18 - Bincang Ortu

383 123 4
                                    

Perbincangan hingga tengah malam terjadi. Aunia cukup lama membahas hal yang telah terjadi, mengharuskannya menangis lagi dan lagi. Aku sudah memaksanya untuk berhenti, tetapi dia terus menyakinkan orang tuaku kalau dia memang berniat kembali ke sini karena aku.

Berbeda dengan Haryan dan Tisya yang berulang kali memutar bola mata. Mereka merasa itu hanya bualan semata, tetapi tetap mendengarkan, pertanda lelah berdebat.

Karena ibuku yang selalu berbaik hati kepada perempuan, tentu saja ibuku mengiakannya tanpa beban. Ibu selalu ingin anak perempuan, tapi yah, bisa kau lihat. Ada aku, Tzaka, dan Dzikav. Semuanya laki-laki.

"Tante setuju aja kalau Aunia tinggal di sini sementara. Seneng banget dong malah. Dzikav juga udah mulai sekolah. Rumah selalu sepi, tante selalu kesepian. Udah gitu, anak laki semua. Nggak pa-pa Aunia di sini biar ada yang temenin."

Tisya menganga. "Kenapa tante nggak panggil saya aja?"

"Kan, kamu sekolah. Kalau Aunia sudah pasti nggak bisa sekolah. Bakal susah urusannya kalau dia kembali ke sekolah, apalagi pas berita dia meninggal udah tersebar. Ya, kan, Au? Udah, kamu di sini aja dulu sementara. Kalau kamu berkeliaran di luar sana, aduh kasihan tante. Ya, ya? Tante aja sudah dari lama restuin hubunganmu sama Baja sampai nggak percaya kamu ninggalin dia."

Oh, Ma, jangan bahas itu lagi. Lupakan saja.

"What?" Haryan terlihat kaget. "Wah, kok gampang banget, sih, lo Ja?" Dia menggelengkan kepala. "Sumpah! Kok dapat restu gampang banget? Om Gara gimana pendapatnya?"

Kini ayahnya hanya manggut-manggut saja. "Kalau mama setuju ya papa setuju aja."

"Saya nginap juga kalau begitu tante malam ini, buat temenin Aunia!" Tisya tiba-tiba mengajukan diri.

"Saya juga!" Haryan pun ikutan. "Biar saya yang jaga Baja. Takutnya aja nganu."

Aku menyikutnya. "Ngawur!"

"Iya tante, pokoknya kami jadi bodyguard." Tisya mengatakannya tanpa keraguan. "Besok subuh-subuh saya sama Haryan langsung cus ke rumah buat berangkat sekolah. Nggak pa-pa, tante tenang aja, semua bakal teratur."

Ibuku pastinya mengiakan karena ia sangat menyukai keramaian. Lagipula, Haryan dan Tisya memang bagaikan keluarga sejak aku kecil.

"Kalau Adnira?" Aunia tiba-tiba bertanya. Semua pandangan teralih kepadanya.

"Saya pulang aja," jawab Adnira.

Tisya berdiri. "Kalau gitu, gue antar dulu lo––"

"Nggak usah," selaku, "gue ada hal yang mau diomongin sama Adnira. Jadi, biar gue aja yang antar."

Make Myself Happy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang