Aku berjalan di belakang seluruh teman menuju kantin sehabis jam pelajaran Penjasorkes. Perasaanku kali ini cukup tidak baik setelah beberapa minggu yang lalu.
Bisa-bisanya aku mengira adik kelas adalah Aunia. Aku merutuki nasib memalukan saat itu.
"Bengong lage!" tegur Aldo sambil merangkulku.
Aku meliriknya. "Iya biasa."
Aldo menggelengkan kepala. "Elah Ja, lupain dah si Aunia itu. Jangan terus stuck di satu cewek. Ingat, lo cakep. Cewek ngelirik lo? Dilirik balik pun auto pingsan."
Aku hanya tertawa kecil yang terlihat dibuat-buat.
"Kenapa lo nggak sambung hobi lo itu? Ambil foto bareng Haryan? Atau mending lo gabung OSIS sekalian?" sarannya.
Terlambat sekali saranmu Aldo. Kita sudah kelas XII. Semester depan sudah ujian.
Aku berdecak. "Kita udah kelas dua belas Do. Lagian juga, ikut OSIS atau kegiatan yang ngebuat gue salurin hobi malah ngingat Aunia terus."
"Kalau gitu, cari hobi baru lah! Apa susahnya?"
Dih si Aldo, enak bicara jalaninnya enggak.
"Hobi apa yang bagus?"
"Emang lo sukanya apa?"
"Bengong."
"Elah!" Aldo melepas rangkulannya. "Dahlah, ayo ngantin dulu. Habis itu gue ajak Raja berunding bantu lo keluar lagi dari masalah ini." Dia merangkulku lagi. "Emang kenapa bisa-bisanya lo liat Aunia lagi? Lo sebelum ini udah baikan padahal."
Aku mengendikkan bahu. "Mana gue tau. Bisa-bisanya gue halu di depan panggung tarian. Mana gue liat dia berdiri di tengah. Udah gitu, kata Raja gue ngotot banget bilang Aunia masih hidup."
Aldo terkikik. "Waduh kok rasa sadar lo makin menurun. Bisa-bisanya."
Begitu kami masuk ke kantin. Aldo melepas rangkulannya. Kami pun berjalan ke meja di mana Haryan dan teman-temannya sudah berkumpul. Mereka melambaikan tangan ke arah kami.
"Lo kepikiran Aunia lagi Ja?" Ah si Haryan. Baru saja aku duduk sudah ditanya seperti itu.
"Iya, kayak biasa," jawabku malas.
"Lo kepikiran apa lagi kali ini?"
Nah, kan! Semakin dijawab semakin ditanya. Ini mau wawancara atau istirahat?
"Dahlah," responsku singkat lalu membuang pandangan ke arah lain.
Aunia.
Kantin kami berada di ujung sekolah. Terhubung langsung dengan pagar besi pembatas sekolah. Rumah penduduk sekitar sekolah cukup terlihat.
Anehnya, aku melihat bayangan Aunia berdiri tepat di balik pagar pembatas itu.
Aku mengerjapkan mataku dan melihat lagi. Aunia tetap di sana. Wajahnya pucat pasi, membuatku semakin tak tega dan mulai membayangkan bahwa itulah bayangan wajah Aunia terakhir kali aku melihatnya.
"Ja?" Aku menoleh dengan tergesa ke Aldo. "Lo liat apa?" tanyanya.
"Uhm." Aku menjeda lalu menunjuk Aunia di sana. "Gue liat Aunia di sana," kataku memberikan tatapan serius ke mereka.
Seketika respons aneh mereka membuatku sedikit merasa tidak enak.
"Aih, lo kumat lagi Ja." Haryan berdecak. "Nggak ada siapa-siapa di sana."
Kumat?
Lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...