Part 3 : Yatmiiiiii ....!!! Balekno Matane Anakku!!!

1.5K 97 1
                                    

Bapakku juga punya tanah garapan di area Tegal Salahan ini, tapi letaknya agak jauh dari jalan Salahan. Kira kira duaratus meteran ke arah timur dari jalan tersebut. Meski begitu, tanah garapan bapak ini juga tak kalah angker jika dibandingkan dengan area jalan Salahan.

Sebenarnya lahan itu bukan milik bapak, melainkan milik salah seorang tetangga. Bapakku hanya menggarapnya, lalu setelah panen nanti hasilnya akan dibagi dua dengan si pemilik lahan. Praktek praktek menggarap lahan milik orang dengan cara sistem bagi hasil begini sudah menjadi hal yang biasa di desaku. Dan bapak sendiri meski tak memiliki sawah atau ladang , tapi memiliki beberapa tanah garapan milik para tetangga. Jadi, meski tak memiliki lahan sendiri tapi bapak masih bisa mendapatkan penghasilan dari menggarap lahan milik orang.

Aku sendiri, sebagai seorang anak yang baik, meski waktu itu masih kecil tapi sudah sering membantu bapak bekerja di sawah atau di ladang, meski sebenarnya lebih pantas untuk disebut ngerecokin daripada membantu, karena memang sebenarnya aku masih terlalu kecil, belum pantas untuk ikut kerja di ladang.

Di tepi ladang yang digarap bapakku ini ada sebuah batu hitam besar yang kata orang angker. Ada penghuninya. Aku sih percaya nggak percaya. Karena aku sudah sering bermain main di batu itu. Memanjatnya naik dan tiduran diatasnya, dinaungi rindangnya pohon akasia yang tumbuh di dekat batu itu di tengah teriknya matahari. Sangat menyenangkan. Dan sampai saat ini, aku tak pernah merasa diganggu sama sekali oleh penghuni batu itu.

Tapi lain lagi yang dialami oleh Mbak Yatmi. Dia ini adalah anaknya Lik Parmin, pemilik lahan yang digarap oleh bapakku. Mbak Yatmi ini pernah mengalami kejadian yang mengerikan sehubungan dengan batu ini. Sebuah kejadian yang mungkin tak akan pernah bisa ia lupakan seumur hidupnya. Sebuah kejadian yang nyaris merenggut nyawa Alya, anaknya.

Jadi ceritanya begini. Mbak Yatmi ini sudah lama merantau ke ibukota, bersama suami dan juga anak semata wayangnya. Saat itu masih dalam suasana lebaran. Lebaran lewat beberapa hari gitu kalau nggak salah. Dan seperti para perantau pada umumnya, Mbak Yatmi sekeluargapun juga ikut mudik ke desaku.

Saat itu bersamaan dengan musimnya panen kacang tanah. Jadi meski masih di suasana lebaran, bapak, emak, dan aku sendiri sudah sibuk bekerja di ladang memanen kacang tanah. Orang tua Mbak Yatmi sebagai pemilik ladang juga ikut membantu.

Mbak Yatmi sendiri juga ikut ke ladang bersama suami dan anaknya. Bukan ikut membantu bekerja, tapi cuma ingin melihat lihat pemandangan di sekitaran ladang. Maklumlah, lama tinggal di kota, melihat suasana dan pemandangan alam pedesaan begini pasti sangatlah menyenangkan.

Puas berkeliling dan melihat lihat pemandangan, mereka sekeluarga beristitahat dibawah pohon akasia yang rindang, yang tumbuh di dekat batu besar yang katanya angker itu. Aku sedikit kesal waktu itu, orang lain sibuk bekerja kok malah santai santai begitu, bukannya ikut membantu bekerja.

Singkat cerita, sorepun datang menjelang. Kamipun bersiap untuk pulang. Pekerjaan yang belum selesai akan dilanjutkan besok lagi. Saat berjalan pulang, Mbak Yatmi sempat memujiku. Masih kecil tapi sudah rajin membantu orang tua bekerja di ladang. Rasa kesalku tadi kepadanya karena tak mau membantu bekerjapun sedikit menghilang. Apalagi ia juga memberiku sedikit uang jajan. Lima ribu perak. Tentu saja aku seneng banget. Zaman itu uang lima ribu perak sangatlah berharga. Mengingat uang jajanku saja cuma dua ratus perak sehari.

Keesokan harinya kami melanjutkan lagi pekerjaan di ladang yang kemarin belum sempat kami selesaikan. Tapi kali ini Mbak Yatmi tidak ikut. Aku juga melihat Lik Parmin, bapaknya Mbak Yatmi, menaruh pencok bakal*) dan membakar kemenyan di dekat batu besar itu.

"Wah, ada yang nggak beres nih," pikirku. Setahuku jika orang menaruh pencok bakal dan membakar dupa di tempat tempat yang dianggap angker begitu, biasanya pasti ada orang yang diganggu oleh penghuni tempat tersebut.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang