14 - Cara Bahagia

481 142 5
                                    

"Maaf Ja.... Aku memang ninggalin kamu tanpa kabar, tapi aku nggak punya pilihan selain ikut Aulia. Aku nggak mau dia kenapa-kenapa. Tapi, pas Aulia udah berhasil dapetin Faldy, aku dibuang. Dia buat kematian palsu, beritanya bahkan sampai ke orang tua."

"Siapa yang biayain berita palsu lo?" Kini Haryan bertanya. "Nggak logis lo, jangan ngarang cerita."

"Aku nggak ngarang cerita!" bentak Aunia. "Faldy itu orang kaya, Aulia ... bisa manfaatin uangnya dia buat ngusir aku. Katanya, aku cuma beban."

"Ya terus, kenapa lo malah mau ngikut ke Singapura?" Haryan menggeram, sepenuhnya tak suka dengan Aunia.

"Dia nggak punya pilihan kak." Kali ini Tzaka menyeletuk lagi. "Bayangin, satu-satunya keluarga di sini juga mau ninggalin. Kembaran lagi. Mau nggak mau ya pilih ikut."

Aunia mengiakan omongan Tzaka. "Iya. Aku juga nggak mau ngeribetin Baja lagi demi niat liciknya Aulia. Jadi aku pilih ikut. Dia juga janjikan hidup yang lebih enak. Siapa yang nggak mau? Dia juga janjiin aku bakal dikembalikan ke ortu kalau berhasil balik ke Faldy. Tapi, semua itu omongan doang. Dia buat keadaan jadi makin parah."

Aku terkekeh. "Kalau memang itu kematian palsu. Terus kenapa orang tua lo konfirmasi ke kita semua kalau lo meninggal?"

Entah mengapa, aku merasa dia berbohong. Seperti ada sesuatu yang salah.

"Ya karena Aulia bilang begitu Ja. Jadi, mereka menganggap aku udah nggak ada di dunia ini! Dia ngerancang sedemikian rupa biar orang percaya. Kuburan aku juga. Kalian pun berhasil percaya! Ternyata Aulia benci banget sama aku." Mata Aunia kali ini berair. Dia terdiam sebentar. "Kamu juga benci sama aku, Ja?"

"Iya!" Tisya kini duduk menyempil di antara kami. "Siapa yang nggak benci coba sama lo? Baja nyaris jadi mayat hidup gara-gara berita lo pergi terus meninggal. Lo kalau udah kayak begitu memangnya nggak bisa cari cara apa? Masa sih, ada kembaran sejahat itu?"

"Ada! Lo nggak ngalamin. Jadi lo diam. Gue cuman jelasin ke Baja."

"Ih, nyosor loh ya!"

"Tis, udah, udah." Aku menarik Tisya menjauh dari Aunia agar tidak menjambak tiba-tiba. "Jadi, sekarang lo mau apa Au?"

"Nggak tau. Cuma kamu alasan aku balik ke sini. Aku nggak mau terus-terusan jadi anak kerja sana-sini di negeri orang. Gelap, sepi, sendiri, penuh ancaman juga. Aku beneran bisa mati."

"Kenapa nggak mati aja, sih? Biar sekalian?" Pertanyaan Haryan yang menyelekit itu langsung membuat Aunia tersentak.

Aunia menangis lagi. "Kalian kok jahat, sih? Aku ke sini susah payah loh." Aunia menatapku. "Kalau kalian nggak butuh aku lagi, oke, fine." Ia menangis semakin menjadi. "Biar aku ... kembali ke kos lama."

Kalau seandainya dia berbohong, aku yakin dia adalah aktor terhebat. Namun, aku merasa kalau semua ini benar adanya. Aunia di hadapanku kali ini memang benar masih hidup.

Gadis itu berdiri dan keluar rumah tanpa pikir panjang. Haryan, Tisya, dan Adnira menyahutinya.

Sekali lagi aku merasakan hal yang sama, iba.

Kuambil kunci mobil dari ruang tengah dan menyusulnya keluar.

Jangan tanya teriakan mereka sekencang apa dan tindakan mereka mencegahku menjadi seliar apa. Aku tak peduli.

Karena kehadiran Aunia adalah satu-satunya caraku untuk kembali bahagia.

Make Myself Happy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang