Part 34 : Mekasi [Peti Mati Kayu Jati]

593 67 5
                                    

Guys, sejenak kita tinggalkan area Tegal Salahan dengan segala keangkerannya, karena saya baru saja mendapat kiriman cerita yang bisa dibilang masih fresh, karena kejadiannya baru beberapa bulan yang lalu. Dan meski mungkin ceritanya nggak ada hubungannya dengan area Tegal Salahan, namun masih terjadi dan dialami oleh warga desa Kedhung Jati. Jadi saya rasa tak ada salahnya kalau ceritanya saya share disini. Seperti apa kisahnya? Mari kita simak bersama sama!

Sering kita mendengar, bahwa seseorang yang sudah mendekati ajal, suka melakukan hal hal yang 'aneh' atau diluar kebiasaan, atau dalam istilah jawanya sering disebut dengan 'mekasi'. Misalnya, orang yang biasanya sombong dan angkuh tiba tiba berubah menjadi ramah dan baik hati. Atau orang yang awalnya sama sekali tak menyukai makanan tertentu tiba tiba jadi doyan dan selalu minta dimasakin makanan yang tak ia sukai tersebut.

Kejadian ini juga dialami oleh salah seorang warga desa Kedhung Jati. Sebut saja namanya Mas Din. Mas Din ini sudah lama bekerja sebagai pembuat peti mati di kota kecamatan S. Dan kisah ini diceritakan oleh Mas Wid, salah satu teman kerja Mas Din yang juga adalah warga desa Kedhung Jati.

Sudah lama Mas Din dan Mas Wid ini bekerja di tempat Pak N, seorang pengusaha yang biasa membuat peti mati dan batu nisan di kota S. Berangkat dan pulang kerja mereka selalu bersama sama. Selain karena masih tetangga dan bekerja di tempat yang sama, juga karena Mas Din ini belum memiliki kendaraan. Jadi setiap berangkat dan pulang kerja ia selalu nebeng motor Mas Wid.

Seperti pagi itu, saat berangkat kerja, Mas Wid singgah dulu dirumah Mas Din untuk mengajaknya berangkat bersama sama. Namun ada yang berbeda pagi itu. Saat Mas Wid tiba di rumah Mas Din, nampak Mas Din sedang sibuk mengikat beberapa bilah papan kayu jati di teras rumahnya.

"Wid, ndak papa kan kalau kita berangkat sambil bawa papan papan ini?" kata Mas Din saat Mas Wid menanyakan soal papan papan itu.

"Lho, buat apa papan sebanyak itu? Mau dijual po?" tanya Mas Wid sedikit heran.

"Ndak kok. Ini mau aku pakai buat bahan bikin peti mati," jawab Mas Din sambil mengencangkan ikatan tali tambang pada bilah bilah papan itu.

"Wah, ada ada saja kamu ini. Apa ndak sayang papan kayu jati gitu dipakai buat bikin peti mati?" tanya Mas Wid lagi. Memang sangat jarang kayu jati dijadikan bahan untuk membuat peti mati, kecuali memang ada pesanan khusus dari pelanggan. Selama ini mereka biasa membuat peti mati dengan menggunakan kayu randhu, atau paling bagus kayu sengon yang harganya memang lumayan murah.

"Ndak papa to, sekali kali bikin peti mati dari kayu jati," jawab Mas Din.

"Ya ndak papa sih, cuma ini gimana cara bawanya? Ini lumayan berat lho."

"Bisa lah. Ikat saja di jok belakang motormu itu. Aku tak jalan kaki saja berangkat kerjanya."

"Ya sudah kalau gitu, sini tak bantu ngiket, naikin ke motorku sini," Mas Wid pun segera menstandartkan motornya, lalu membantu Mas Din menaikkan dan mengikat papan papan itu diatas jok motornya.

"Serius ini, kamu ndak papa berangkat jalan kaki?" tanya Mas Wid setelah mereka selesai mengikat papan papan itu.

"Iya. Ndak papa. Itung itung sambil olahraga biar sehat," sahut Mas Din.

"Ya sudah kalau begitu, aku jalan duluan ya," Mas Wid lalu segera menjalankan sepeda motornya.

Singkat cerita, begitu sampai di tempat kerja, Mas Din segera menggarap papan papan kayu jati miliknya itu. Ia mengerjakannya dengan sangat hati hati. Papan papan itu ia serut sampai permukaannya benar benar halus dan licin, lalu ia potong potong sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Anehnya, untuk mwngukur panjang peti mati yang akan dibuatnya, ia menggunakan ukuran tinggi badannya sendiri. Padahal di tempat itu sudah tersedia catatan ukuran standar untuk peti mati yang biasa mereka buat. Sempat Pak N bertanya perihal peti mati yang dibuat oleh Mas Din itu.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang