Di malam yang sama namun di tempat yang berbeda, Mas Gendhon menggeliat dalam tidurnya. Suara berisik dari kamar sebelah sedikit mengganggu mimpi indahnya. Suara seperti derit pintu yang dibuka tutup berulang ulang, lalu disusul dengan suara suara seperti benda benda yang berjatuhan di lantai.
Mas Gendhon segera bangun. Dilihatnya Yu Parti sang istri, masih terlelap disebelahnya. Juga Joko sang anak, yang nampak begitu pulas memeluk guling. Kalau bukan istri dan anaknya, lalu siapa yang....
"Wah, jangan jangan maling," bergegas Mas Gendhon melompat turun dari atas ranjang. Disambarnya gagang sapu yang tersandar di sudut kamar, lalu dengan mengendap endap ia berjalan keluar kamar.
Sampai di luar kamar, Mas Gendhon berhenti sejenak untuk memastikan darimana suara berisik itu berasal. Dilihatnya lampu di kamar sang bapak masih menyala. Dan suara berisik itu berasal dari sana.
Pelan pelan Mas Gendhon kembali melangkah sambil mengangkat gagang tinggi tinggi gagang sapu yang dibawanya, bersiap untuk memukul apapun atau siapapun yang telah berani mengacak acak rumahnya.
"Kriyeeetttt...!!!" suara derit engsel pintu terdengar nyaring saat Mas Gendhon membuka pintu kamar itu. Laki laki itu tertegun sesaat. Pelan pelan gagang sapu di tangannya ia turunkan kembali, sambil menghela nafas panjang saat melihat siapa sebenarnya yang telah membuat keributan di kamar itu.
Nampak Mbah Rejo sang ayah, sedang mengacak acak isi lemari sambil mulutnya tak henti henti menggerutu. Sepertinya laki laki tua itu sedang mencari sesuatu. Beberapa barang seperti baju dan celana yang semula tersusun rapi di dalam lemari kini telah berserakan diatas lantai. Mas Gendhon hanya bisa geleng geleng kepala menyaksikan tingkah sang bapak itu. Ia tak bisa marah meski di tengah malam buta begini laki laki tua itu membuat keributan di kamarnya. Ia sadar, sang bapak memang sudah pikun. Jadi apapun yang diperbuatnya, mau tak mau ia harus bisa memahaminya.
"Nyari apa to Pak? Malam malam begini kok berantakin isi lemari gitu?" tanya Mas Gendhon.
"Ini lho, nyari sarung batik yang dulu dibelikan sama Sarjono itu. Mau aku pake buat selimut. Tapi dari tadi kucari cari kok ndak ketemu," sahut laki laki tua itu tanpa menoleh. Kedua tangannya masih sibuk mengacak acak isi lemari.
"Oalah pak pak, lha mbok besok saja, biar dicariin sama Parti. Sekarang pakai sarung yang lain dulu. Kan banyak to sarung bapak," kata Kang Gendhon sambil memperhatikan beberapa helai sarung yang kini berserakan di lantai.
"Aku maunya sarung batik yang dulu dibelikan oleh Sarjono itu. Itu kan sarung kesayanganku. Dibelikan oleh anak kesayanganku juga. Aku ndak bisa tidur kalau ndak pake sarung yang itu," lagi lagi Mbah Rejo menjawab tanpa menoleh.
"Ya sudahlah, terserah bapak saja," akhirnya Mas Gendhonpun mengalah. Ia keluar dari dalam kamar yang kondisinya sudah seperti kapal pecah itu sambil menghela nafas panjang. Kalau bapaknya sudah menyinggung soal Sarjono, Mas Gendhon sudah tak berani bicara banyak lagi. Adik laki lakinya itu memang anak yang paling disayang oleh bapaknya. Padahal selama ini Mas Gendhon merasa sudah tak kurang kurang dalam merawat sang bapak yang telah pikun itu. Tapi tetap saja Mbah Rejo tetap lebih sayang kepada Sarjono. Bahkan sampai soal sarung untuk selimut tidur pun laki laki tua itu hanya mau menggunakan sarung yang dibelikan oleh Sarjono.
Sebelum kembali masuk ke dalam kamarnya, Mas Gendhon masih sempat memeriksa semua pintu di rumahnya. Semua pintu ia pastikan telah terkunci dengan baik, dan anak kunci tak ia biarkan tersangkut di lubangnya. Bisa repot urusannya kalau sampai Mbah Rejo yang telah pikun itu bisa membuka pintu dan nekat keluar disaat tengah malam begini.
Selesai memeriksa semua pintu, Mas Gendhon kembali masuk ke dalam kamarnya. Suara derit pintu yang ia tutup ternyata membangunkan sang istri.
"Darimana Mas?" tanya Yu Parti dengan suara serak, pertanda kalau ia masih setengah mengantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory