13 - Alasan Kembali

488 145 2
                                    

Setelah cukup canggung dipeluk, gadis di hadapanku ini melepas pelukannya. Dia menghapus air mata dan menstabilkan napas dulu.

"Maaf kalau misalnya aku pas itu ninggalin kamu Dam."

"Bisa nggak usah panggil Dama?" celetuk Tzaka kali ini. "Kakak nggak berhak panggil kakak gue Dama. Cuma keluarga ini yang berhak manggil Kak Baza pakai panggilan Dama. Kakak udah ninggalin Kak Baza sampai frustrasi ke diri sendiri, hormatin dikit. Jangan sok dekat! Kakak nggak pantes."

Haryan manggut-manggut karena sangat setuju, sedangkan aku membiarkan saja adikku mengeluarkan fakta dari mulutnya.

Aunia menunduk dan terdiam.

"Dih, mau ngeluarin senjata di depan Baja," ejek Tisya, "cewek mah gitu, nangis pun terbela."

"Gue kasih waktu buat lo jelasin semuanya," kataku pada Aunia, "kalau nggak mau. Lo pulang malam ini. Gue ... males liat lo lagi."

Aku berbohong. Sengaja.

"Jangankan Baja, kita semua pun males pake banget liat lo!" tambah Haryan.

Aunia menghela napas. "Oke. Aku memang belum pernah cerita ke kamu. Mungkin kalian udah tau alasan aku kabur ke Jakarta dari Kalimantan."

"Buat ngejar Faldy," tukasku dengan menaikkan sebelah alis.

"Dengerin dulu Dam, eh, Ja." Aunia terlihat seperti tertekan. Aku cukup merasa kasihan, jadi aku mendengarkannya berbicara. "Aku datang dari Kalimantan buat sekolah di SMK Wardhana nggak sendirian. Aku memang belum cerita. Aku pun tinggal di indekos pas itu nggak sendirian. Aku punya kembaran.

"Hah?"

"Loh?"

Serempak kami semua menggeleng, tak habis pikir.

"Kembar identik?"

Aunia menggeleng. "Kami nggak identik. Nama kembaranku Aulia Ja. Dia yang suka sama Faldy. Aku jadi babu dia. Aku dimanfaatin dia untuk sampai ke Faldy. Aku juga yang dimanfaatin dia buat cari uang tambahan. Alasan aku yang dulu tentang 'suka tidur' itu memang alasan doang, aku kecapekan kalau masuk sekolah. Tapi pas aku ketemu kamu Ja, aku kayak ... punya harapan lagi. Punya seenggaknya satu orang yang peduli dibanding kembaran aku sendiri. Makanya aku balik lagi."

"Hah gimana, gimana? Gue kurang paham." Adnira kini duduk di bawah sofa memerhatikan gerakan mulut Aunia.

"Aulia, kembaran aku itu kebiasaan nyuri uang orang tua. Dia yang seharusnya masuk sekolah, malah nggak sekolah dan jadikan biaya sekolahnya buat nabung ke Singapura.

"Sedengkan, aku yang diajak, aku yang pengin sekolah, aku yang masih punya uang pun dijadikan babu dia. Aku nyaris nggak sekolah juga, tapi aku tetap nekat sekolah, sesuai biaya awal yang aku punya. Bahkan sempat beli laptop. Nah, dari situ, Aulia ... suruh aku mendrama biar dapet belas kasihan orang-orang."

"Terus lo dapet belas kasihan gue?" tanyaku, sudah jelas sekali di sini yang terlihat bodoh dan terlalu baik siapa.

Akulah orangnya.

Make Myself Happy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang