Part 8 : Pertapa Gagal

1K 86 3
                                    

Tempat tempat yang dianggap angker atau keramat, biasanya selalu menarik perhatian orang orang. Entah karena penasaran, atau karena ada maksud maksud yang lain.

Begitu juga dengan area Tegal Salahan ini. Pernah ada beberapa orang yang datang, entah darimana, dan dengan tujuan yang bermacam macam pula. Ada yang katanya datang untuk mengambil benda benda keramat semacam pusaka atau batu bertuah, mencari wangsit, sampai ingin mendapatkan kode nomor buntut. (Di jaman aku kecil dulu, masih marak yang namanya perjudian yang berkedok sumbangan dana sosial berhadiah yang bernama SDSB, semacam judi togel gitu kalau sekarang. Aku sering tuh disuruh sama bapakku untuk membeli kupon SDSB ini di warung deket sekolahku. Lumayan, kalau tembus aku dapat bagian uang jajan :D )

Seperti hari itu, Mbah Kromo yang sedang sibuk menyiangi tanaman padi di sawahnya, tiba tiba didatangi oleh seorang laki laki yang mengaku berasal dari kota S, sebut saja namanya Pak Darmo.

Jadi Pak Darmo ini mengaku kalau mendapat petunjuk lewat mimpi, bahwa beliau bisa mendapatkan sebuah benda pusaka jika melakukan tirakat di kali kecil yang berada di sebelah sawah milik Mbah Kromo.

Mbah Kromo sih tidak keberatan kalau sawahnya dipakai untuk tirakat, selama tidak mengganggu aktifitasnya bekerja di sawah, dan tidak melanggar pantangan pantangan di tempat angker itu. Apalagi orang itu juga menjanjikan akan memberi sedikit imbalan jika Mbah Kromo mengijinkannya untuk bertirakat di dekat sawahnya.

Sepertinya orang itu memang orang yang sangat kaya. Datang dengan mobil suzuki carry yang pada saat itu lagi booming boomingnya, dandanan yang necis, serta penampilan yang sangat meyakinkan. Mungkin dia ini adalah salah seorang pengusaha batik, mengingat bahwa kota S ini memang sangat terkenal dengan batiknya.

Setelah mendapat izin dari Mbah Kromo, Pak Darmopun segera memulai ritualnya. Diawali dengan membakar dupa dan menaruh sesajen lengkap dengam kembang tujuh rupa, lalu dilanjutkan dengan semedi diatas batu besar yang berada di pinggir kali kecil itu. Duduk bersila dengan mata terpejam dan tangam bersidekap di depan dada.

Malam pertama, godaan mulai datang. Hujan deras turun nyaris hampir semalaman, membuat Pak Darmo harus berbasah basahan saat sedang bersemedi itu. Namun godaan itu sama sekali tak menyurutkan niat Pak Darmo. Terbukti saat keesokan harinya, saat orang orang berbondong bondong untuk pergi ke sawah atau ladang, mereka melihat Pak Darmo masih masih tetap dalam posisi semedi diatas batu besar itu, meski tubuh dan pakaiannya telah basah kuyup diguyur hujan semalam.

Mbah Kromo yang pagi itu juga datang ke sawah, sempat mengecek keadaan laki laki itu. Tentu saja dari jarak yang agak jauh, agar tak menganggu semedinya. Ternyata masih bernafas, berarti masih hidup, batin Mbah Kromo sambil berlalu menuju ke sawahnya.

Sampai siang, panas yang begitu terik menyengat, tak juga menggoyahkan tekad Pak Darmo. Posisinya masih tetap seperti kemarin. Sambil bekerja sesekali  Mbak Kromo melirik ke arah laki laki itu.

"Hebat ya Mbah," ujar Lik Marno yang siang itu singgah ke gubuk di sawah Mbah Kromo, sekedar numpang berteduh dan istirahat. "Orang bisa betah duduk diam begitu sampai sampai berhari hari, tanpa makan, tanpa minum, bahkan tanpa bergerak sama sekali. Apa ndak pegel tuh?"

"Hus, ojo dirasani! Ra ilok ngrasani wong kang nembe lelaku," (Hus, jangan diomongin, nggak baik ngomongin orang yang sedang lelaku) tukas Mbah Kromo sambil meracik rokok tingwenya.

"Ora ngrasani lho Mbah, cuma heran saja," Lik Marno juga menyulut rokok tingwenya, lalu mengisapnya dalam dalam. Nikmat sekali kelihatannya. "Orang kelihatannya sudah kaya begitu, berkecukupan, punya mobil malah, lha kok mau maunya menyengsarakan diri sendiri seperti itu."

"Sak jero jerone segoro le, isih iso dijajagi, ning jeroning ati manungsa sapa sing ngerti. Sak lembut lembut'e banyu, isih luwih lembut atine menungsa," (sedalam dalamnya samudra le, masih bisa dijajagi, tapi dalamnya hati manusia siapa yang tahu. Sehalus halusnya air, masih lebih halus lagi hatinya manusia), ujar Mbah Kromo setelah menyeruput teh hangatnya.

Horor Story : Angkernya Tegal SalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang