Selesai salat, aku dan Mas Bayu langsung pergi ke meja makan. Om Fadli dan juga Tante Rara sudah menunggu kami. Serius, saat aku melihat Om Fadli, dia ganteng sekali sama seperti Mas Bayu. Kharismanya sebagai seorang laki-laki terpancar kuat. Beberapa kali Om Fadli memang pernah mengunjungi rumah nenek, cuma saat itu aku jarang memperhatikan karena sering pulang sore.
"Makan dulu, Ji. Habis itu kita ngobrol. Silakan."
Aku mengangguk. Sejujurnya aku masih rikuh duduk di meja makan dengan suasana hangat seperti ini. "Mau Mas ambilkan, Ji?" tanya Mas Bayu. Belum sempat aku menjawab, Mas Bayu berkata, "Lauknya mau apa? Ah, kamu suka rendang sama sayur nangka ya. Sebentar Mas ambilkan."
Eh? Jujur aku bingung! Sangat bingung malah. Sosok Mas Bayu—tidak tetapi Pak Bayu—yang selama ini kukenal di SMA begitu dingin, misterius, pemarah, bahkan punya julukan guru killer. Tapi sosok yang saat ini kulihat begitu ceria, begitu ramah, penuh kharisma sama seperti bapaknya.
"Waduh jangan terlalu banyak nasinya, Mas. Kebanyakan itu."
Mas Bayu terkekeh. "Badan gede gitu harus makan yang banyak, Ji. Masih kurang malah menurut Mas. Laki-laki itu harus tinggi besar kayak Mas."
Fisikku termasuk tinggi memang, tapi di sekolah aku bukan yang paling tinggi. Ya, ada si Beni, teman sebangkuku. Aku 170 cm sementara si Beni 175 cm.
"Yang ada kalo kebanyakan makan nanti perut aku jadi buncit, Mas Bay. Melar kayak Om Fadli tuh," candaku sambil tertawa renyah. Semoga Om Fadli tidak tersinggung.
"Hahaha perut emang udah melar. Nih lihat," tunjuk om Fadli sambil menaikkan kausnya. Napasku langsung tertahan. Shit! Perutnya, meski buncit, menurutku seksi sekali. Tumbuh bulu yang cukup lebat di area pusar. Apalagi perut sixpack Mas Bayu ya. Mas Bayu juga tipe hairy kayak bapaknya. Aku yakin Mas Bay bakal lebih seksi dua kali lipat dari—"Malah bengong liatin perut om. Cepetan makan, Ji."
AAAARGHHHH apa-apaan aku ini! Nyaris saja, nyaris saja aku memberikan kesan buruk pada keluarga ini.
Baiklah, kami makan dengan khidmat. Tak ada satu pun di antara kami yang mengeluarkan suara. Bahkan suara sendok beradu piring pun kecil sekali terdengar. Setelah makanan habis baru aku memberanikan diri bersuara. "Nikmat sekali om, tante! Ini makanan terenak yang pernah Panji makan selama ini!"
Tante Rara mengambil tisu lalu mengelap bibirnya. "Jelas dong enak, semua makanan ini kan buatan Bayu tadi siang terus tante angetin lagi biar enak. Biasanya yang masak si mbok, Ji. Cuma khusus hari ini gak tahu deh kenapa malah Bayu yang masak."
"Mas Bayu jago masak?"
"Dia jago," sahut om Fadli. "Kerjaan dia di rumah terus, Ji. Anak rumahan. Keluarnya cuma hari minggu doang, itu pun jalan sama pacarnya gak tahu ke mana. Intinya om bersyukur nenekmu menitipkanmu di sini. Om sama tante sering keluar kota, jadi gak bisa jaga Bayu terus."
Kalimat om Fadlan membuatku bingung. Bukannya seharusnya aku yang harus Mas Bayu jaga? Emangnya Mas Bayu gak bisa jaga diri sendiri, gitu? Wait ... pacar?
MAS BAYU UDAH PUNYA PACAR!!?
BANGSAT!!!
Eh, sabar-sabar. Itu kan hak Mas Bayu.
"Oh iya om aku boleh nanya? Di ruang tengah ada foto keluarga ya, om. Kalo Panji gak salah lihat, ada satu orang lagi. Di mana dia sekarang?"
Om Fadli menjawab, "Dia Rendi, kakak anak pertama om." Sudut mataku sekilas melihat raut wajah Mas Bayu berubah kelam. Mereka berdua pasti gak akur. Buktinya Mas Bayu terlihat gak senang ketika mendengar nama Rendi.
Mas Bayu bangkit. Dia bereskan piring kotor di atas meja kemudian pergi ke dapur. "Biar aku saja, Mas."
"Udah biar Bayu saja. Sekarang kamu ambil barang bawaan kamu terus ikuti tante ke atas, Ji. Kamar kamu ada di lantai dua."
"Ta-tapi ...."
"Yuk."
Aku mengangguk. Rumah tante Rara tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil. Desainnya minimalis dan sederhana dengan warna yang sederhana pula.
Sekarang aku berdiri di depan pintu yang tertempel ukiran kayu bernamakan Panji. "Kok ada nama Panjinya, tante?"
"Oh itu buatan si Bayu kali. Dia emang seneng bikin barang-barang aneh."
Ketika pintu kamar terbuka, napasku langsung tertahan karena telah melihat kamar sederhana yang sangat bagus sekali untuk orang sepertiku. Semua warnanya bernuansa monokrom. Cat berwarna abu-abu, keramik putih, kasur hitam putih, di samping meja belajar ada seperangkat alat musik; biola, gitar, bahkan keyboard. Sungguh ... kamar ini terlalu bagus untuk kutempati.
"Hebat kan anak tante? Awalnya kamar ini merupakan tempat penyimpanan barang, tapi dia rubah hingga seperti ini. Dia beneran seneng kamu tinggal di sini, Ji."
Tak lama kemudian Mas Bayu datang sambil membawa perangkat komputer yang tadi kami beli. "Bantuin Mas pasangin komputernya, Ji."
"Kalo gitu tante tinggal dulu ya, sebentar lagi tante mau ke Jakarta." Tante Rara menatap Bayu lekat. "Gak masalah kan Ibu sama Ayah pergi ke Jakarta, Bay? Ibu ada urusan sama sodara kita di sana."
Mas Bayu tersenyum lebar. "Boleh, Bu. Pergi saja. Kan udah ada Panji yang nemenin Bayu di rumah. Iya kan, Dek?"
Dug dug dug.
Jantungku langsung berdetak tidak karuan. Mas Bay bisa aja! Duh, kenapa aku seneng ya bisa tinggal di sini, ditambah sekarang aku bisa berduaan dengan Mas Bayu.
Hmmm apa yang akan terjadi malam nanti ya?
Vote dan komennya guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Seksi [MxM] [Re-make]
Romance[21+] Kisah Pak Bayu dan Panji :) Bab 58 ke atas saya ubah total. Jadi, kalian bisa baca ulang karena alurnya, konfliknya, semuanya bakal baru belum kalian baca.