16 - Paling Menyedihkan

443 129 2
                                    

Pertanyaan itu memiliki jawaban yang jelas, tetapi sulit untuk disebutkan. Sudah lama aku menunggu ini terjadi. Sudah lama pikiran fantasiku berharap Aunia kembali.

Semua itu menjadi nyata sekarang. Lantas apa lagi yang kuresahkan? Rasanya semakin banyak kejadian. Ribuan pertanyaan menghantam kepalaku, sekaligus perasaanku sendiri. "Jelas, gue sayang sama lo Au, tapi ... gue masih kecewa."

Aunia terdiam dan menunduk.

"Kenapa lo nggak coba hubungin gue setelah berita lo itu tersebar? Kenapa lo nggak coba cegah gue kecewa? Kenapa lo nggak cegah gue kena gejala depresi yang mengharuskan gue pergi ke psikolog langsung untuk konsultasi?" Aku mengeluarkan semua pertanyaan itu. "Kenapa lo biarin gue ... sakit cukup lama?"

"Itu karena aku nggak punya pilihan!" Aunia tiba-tiba membentakku. "Bukan cuman kamu doang yang sakit Ja, aku juga! Aku ... juga sakit hati ngelihat saudara kandung aku sendiri jadi pengkhianat! Aku juga sakit hati pas tahu kalau Au ... Lia malah adu domba dan dapetin apa yang dia incar dengan cara licik sekalipun!"

"Gue tanya lo bukan berarti gue minta untuk ngebandingin siapa yang paling menyedihkan di sini!" sergahku. Emosi sudah meluap-luap dalam diriku sekarang.

"Jelas aku yang paling menyedihkan di sini! Kamu coba ngertiin apa susahnya? Sebantar aja! Aku ... jauh-jauh datang ke sini cuman untuk dapet seenggaknya secuil dukungan kamu Dam!" balas Aunia tak kalah nyaring lalu kembali menangis tersedu-sedu.

Aku langsung memeluk Aunia setelah sadar bahwa perkataanku tadi mungkin amat menyakiti perasaannya. Seharusnya aku memperlakukannya dengan lebih baik. Aku melihatnya sangat terpukul dengan keadaan.

Aunia berhenti menangis. "Aku mau pergi."

"Tunggu." Aku menatap Aunia. "Maafin gue Au. Gue termakan emosi dan ego sendiri. Gue juga lagi dalam keadaan bingung jadi gue nggak tahu mau respons cerita lo gimana."

"Kamu pantes kok kalau benci aku."

"Enggak, gue sama sekali nggak benci sama lo. Bahkan, sejak lo pergi, gue nggak pernah sekalipun berniat untuk benci. Gue lebih benci sama diri gue sendiri yang mudah percaya sama orang. Mulai sekarang ... gue bakal dengerin ucapan lo sekarang." Kulepas pelukan kami dan mengusap wajahnya. "Udah sekarang jangan nangis ya?"

Aunia mengangguk. "Makasih banyak Dam."

"Kita pulang. Lo nginap di rumah gue dulu sampai kita berhasil yakinin ke orang tua lo, kalau lo masih hidup." Aku kembali ke posisi dan siap mengemudikan mobil lagi.

"Orang tuaku jelas nggak bakal terima aku lagi Ja," kata Aunia dengan nada bergetar.

"Nggak akan ada yang tau kalau nggak dicoba."

Make Myself Happy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang