"Gaes, temui Pak Nuh di Lab!" teriak Raja dari luar kelas lalu berlari untuk meraih tasnya di meja.
Aku langsung merapikan laptop dan bukuku ke dalam tas, bersiap pergi ke Lab Komputer untuk melanjutkan pembelajaran bersama kepala program jurusan.
Aldo yang duduk di sebelahku juga tak kalah tergesanya dengan Raja yang sudah lebih dulu berlari keluar. Kebiasaan, mereka mau berebut komputer yang dekat dengan AC.
"Baja!" Panggilan itu menyentakku yang sedang berjalan di belakang seluruh teman. Tentu saja aku terkesiap menoleh dan menemukan Tisya di tangga gedung kelas yang sedang melambai.
Aku hanya menaik-turunkan alis sebagai respons.
Tingkah Tisya cukup aneh, seperti memaksa salah satu temannya untuk melambai ke arahku juga.
Itu ... Adnira yang dibilang semalam?
Adnira terlihat terus menarik tangannya yang digenggam Tisya untuk melambai. Sekilas, aku melihat mulutnya berucap, "Jangan, malu gue Tis."
I see.
Aku tersenyum ke arah mereka lalu fokus berjalan menuju Lab, menyusul kedua teman barbar yang mungkin sudah duduk dengan tenang di sana sekarang.
Atau mungkin sedang berebut kursi?
Aku benar. Baru saja langkahku sampai di depan pintu Lab, mereka sudah terlihat sedang merebutkan kursi di ujung.
"Wow wow wow," selaku, "udah nggak usah rebutan. Mending gue aja yang duduk di sini sekalian."
"Nggak bisa!" Raja mendorongku dan Aldo. "Gue mau di sini. Gue nggak ada AC!"
"Et, gue lebihnya!" Aldo menepikan tubuh Raja dari hadapannya.
Aku memutar bola mata. Melihat mereka itu membuang waktu. Aku duduk saja di kursi yang terletak tak jauh dari kursi rebutan itu dan meletakkan tasku.
Ponselku yang menyala berhasil menarik perhatian. Aku meraihnya untuk mengecek sebelum Pak Nuh yang sedang keluar dari ruangan ini datang.
Pesan masuk dari Adnira.
Nanti pas di kantin boleh satu meja, bareng?
Gercep sekali anda. Aku manggut-manggut sambil membalasnya.
Boleh, tapi tunggu gue keluar dari Lab.
"Wih Baja!" Aku tersentak dengan dorongan keras Aldo.
"Woe Raja!" Aldo menarik Raja untuk berjalan ke arahku. "Coba liat si Baja udah dapat gebetan baru!"
Raja semakin terlihat menggila. Ia mendorongku, menampol bahuku, mencubit, bahkan merebut ponselku. Punya temen gini amet.
"Wiss ngantin bareng dong ya, uhuy. Tembak langsung Ja!" Raja mulai mengutak-atik ponselku.
Parah! Aku langsung merebutnya dalam sekali tarik. "Jangan asal Raja! Parah lo."
Sayang sekali pesan ketikan Raja itu sudah terkirim dan sudah dibaca.
Adnira jadi pacarku ya.
"Nggak jelas banget lo Ja. Astaghfirullah!" keluhku.
Aku menepuk dahiku. Parah betul tindakan Raja ini. Aku langsung menghapus pesan itu dan memberikan klarifikasi.
Anda telah menghapus pesan ini.
Sorry, itu tadi Raja iseng.
Bukan gue, sumpah.
Aku langsung memukul bahu Raja itu. Lebih baik mereka saling berebut kursi saja daripada harus mengusikku.
"Gimana Ja, ada semilir rasa deg-deg yang lewat?" Ini lagi si Aldo, udah tahu panik malah digoda.
"Deg-deg karna panik ya jelas!" jawabku, masih takut-takut menunggu balasan Adnira.
Ting!
Pesan balasan datang. Takut-takut aku melihatnya.
Awokawokawok Baja gemes deh.
Baja pengen banget move on dari Aunia ya?
Aku menyadari pengirim pesan ini bukanlah Adnira. "Ini balasan Tisya!"
Sontak Raja dan Aldo tertawa nyaring, lalu terhenti ketika Pak Nuh sudah masuk ke Lab.
Jangan-jangan mereka semua bersekongkol untuk membuatku dekat dengan Adnira? Fatal.
Ya sudahlah. Terserah.
Setidaknya, kelakuan mereka membuatku sedikit lupa dengan Aunia. Haha, awas kemakan omongan sendiri, Baza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...