Pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah pasti akan terjadi kerusuhan di setiap keluarga. Entah itu karena bersiap sekolah, berangkat kerja, sarapan, atau apapun. Keluargaku pun sama. Apalagi kali ini pembantu rumah sedang tidak ada. Tentu ibuku akan memancing kericuhan di pagi hari.
Aku bangun sangat cepat hari ini karena harus mengantar Haryan dan Tisya pulang-biasa, mereka manja-sekaligus menemani ibu membeli sarapan. Sudah berulang kali aku berbolak-balik keluar-masuk rumah tapi belum bersiap juga.
"Oke, semuanya makan dulu!" titah ibuku sembari menyiapkan makanan di atas meja. "Dama, bangunin Dzikav!"
Aku yang baru sampai di ruang makan dengan seragam lengkap terheran. "Loh, anak itu bukannya tadi udah bangun?"
"Dia tidur lagi, bangunin sana!" Aku pun mengiakan saja. Begitu sampai di depan kamar adikku, aku tersadar bahwa sejak semalam ada orang baru di rumah ini.
Bisa-bisanya aku lupa.
Buru-buru aku masuk ke kamar Dzikav dan membangunkan anak itu. Untungnya tak memakan waktu lama, tak seperti saat aku membangunkan Tzaka setiap pagi.
Setelah berhasil menyuruh Dzikav keluar dari kamarnya. Aku beralih ke kamar tamu di sebelahnya. Ini kamar Aunia dan Tisya tadi malam. Aku mengetuknya.
Tak ada sahutan.
Seingatku Aunia sedikit sulit bangun pagi hingga hampir terlambat berkali-kali. Seandainya aku bukan pacarnya dulu, dia tidak akan berubah. Yah, walaupun dulu tindakanku sangat bodoh dan polos sekali bisa termasuk dalam perangkap kembaran Aunia itu.
Ah, sudahlah, kembali fokus.
Aunia sama sekali tak memberikan respons. Apa dia sudah bangun? Aku pun turun ke dapur lagi, hendak bertanya ke ibu.
Tetapi saat langkahku sampai, aku sudah menemukan seluruh keluargaku duduk di meja makan bersiap sarapan. Ada Aunia juga di sana, duduk di antara ibu dan Tzaka.
Yah, kursi bagianku diambil Tzaka.
Terpaksa aku duduk di antara ayah dan Dzikav.
"Ayo makan, makan, cepetan! Nanti terlambat masuk sekolah," kata ibu sembari menuangkan nasi ke piring dan memberikannya ke Tzaka. "Aunia nggak usah malu-malu, anggap aja rumah sendiri."
Kulihat Aunia hanya tersenyum dan tampak sedikit malu-malu.
"Makan Dama! Jangan tatapin Aunia terus! Mama hantam ni?!" tegur ibuku. "Dzikav PR-nya sudah dikerjain?" Ibuku lanjut bertanya.
"Sudah dong, papa yang bantuin semalam," jawab Tzaka.
Ayahku hanya menganggukkan kepala saja sambil buru-buru makan.
Suasana keluargaku ketika sarapan memang selalu ribut dengan berbagai pertanyaan dari ibu. Disusul keluhan Dzikav dan Tzaka.
Aku berhasil menangkap pandangan Aunia yang rindu keluarga.
Selesaikan makan, Aunia membantu ibuku membereskan piring kotor. Aku merasa ada yang mengganjal di antara kami, sehingga aku pun modus membantu ibu membereskan piring juga.
Aku menghampiri Aunia yang berdiri di depan westafel untuk mencuci piring lalu berdeham.
Ia mengabaikanku.
"Au?"
Gadis itu masih mengabaikanku, berpura-pura sibuk dengan piring yang dicucinya.
Tak lama ibuku datang dari luar. "Dama, ya ampun!" sahut ibuku yang langsung menarikku untuk menjauh. "Nanti aja kalau mau pacaran ah, tau waktu sama tempat dong."
"Eh, aduh, ma, bukan itu. Dama cuma mau pastikan tadi Aunia kenapa."
Ibuku memanyunkan bibir. "Halah-halah, alasan. Sana sekolah, belajar yang bener, jangan lupa chat mama kalau udah sampai di sekolah nanti!"
Aku yang sudah berdiri di depan rumah pun mengiakan saja lalu berpamitan. Aku menaiki motor seperti biasa dan tenggelam dalam kejanggalan pikiranku sendiri.
Aunia marah padaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...