32 - Jumpa Kenalan

349 119 11
                                    

Aku tiba di kafe, tempat perjanjianku dengan Adista dan Devin. Sepulang sekolah aku sempat berpapasan dengan Adista untuk mengadakan perjanjian pertemuan dan mengajak Devin yang berbeda dari sekolah kami, tentunya.

"Oh jadi lo ngajak ketemuan di kafe ini cuman buat nanya soal Aunia doang?" Devin di hadapanku bertanya langsung ke inti.

Aku menganggukkan kepala saja.

"Buat apa, sih, bahas cewek itu lagi? Kan, udah meninggal." Kini giliran Adista yang protes.

Sudah berapa kali kutemukan orang yang protes tentang masalah Aunia dan Aulia ini.

"Gue pengin tanya doang. Masih punya dugaan banyak nih. Aunia memang selalu bawa Aulia selama pindah ke Jakarta?" tanyaku.

Devin mengangguk cepat. "Wus jangan ditanya bos. Mereka kayak udah tersingkronisasi sebagai kembaran. Saling melengkapi dalam kelicikan. Astaghfirullah masih aja gibahin orang yang udah meninggal."

"Gue cuman pengin tau fakta Dev," bujukku, "siapa sebenernya yang suka sama Faldy?"

"Dua-duanya."

"Kata lo dulu Aunia?"

"Aunia yang menang."

Aku mulai bingung. Kalau Aunia yang menang? Lantas, mengapa Aulia yang sedang ada di rumahku itu berkata bahwa dirinyalah yang menang dan berhasil menarik Faldy? Apa dia membalikkan cerita?

"Aunia yang menang pas SD. Oh ya, Aunia sama Aulia itu susah dibedain bro," kata Devin lagi, "tapi yang deket sama gue si Aunia, sih."

"Gue pusing seketika."

"Gue juga," tukas Adista, "sebenernya yang sekolah di sekolah kita, terus sok-sokan jadi putri tidur itu siapa, sih?"

"Oh kalau putri tidur itu jelas Aunia, yang sekolah juga Aunia, yang nipu Baza itu Aunia. Aunia sama Aulia itu sama-sama licik. Bahkan sesama kembaran pun saling dendam," jelas Devin seolah dia sudah ahli dalam membedakan mana Aunia dan mana Aulia.

"Gue terus terang aja ya," kataku, "gue kedatangan salah satu di antara Aunia atau Aulia. Gue bingung itu siapa. Tadi, kan, lo bilang, Aunia yang menangin hati Faldy? Orang yang datang ke gue kali ini ngomong kalau Aulia yang menangin hati Faldy. Dia ngaku-ngaku sebagai Aunia yang dibuang dan nggak dianggap saudara kembar Aulia. Gue yakinnya, yang ada sekarang itu Aulia. Bukan Aunia. Menurut lo itu siapa?"

Adista langsung meraih gelas dan menyuruputnya hingga setengah. "Nggak paham gue."

"Pahamin, tolong," pintaku.

Devin juga melongo mendengarnya. "Kudu ketemu, sih, kalau gini. Nggak bisa nebak-nebak. Tapi, pasti muka pas SD sama yang sekarang beda banget."

Aku mengangguk. "Jadi lo nggak bisa bedain?"

"Iya juga. Bisa jadi gue nggak bisa bedain. Lama banget nggak bersanding langsung sama dua orang itu."

"Kalau pas SD Aunia menang. Menurut lo yang meninggal karena lompat dari gedung itu siapa?" tanyaku.

"Aunia, sih, menurut gue," celetuk Adista. "Ada banyak dugaan. Pertama, Aunia menang pas SD sampai sekarang, tapi karena takut dikalahin sama kembaran sendiri, jadi dia bunuh Aulia. Dugaan kedua, Aunia menang pas SD terus kalah di SMK sampai akhirnya dia bener-bener memutuskan untuk bunuh diri."

"Kedua kayaknya lebih logis, sih. Mereka sesama kembaran saling dendam, tapi kecil kemungkinan kalau saling membunuh, berarti salah satunya memang ada yang bunuh diri. Dan yang berpotensi bunuh diri banget-banget itu Aunia, yah, lo tau sendiri, sikapnya sejenis orang yang males hidup," balas Devin.

"Iya makanya gue bilang Aunia yang meninggal." Adista menyetujui pendapat Devin.

Aku semakin bingung.

"Terus dugaan ketiga sesuai yang lo bilang tadi Za." Adista menyadarkanku lagi. "Bisa jadi juga Aunia menang pas SD, lanjut Aulia yang menang pas SMK. Karena Aulia nggak mau kalah, akhirnya dia buat kematian palsu Aunia, terus buang Aunia di Singapura. Kan bisa juga, tuh."

Aku semakin bingung. "Kenapa gue yakinnya yang sama gue sekarang itu Aulia? Bukan Aunia."

"Bisa jadi juga."

"Jadi yang meninggal itu Aunia atau Aulia menurut kalian?"

"Aunia!"

"Aulia!"

Serempak dua orang di hadapanku ini menyebutkan nama yang berbeda.

"Butuh Sharelock Holmes kayaknya lo Za," ujar Devin seraya menepuk bahuku.

Aku menggelengkan kepala. "Ah sudahlah, bekap aja dia nanti. Terus ancam, suruh ngomong secara jujur."

"Wah ganas lo!" Adista terkekeh. "Tapi kayaknya memang harus gitu kalau lo mau."

Tepukan di bahuku oleh Devin semakin cepat dan keras yang menandakan bahwa ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.

"Gue tau Za!" Devin berseru, sesuai harapanku.

"Apa jadinya?"

"Nama siapa yang muncul di koran sama berita pas itu? Aunia apa Aulia?" Devin malah bertanya.

Adista berdecak sebal. "Kan, yang dikasih tau cuman inisialnya AK. Aunia Karlivasya, otomatis kembarannya Aulia Karlivasya. Kurang lebih. Jadi susah bedainnya."

"Di koran pas itu ada nama Aunia," jawabku, "langsung sebut lengkap. Nggak ada sebut inisial. Nggak kayak berita di TV."

"Nah, berarti yang meninggal Aulia, bukan Aunia," simpul Devin.

"Tau dari mana?"

"Nggak tau, asal nebak aja biar makin ribet lo mikirnya."

Astaghfirullah.

Make Myself Happy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang