Aku menatap tajam gadis itu. Sungguh, dua kembaran yang duduk di sofa rumahku ini semuanya penipu.
"Aunia Karlivasya yang ngaku sebagai Aulia Karlivasya, apa kabar?" tanyaku untuk memergokinya.
Auria berhenti terisak dan menoleh ke saudarinya. "Dia ngaku ke kamu kalau dia Aulia?"
Haryan dan Tisya melongo tak paham menatapku penuh pertanyaan di kepala mereka.
Aku langsung mengangguk, sebisa mungkin aku tak menunjukkan wajah sedih. Aku harus terlihat biasa saja saat melihat jelas Aunia Karlivasya duduk di sofa sebelahku sekarang.
Aunia Karlivasya yang sebenernya.
Ya, kali ini dia langsung mendatangiku dengan alasan ingin mengungkap kebohongan Auria. Dia juga mengatakan bahwa dirinya Aulia. Bohong. Dia Aunia, aku tahu.
Aku tahu itu dari padangan matanya yang sayu, seperti orang mengantuk. Oh ya, jangan lupa sebutan Sleeping Beauty itu masih melekat pada penampilannya. Wajah bak orang kurang tidur yang selalu tertutup bentuk muka bulat sok bahagia itu takkan pernah lepas dari karakter seorang Aunia.
Baru saja aku mengingat lagi ciri khas gadis itu setelah akhirnya benar-benar bertemu. Aku langsung dapat mengetahui mana Aunia dan mana Auria asal keduanya duduk di tempat yang sama. Perbedaannya terlihat. Jelas.
Sangat jelas.
"Jadi, yang meninggal sebenernya Aulia, kan?" tanyaku sekali lagi, membuat Haryan dan Tisya paham.
Aunia yang asli langsung membuang muka. Dia tahu risiko ini, dia juga sudah memperhitungkannya. Tapi kurasa, dia juga tak dapat berkutik kalau aku bertingkah seolah aku berani mematahkan lehernya.
Haryan bertepuk tangan. "Untung Baja nggak ngasih lo duit sekian puluh juta."
"Ya, untung enggak. Untung gue cinta mati penuh tolol ke Aunia," kataku, "Baza bodoh yang malang."
"Baza, udah!" Kini Aunia asli menegurku. "Gue tau lo nggak bakal maafin gue. Gue memang licik. Jelas. Gue bakal balikin semua uang yang lo habisin untuk gue bahkan kembaran gue ini."
"Oh, kamu udah berlagak kaya ya Kak Aunia?" celetuk Auria. "Kamu udah lupa keluarga?"
"Iya. Capek hidup miskin bareng kalian. Jadi buat apa?" Aunia juga membuka fakta. "Lo sebagai kembaran yang nggak punya pendirian, nggak usah ikut-ikutan!"
"Aku pengin tau penyebab Kak Aulia meninggal!" tutur Auria. "Aku ke sini juga bukan karena Dama doang."
"Berhenti panggil Dama," sergahku. "Gue mulai peka alasan lo nggak pernah nyebut 'lo-gue' karena lo kabur dari rumah orang tua di Kalimantan. Ini juga perbedaan lo sama Aunia. Ada yang pengin dijelasin lagi? Kalau nggak ada, pergi! Nggak usah balik lagi. Gue muak liat kalian berdua!"
"Aulia meninggal gara-gara apa?" Tisya malah sempat mewawancara. "Gila kalian berdua, pintar ya balikin fakta. Pakai bilang Auria ini Aunia, Aulia itu Aunia, dan ternyata yang meninggal Aulia. Seandainya kalian bukan cewek yang ada kaitannya sama Baja, udah gue patahin leher kalian."
"Aulia meninggal gara-gara patah hati ditolak Faldy. Gue sebagai kembaran, akhirnya cari cowok baru dan kelar. Yang gue harepin terwujud tanpa perlu Aulia lagi. Kami terbiasa main tuker-tukeran identitas, jadi, ya udah, jalannya memang gitu."
Mengapa Aunia menjawab begitu mudah sampai tak merasa bersalah telah membuatku seperti ini? Mengapa dia bisa terlihat baik-baik saja bahkan saat meninggalkanku pergi? Semudah itu?! Dia juga dengan mudah jujur mengenai kebenaran tanpa mengelak ataupun berteriak.
Aku melihat cincin di tangannya dan lagi-lagi langsung paham. Kesal dan kecewa ibarat satu perasaan yang tak dapat dipisah dari seorang Baza sekarang.
Aku merasa sangat bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Make Myself Happy
Short Story[Sequel of Make You Happy] Baza berharap dapat melupakan Aunia dan melakukan segala hal yang membuatnya bahagia. Tetapi, bagaimana jika ternyata hal yang membuatnya bahagia tanpa mengingat beban adalah kehadiran Aunia? Di malam itu, Aunia datang den...