"Whuuaaa...!!! Pocongaannn...!!!"
"GEJEBUUURRRR...!!!"
Suara jeritan Lik Mardi, yang disusul dengan suara benda berat yang tercebur kedalam air, sukses membuat teman temannya yang berada didalam tenda kaget bukan kepalang.
"Wah! Kenapa tuh Lik Mardi?" Seru Kang Bejo.
"Beneran ketemu pocong kayaknya!"
"Sukurin! Sompral sih! Tau rasa kan sekarang!"
"Halah! Kalian ini lho, temennya celaka kok malah disukurin. Ayo So, coba kita lihat, kenapa tuh si Mardi sampai teriak teriak gitu. Kalau sampai kenapa kenapa kan kita juga yang repot. Kalian semua tunggu disini saja," Mbah Kromo lalu mengajak Kang Darso untuk melihat apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Lik Mardi. Berbekal lampu senter dan payung, keduanya naik ke jalanan yang berada di samping area pemakaman.
"Di! Kamu dimana?" Seru Mbah Kromo sambil mengarahkan sorot santernya kesana kemari, mencari keberadaan Lik Mardi.
"Disini Mbah!" Terdengar sahutan Lik Mardi dari arah kebun bambu milik warga.
"Disini mana?!" Kang Darso ikut berteriak.
"Disini! Aku kecemplung blumbang! (blumbang=kubangan air). Cepat tolong aku Mbah!" lagi lagi terdengar suara Lik Mardi dari arah kebun bambu.
Mbah Kromo dan Kang Darsopun bergegas menghampiri arah suara Lik Mardi. Benar saja, laki laki malang itu nampak sedang berusaha untuk keluar dari dalam blumbang. Namun sepertinya sedikit kesulitan, karena selain blumbang itu lumayan dalam, juga karena tanah di sekelilingnya basah dan licin berlumur.
"Walah, ada ada saja kamu ini Lik! Gimana ceritanya kok sampai bisa nyemplung ke blumbang gitu?" Seru Kang Darso sambil berusaha menolong Lik Mardi.
"Aku melihat pocongan Kang pas lagi kencing tadi. Nggantung di pohon jambu sana. Karena kaget dan takut ya aku lari, tapi malah terpeleset dan nyemplung kesini," jawab Lik Mardi setelah berhasil dibantu keluar dari dalam blumbang.
"Pocongan? Mana? Ndak ada gitu kok. Kamu salah lihat kali," Mbah Kromo mengarahkan sorot santernya kearah pohon jambu air yang ditunjuk oleh Lik Mardi.
"Beneran Mbah! Sumpah! Tadi ada pocongan nggantung disitu. Itu tuh, di dahan yang manglung (manglung=menjuntai) ke timur itu. Mungkin sudah ilang sekarang," sahut Lik Mardi meyakinkan.
"Wis! Ada ada saja! Ya sudah, Ayo kita kembali ke tenda saja. Bisa masuk angin kamu nanti kalau kelamaan basah kuyup begitu," kata Mbah Kromo.
Ketiganyapun segera kembali menuju ke tenda, tanpa menyadari bahwa ada yang diam diam mengawasi mereka dari balik lebatnya semak semak kebun. Sosok berkerudung kain putih itu tersenyum puas, lalu menyelinap diam diam meninggalkan tempat itu.
Sementara didalam tenda, Lik Mardi yang basah kuyup itu akhirnya diantar pulang oleh Kang Sardi. Sedangkan yang lain tetap tinggal untuk meneruskan tugas mereka. Beruntung, tak lama setelah itu datang Mas Yatmo. Anak sulung almarhum itu ingin ikut menjaga makam bapaknya katanya.
****
Malam kedua. Suasana tenda tempat menjaga makam terlihat lebih meriah. Rata rata yang tugas jaga malam itu adalah anak anak muda. Dipimpin oleh Mbah Mo yang sengaja membawa radio transistor bertenaga baterray untuk sekedar menghibur yang sedang bertugas jaga. Suara siaran wayang kulit dari radio itu terdengar mengalun sampai ke desa. Kebetulan cuaca juga cerah, tidak hujan seperti kemarin.
Mas Toni dan Mas Yudi yang juga ikut jaga, iseng iseng membuat api unggun di jalanan samping makam. Beberapa tongkol jagung muda dan umbi singkong mereka ambil dari ladang milik warga yang berada disebelah utara pemakaman, lalu mereka bakar di api unggun tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horor Story : Angkernya Tegal Salahan
HorrorKumpulan kisah horor dan misteri yang dialami oleh para narasumber di sebuah wilayah yang dipercaya sebagai sarangnya para dedhemit. Cerita ini sebelumnya sudah pernah saya tulis di platform Kaskus dengan judul yang sama. #1 basedontruestory