Aunia.
Satu nama itu sempat mengalihkan dunia demotivasiku yang mengalir begitu saja. Kutemukan Aunia, kutemukan juga makna bahagia. Yah, tetapi, semua tak berujung juga bahagia.
Sekarang, dia di hadapanku dengan sorot yang penuh harap jawaban dariku. Kasihan juga.
"Lo sebenernya orang baik apa orang jahat, sih, Au?" tanyaku bingung dengan jalan pikir perempuan aneh itu.
Bukan cepat menjawab, dia menoleh ke Auria di belakang yang masih berdiri melihat. Dua detik terdiam, dia baru menjawab, "Orang-orang nyebut gue Mal, anak Maleficent. Karena gue bukan Aurora yang kayak mereka bilang. Gue memang jahat, tapi gue punya hati yang bisa ngatur diri untuk tetap baik ke orang."
Aku memutar bola mata, sengaja agar terlihat membosankan. Padahal tidak. Kalimat itu memberikan suatu rasa lega di benakku.
"Gue harus apa Ja supaya lo maafin gue?" tawarnya tiba-tiba.
Aku pun mengabaikan. Kudiamkan saja dengan melempar pandangan ke arah lain. Mau kulangkahkan kakiku mundur saja, lebih baik.
"Ja?"
"Baja?"
"Erbaza Damagara!" Aunia menjerit kali ini membuat teman-temanku di belakang seketika siap siaga. "Lo masih sayang sama gue?" tanyanya dengan mata berbinar harap.
Aku mendiamkan dia dan duduk membelakanginya.
"Baza apa lo sayang sama Aunia?" Suara itu diperlembut sesuai dengan suara Aunia yang sering kudengar dulu.
Suara lemas dengan nada orang mengantuk yang selalu membuatku was-was dikala berbicara dengannya. Suara lama, suara penghasut, dan suara tipuan.
Aku hanya menoleh, berharap tatapanku ke dia sudah cukup memberikan jawaban. Kulihat Aunia berlutut, lalu kembali terduduk. Aku membelakanginya lagi, malas menatap matanya itu.
"Baza, gue ... bakal cerai kalau gitu. Gue mau tinggal di sini. Sama lo lagi, demi lo lagi," katanya. "Lo suka sama Aunia, kan? Oke, gue bakal kembali ke Aunia yang dulu. Aunia yang lo sayang."
Aku memutuskan untuk berbalik. "Oh ya? Terus lo tunggu gue lulus baru kita lanjut nikah, gitu yang lo mau?"
Ekspresi Haryan dan Tisya mendadak terlihat konyol bagiku. Mereka makin panik dan melempar pandangan satu sama lain karena tak terima. Mereka pasti langsung mendapat dugaan, karena sudah terbiasa dengan mudah menebak keputusanku pada akhirnya.
Ya, mereka takut aku menerima Aunia kembali.
Walaupun benci dan kesal, sebenarnya ada sedikit harapan dalam benakku untuk mengiakannya.
"Nggak. Gue nggak mau sama lo lagi," lanjutku, menjawab sendiri pertanyaan yang kulontarkan. Itu keputusanku pada akhirnya.
"Lo masih sayang, kan, sama Aunia? Ini gue, Aunia di sini sekarang! Udah berapa lama lo ngarepin Aunia balik lagi? Udah berapa lama?!" Perempuan di hadapanku ini makin meninggikan suaranya.
Kulihat Haryan langsung menarik teman-temanku yang menyaksikan untuk segera pergi dari sana. Seolah peka bahwa aku dan perempuan aneh di depanku butuh waktu berbicara berdua.
"Gue sayang Aunia yang utuh. Bukan yang udah punya status istri orang," kataku, "jangan kehausan sama harta Au. Gue tau maksud lo apa. Gue nggak bodoh. Sebodoh dan sesabar apapun kelihatannya ketika disandingkan sama muka tipu-tipu lo itu, gue masih bisa bertindak waras."
Aunia terdiam.
"Sekarang baru nyesel? Udahlah, nggak usah neko-neko mau lo," tebasku lagi. Aku muak dengan akting perempuan ini. Muak dengan tingkah dan perlakuannya berubah-ubah. Aku bangkit dari duduk dan berbalik, mau meninggalkannya.
Kudengar Aunia menangis lagi. "Maafin gue Baza! Gue udah manfaatin lo tanpa nyadar perasaan sendiri!"
"Apa?" Aku terpaksa berbalik lagi, membiarkan dia berceloteh sepuasnya. Ah, sangat sulit rasanya meninggalkan dia begitu saja! Selalu ada kalimat dan alasan yang ingin kudengar.
Jujur saja, melihat Aunia menangis karena menyesal sedikit membuatku berada di antara dua rasa, iba dan bahagia. Iba karena dia perempuan yang salah jalan dan bahagia karena akhirnya kulihat dia menyesal hingga menangis.
"Gue suka sama lo tanpa gue sadari sejak lama. Sayangnya, gue kemakan harta orang kaya. Gue kemakan harta orang kayak Faldy tanpa mikirin perasaan gue sendiri," jelas Aunia, "kalau lo masih terima gue, gue mau balik lagi sama lo, Baza. Nggak peduli apa kata orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...