untuk membeli bakso yang banyak dijajakan oleh para pedagang dadakan itu. Terasa sangat nikmat menyantap bakso berkuah panas dan pedas di tengah malam yang dingin begini.
Selesai makan kamipun melanjutkan menonton. Jumlah penonton yang tadinya menyemut mulai sedikit berkurang. Mungkin karena hari memang sudah lewat tengah malam, dan sebagian penonton terpaksa memilih untuk pulang karena tak sanggup menahan rasa kantuk. Kami sendiri sudah bertekat untuk menyaksikan peetunjukan itu sampai selesai, meski itu artinya kami harus begadang semalaman, karena acara pertunjukan wayang kulit seperti ini memang digelar semalam suntuk. Tak mengapa, toh besok hari minggu, sekolah libur, jadi kami bisa puas tidur seharian untuk mengganti tidur malam kami yang tertunda.
Sedang asyik asyiknya menonton, tiba tiba Joko, salah satu temanku, mencolek pundakku.
"Ndra, perutku mules banget nih," katanya sambil meringis dan memegangi perutnya.
"Mules kenapa?" tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari kelir.
"Pengen e'ek," jawab Joko setengah berbisik.
"Ah, ada ada saja kamu. Ya sudah, kamu e'ek dulu sana," sahutku sedikit kesal.
"E',ek dimana?" tanyanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory