Pintu rumah diketuk bertubi-tubi. Aku yang sedang melayani beberapa pelanggan di studioku sendiri terpaksa beranjak ke luar studio untuk melihat.
"Dam lu atur foto ini dulu sebentar," titahku pada adikku yang kedua, Tzakafardo Damagara yang untungnya membantuku malam ini. Panggil saja Tzaka.
Aku keluar dari studio melalui pintu depan dan berjalan menuju rumahku yang jaraknya sekitar lima meter.
"Baja ayo kita jalan!" Ternyata itu Tisya dengan Haryan yang selalu menganggap rumahku adalah rumah mereka juga—ketika orang tuaku sedang pergi keluar.
Haryan menampakkan wajah pasrahnya dalam gandengan Tisya.
"Jalan ke mana? Kalian nggak liat gue sibuk?" Aku berjalan mundur dari rumahku, hendak kembali ke studio. Ah, mereka ini membuang waktuku saja. "Nanti dulu aja. Dam lagi sendirian di studio. Dzikav tidur di belakang studio."
Tatapan pelanggan di studio juga sempat-sempatnya mengarah ke kami.
Tisya berlari menghampiriku, masih menggandeng Haryan dengan paksa. "Ayo kita jalan dong, please, malam minggu ini."
"Masa gue tinggalin adek gue sendiri?" tanyaku masih terus melangkah ke studio, melewati motor-motor yang terparkir di depan sana. "Gue banyak pelanggan. Banyak yang minta cuci foto sama minta difotoin ini itu. Soalnya sekarang lagi maraknya pendaftaran beasiswa."
"Ya sudah, lo kerjain kerjaan lo dulu. Gue sama Haryan nungguin ampe sekiranya kelar, ya, ya, ya?" Tisya masih terus membujukku.
Aku mulai merasa kasihan dengan Haryan yang masih memasang wajah pasrah ditarik Tisya, mungkin dia mengalami paksaan yang sama sebelum ini.
"Kalau semisal jam sepuluh malem baru kelar?"
"Nggak papa."
"Lo nggak dicariin Tis?"
"Kan, sama kalian berdua ini. Dari kecil pun sudah pernah nyasar di bis bareng sampe ke kota lain."
Haryan menganggukkan kepala saja, masih pasrah.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam studio. "Ya sudah, tunggu kalau begitu. Jam sepuluh gue tutupan."
"Ayo kita bantu Haryan nyari cewek yang ngelirik dia terus, sekalian!" seru Tisya tepat saat aku baru masuk studio.
Aku terkejut dan sontak mengeluarkan kepalaku dari studio lagi. "Bener Yan?" tanyaku dengan ekspresi kaget bercampur senang.
Haryan yang memasang wajah lelah itu mengangguk saja.
"Tunggu!" kataku sambil masuk lagi ke dalam studio. Aku tersenyum ke arah beberapa pelanggan yang melihat tingkah kami. "Anak muda om-tante, punten, hehe."
Mereka hanya tertawa kecil. Untung saja Tzaka melakukan pekerjaannya tak kalah cepat dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...