Aku mengerti alasan wajah Haryan sangat pasrah dan datar tadi. Rupanya Tisya hanya minta ditemani untuk menonton film di bioskop.
Aku pun memasang ekspresi yang sama selama duduk menonton film dengan genre horor dan thriller ini.
"Lain kali kalau ajak jalan, bilang aja mau nonton," kataku pada Tisya yang duduk di antara kami.
"Gue takut kena teror cowok yang gue kejar Ja. Jadi gue bawa kalian berdua sekalian. Filmnya gimana, seru nggak?"
"Seru, sih, lumayan," jawabku. Setelah kupikir-pikir, ada perkataan Tisya yang cukup mengganjal. "Teror cowok yang lo kejar, maksudnya?"
Tisya mengangguk. "Gue kejar cowok. Gue yang malah dicaci-maki dan diancam balik. Dia awalnya bikin gue luluh, terus gue ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya. Jahat. Pas gue kejar dia, dia malah ancam gue."
Aku menganggukkan kepala. "Ancam kayak gimana?"
"Dia bakal mukul atau hantam gue kalau misalnya gue nggak ngejauh banget-banget dari dia."
"Lo apain dia memangnya sampai semarah itu?"
"Nggak ngapa-ngapain. Chat doang aja."
"Tapi chatnya nggak tau waktu?" tanyaku, menebak kebiasaan Tisya.
Gadis di sampingku ini mengangguk.
"Karma selingkuhin Baja," celetuk Haryan setelah sekian lama menyimak.
Aku tertawa dan langsung bertos ria dengan Haryan. Sontak, Tisya menjambak kami sekilas.
"Minta dijagain doang kok, malah flashback sih!" Tisya tampak kesal dengan kami berdua. "Sahabat nggak boleh saling suka sekarang."
"Dah kebal, dah tau aib, sekaligus seluk-beluk juga. Buat apa suka," celetuk Haryan lagi yang membuatku merasa ucapannya itu benar. Aku mengajaknya untuk tos lagi.
Tisya melipat tangan di depan dada. "Hmm gue rasa perjalanan kisah bucin kita masing-masing sekarang beda jauh."
"Yap."
"Baja nggak bisa lepas dari Aunia, Haryan kepo alasan kenapa Rilda natapin dia dari kejauhan terus sejak kelas sebelas, dan gue malah kena ancam balik sama doi sendiri," ujar Tisya.
Aku menegakkan tubuhku. "Oh, jadi ceritanya ada yang suka sama Haryan?"
Tisya mengangguk sedangkan Haryan kembali memasang wajah pasrah.
"Haryan suka ditatapin dari kejauhan sama adek kelas. Pas dia selidiki namanya Rilda. Kapanpun dan di mana pun Rilda selalu natap Haryan dari kejauhan. Haryan bingung mau kayak gimana," jelas Tisya padaku dengan pandangan yang masih fokus ke film.
"Wih, boleh juga lo Yan. Ada juga akhirnya yang naksir," kataku.
"Oh ya btw Ja." Kini Haryan yang menegakkan tubuhnya. "Ngomong-ngomong soal gebetan masing-masing. Kok bisa ya tadi gue liat Aunia lewat di depan studio lo?"
"Hah?" Aku mengecilkan suaraku. "Pas kapan?"
"Pas lo sibuk keluar dari studio terus bicara sama si anak ini." Haryan menunjuk Tisya.
"Masa, sih? Mirip doang kali itu." Tisya kini ikut menegakkan tubuhnya. Kami bertiga sudah tidak fokus menonton film.
"Lo nggak liat Tis?" tanya Haryan pada Tisya.
"Kan gue sibuk bujuk Baja."
"Kayak mana penampilannya Yan?" tanyaku ke Haryan.
"Kayak pas itu ... pas ehm, pas apa ya namanya? Nggak tau deh. Gue yakin banget itu Aunia cuman mukanya lebih pucat." Haryan menyilangkan tangan di depan dada.
"Kalau misalnya lo bisa liat dia Yan. Berarti selama ini gue bukan halu dong? Berarti selama ini gue nggak kumat? Selama ini yang gue pikir Aunia itu masih hidup itu bener?"
Haryan berdeham sambil berpikir. "Entah deh, nggak tau juga. Bisa jadi gue salah liat."
Kampret si Haryan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...