Bab 47 - 48 : Lebih Pantas Mati

14.3K 1.3K 984
                                    

Next update, KALO SUDAH 600 KOMEN, Minggu depan update. Nggak vote ya sekarang tapi komen.. Jadi komen sebanyak-banyaknya, apapun itu 😌 gw yakin kalian bisa kok. Demi Panji, ya kan? Yang vote aja hampir 900, jadi mudah lah ya nyampe 600 komen :p

Plis, komennya tentang isi ceritanya ya jangan ngasal -_- biar bisa bahas bareng-bareng gitu, gue juga bakal jawab komennya kalo gak sibuk. Jangan nanyain kapan waktu update, kan dah ribuan kali saya jelasin tanggalnya. Jangan juga komen next BLA BLA BLA. Pasti di next kok -_- pokoknya tentang isi ceritanya, biar saya tahu isi pikiran kalian pembaca saya oke?

Udah itu aja.

#Panji

Eh ada apa ini ada apa ini? Kok aku lihat Ardi, Randi, Gio dan teman-temanku yang lain ada di pasar Simpang? Jelas aku bersembunyi. Jangan-jangan mereka sedang mencariku? Haduh bisa gawat. Agak sedih juga sebenarnya. Aku sudah jahat sama mereka karena pergi gak bilang-bilang tapi mereka nampak masih peduli dan mencariku.

Selain Ardi dan Randi, aku juga sempat melihat punggung Bang Farid. Ah sial! Dari mana mereka tahu kalo aku suka ada di sini? Sebelum aku ditemukan, buru-buru aku menjauh dari arah pasar menuju gang sempit di mana gang ini menjadi penghubung masuk ke perumahan.

Cukup lama aku menunggu di gang ini. Dirasa Bang Farid, Kang Ardi dan Randi sudah gak ada, dengan cepat aku kembali ke masjid.

Sekarang karena aku tahu mereka sedang mencariku, aku jadi gak bebas pergi ke mana-mana. Malah aku jadi gak berani pergi ke pasar Simpang lagi. Cuma masalahnya, habis pulang kerja aku tetap harus makan. Entah apa pun itu. Mau kotor atau bersih. Mau dari tempat sampah atau makanan layak. Aku harus makan. Toh, tinggal 5 hari lagi aku menerima gaji.

"Pulang, Ji?"

"Iya, Fan. Duluan ya."

Karena gak memungkinkan aku cari makan di pasar lagi, kuputuskan untuk pulang saja ke masjid. Bohong kalo aku bilang gak lapar. Dari tadi perutku terus berbunyi pertanda butuh asupan makanan. Niatnya, malam ini aku akan ikutan meronda. Siapa tahu kan aku diperbolehkan ikut makan gorengan atau martabak sama Bapak-bapak yang ngeronda.

Namun saat aku hendak pergi ke pos, bukannya di samping masjid ini ada kebun, ya? Kebun liar sih gak keurus tapi ... aku lihat ada banyak pohon singkong hampir di semua tempat. Setahuku daun singkong itu bisa dimakan, malah sering dijadikan lalapan. Senyumku mengembang seketika. Dari yang tadinya aku hendak pergi ke pos ronda, langkahku berbelok mengendap-ngendap menuju kebun terlantar ini.

Aku pun meloncat untuk mengambil daunnya. "Permisi, minta daun singkongnya nanti saya ganti." Ya, kuputuskan setelah aku mendapatkan gaji, aku akan bertanya kepada Kang Malik siapa orang yang punya kebun terlantar ini. Biar nanti kukasih sedikit uang karena aku akan makan daun singkong selama 5 hari ke depan.

Setelah kubersihkan di tempat wudu, langsung kumakan dengan lahap. Errr rasanya pahit, gak enak kalo belum direbus, tapi mau gimana lagi. Selama masih bisa dimakan dan tidak bikin perutku melilit, kenapa tidak. Toh, ingat, Ji. Untuk 5 hari ke depan.

***

Alhamdulilah sejak aku tahu di samping masjid ada kebun terlantar dan banyak daun singkong, perutku gak sakit lagi. Lapar sih masih karena aku makannya cuma bisa dikit. Jika terlalu banyak aku bakal muntah. Tapi setidaknya aku gak harus cari makan di tong sampah. Ayo semangat! Tinggal 3 hari lagi.

***

Hari ini tamu yang datang ke restoran sangat banyak dan gak berhenti-henti. Untuk berdiri pun rasanya susah. Dengan langkah tertatih-tatih aku pulang. Tak lupa setelah sampai kubersihkan lantai masjid dari ujung hingga ke ujung lagi. Namun karena aku merasa lelah, kurasa kaca masjidnya besok saja aku bersihkan. Sekarang aku harus ngambil daun singkong, kucuci di keran air, lalu ... tidur.

Guru Seksi [MxM] [Re-make]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang