"Gawat! Mbah Mo kesurupan!" Mas Yudi berseru panik.
"Wah, repot ini! Lha disuruh nemenin kok malah kesurupan!" Mas Toni menggerutu.
"Kita balik ke desa saja! Panggil Pak Modin!" Mas Teguh memberi usul.
"Ndak ah! Sudah capek aku dari tadi bolak balik dari desa kesini!" Tolak Mas Toni.
"Lha terus gimana ini?" Tanya Mas Teguh.
"Hey! Kesini kalian!" Mbah Mo berseru sambil melambaikan tangannya ke arah ketiga pemuda itu.
"Lho! Kita malah disuruh kesana," Mas Teguh berbisik.
"Ya sudah, ayo kita kesana saja," ajak Mas Yudi.
"Kalian berani?" Tanya Mas Teguh.
"Kenapa harus takut? Kita kan bertiga, sedangkan Mbah Mo cuma sendirian. Kalau macem macem kita keroyok saja. Kita ringkus terus kita seret kembali ke desa," kata Mas Toni.
"Gila kamu! Orang tua lho itu, masa mau main seret aja," protes Mas Teguh.
"Lha daripada kenapa kenapa disini, kan malah lebih repot lagi jadinya. Lagian kan dia sedang kesurupan. Kita seret juga ndak bakalan sadar to?" Ujar Mas Yudi.
"Ya sudah kalau begitu. Ayo kita kesana. Tapi hati hati, siapa tau nanti Mbah Mo ngapa ngapain kita," bertiga, meski agak ragu, akhirnya mereka melangkah mendekat ke arah Mbah Mo.
"Cepetan to! Kalian ini masih muda kok jalannya kayak bekicot gitu," seru Mbah Mo lagi.
"Waspada Cuk! Nanti begitu dekat, kalau Mbah Mo macem macem langsung kita ringkus saja," bisik Mas Yudi sambil mempercepat langkahnya.
"Amit amit Mbah, nyuwul sewu, kula sak kanca mboten niat ala. Ampun ganggu gawe. Tolong lepaskan Mbah Mo! Kasihan, dia sudah tua, dagingnya sudah alot dan pahit, ndak enak dimakan. Jadi tolong lepaskan saja ya Mbah," sambil berjalan Mas Toni komat kamit tak jelas.
"Wedhus! Kalian pikir aku ini ketempelan dhemit ya!" Sentak Mbah Mo begitu menyadari apa yang ada di pikiran ketiga pemuda itu.
"Lho, jadi...., tadi tiba tiba Mbah Mo ketawa itu kenapa?" Tanya Mas Yudi heran.
"Semprul! Nih, coba lihat," Mbah Mo menerangi batu nisan yang ada di tengah jalan itu dengan menggunakan senternya.
"Lho, ini kan...."
"Iya, ini cuma batu nisan. Bukan kuburan. Lihat! Masih baru to? Bawahnya juga dialasi pakai gedebog pisang, ndak nempel ke tanah. Ini cuma batu nisan yang ditaruh. Bukan kuburan. Mungkin ini orang yang mau pasang batu nisan di makam kerabatnya, Tapi sudah kemalaman, jadi terpaksa ditinggal untuk dilanjutkan besok lagi," jelas Mbah Mo.
"Oalah! Dj*nc*k! Ingat aku sekarang!" Seru Mas Toni sambil menepuk jidatnya.
"Ingat apa Ton?" Tanya Mas Teguh heran.
"Ini pasti batu nisan pesanan orang Tarumas tadi! Kan tadi pas aku beli peti mati, yang nganter sekalian bawa batu nisan pesanan orang Tarumas. Pasti ini nih, ditaruh disini," jawab Mas Toni.
"As*! Kenapa ndak bilang dari tadi Cuk!" Sentak Mas Yudi
"Lha namanya juga lupa Cuk!" Mas Toni nyengir, tanpa sedikitpun menunjukkan rasa bersalah.
"Ya sudah kalau begitu. Ayo kita pulang saja. Sudah capek bolak balik kesini, ndak tau nya cuma begini," gerutu Mas Yudi kesal.
"Eh, tunggu, jangan buru buru pulang dulu," cegah Mbah Mo.
"Lha, memangnya kenapa Mbah?" Tanya Mas Teguh.
"Kalian lupa po, tadi kesini disuruh ngapain?" Mbah Mo balik bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory