#Panji
Jujur saja, di sekolah aku sering melamun gara-gara ucapan Bang Farid tadi pagi di kamar mandi. Mas Bayu ada di rumah sakit? Meskipun Bang Farid terus berkilah kalo dia salah ngomong, tapi aku yakin, teramat yakin malah, kalimat pertama yang dia katakan itu adalah kenyataan.
"Ji?"
Ah sial. Semoga aja gak kenapa-kenapa deh. Mungkin Mas Bayu ada urusan di rumah sakit sama temennya. Tapi kenapa hatiku gak bisa tenang ya Tuhan? Ada apa ini!
"PANJI!!!"
Aku terperanjat. Randi, teman sebangkuku membentak keras sambil menonjok bahuku hingga aku terhuyung dan menabrak pintu. Sekarang jam istirahat. Aku memang sedang diam di samping pintu sembari memandang langit di atas sana.
"Naon aya naon!? Ganggu wae!"
"Kang Ardi ngajak kumpul di markas! Gue dari tadi ditelepon terus nih. Ayo cepetan kita ke sana, katanya ada rapat penting dan kita berdua harus ikutan atau kalo nggak ...," sahut Randi sambil memeragakan pisau menyayat dirinya sendiri, "kita berdua akan mati."
"Lebay lo!" balasku sewot. "Udah lo aja ah, males nih. Gue lagi mikirin seseorang nun jauh di sana yang entah sedang ngapain sekarang. Mana di sekolah ini gak ada lagi."
"Siapa? Pak Bayu?"
Bangsat. Kok Randi bisa tau sih?
"Hah? Kenapa lo mikir gitu?"
"Ya karena Pak Bayu gak ada di sekolah ini setahu gue. Si Asri tadi kan pelajaran olahraga dan Pak Bayunya gak ada, gak tau dah alasannya apa."
"Ngawur aja. Masa gue mikirin Pak Bayu sih." Padahal mah iya! Aku kangen banget sama guru seksi itu. Aku rindu ketampanannya yang sungguh luar biasa enak, pun aku juga kangen dengan tubuh fisiknya yang aduhai enak dipandang. Tinggi besar, berdada bidang dan lengannya cukup membentuk walau gak terlalu besar. Duh air liurku jadi ngeces nih.
"Udah ah jangan banyak bacot. Lo ikut gue sekarang!"
Randi pun menarik tanganku ke markas Kang Ardi kayak pasangan homo. Di jalan aku ketemu si Revan, ketua OSIS aneh yang sampe sekarang maksa supaya aku masuk ke organisasinya.
"Eh kalian mau ke mana!?" Nadanya selalu sewot kalo ngomong denganku.
"WC."
"Berdua?"
"Ya."
"Loh kok berdua?"
"Lah emangnya kenapa?" tanyaku. "Sesama cowok ini. Sekalian kontes siapa yang paling panjang."
Muka Revan memerah. Sebenernya Revan tampan sih. Cuma belum mateng aja. Dia tuh tampan ala anak SMA, bukan orang dewasa kayak Mas Bayu atau Bang Farid. Aku gak minat. Aku kan sukanya yang dewasa-dewasa. Nah kenapa kubilang tampan, itu karena orang lain juga pasti berpikiran sama. Contohnya dua orang cewek yang sedang duduk di bawah pohon rindang selalu menatap Revan ala-ala remaja yang sedang dirundung cinta. Juga ketiga banci yang sedang berlari di koridor ke arah kami, yang tentu saja tujuan utamanya untuk menghampiri Revan.
Buru-buru aku bilang, "Eh sorry ya ketos yang terhormat. Gue buru-buru nih. Bye." Padahal aku males kumpul di markas, tapi lebih males lagi berurusan dengan ketiga banci itu! Bukan karena bancinya aku kabur, tapi mereka suka cari gara-gara denganku.
Tujuan aku dan Randi memang ke toilet kok. Tapi bukan untuk masuk ke dalamnya. Di samping toilet ada dinding dan tempat pembakaran sampah. Kami sering bolos lewat sini, naik ke pembakaran sampah yang ada cerobong asapnya. Soal panjat memanjat aku sih ahlinya. Tubuhku tinggi, hampir sama dengan Mas Bayu, dan tenagaku juga lebih besar dari si Randi, preman sekolah yang sering berantem waktu kelas 1. Dari 100 pertandingan adu panco, kayaknya si Randi gak pernah menang deh. Makanya aku bisa bilang soal tenaga dia lebih lemah dariku.
Sesampainya di markas, atau parkiran motor di samping sekolah, mataku membelalak saat melihat ada puluhan siswa plus siswi sedang berdiri sambil membawa tongkat bisbol. Laga mereka kayak mau tawuran, dan aku tau, pasti mau tawuran! Bukan balok kayu, tapi tongkat bisbol! Haduh emang hebat dah anak-anak sekolah ini. Tawuran aja modalnya gede kayak gini.
"Nah akhirnya dah sampai tuh si Panji." Sayup-sayup aku mendengar suara Kang Ardi memanggil namaku. Oh itu dia. Dia sedang menghampiriku dengan senyum lebar khas miliknya. Haduh. Jangan baper! Tipeku yang kayak dia, bukan Revan. Serem, berwajah keras dan bermata tajam.
"Kang, katanya ada rapat ya?"
Dia mengangguk. "Iya nih, Ji. Lo ikutan ya?"
"Hah? Ogan ah, kalo Pak Bayu tahu, bisa digoreng hidup-hidup gue di rumah."
"Ayolah, Ji. Ya? Justru kalo lo ikut, kita ada tameng nih buat gak dikeluarin di sekolah."
Sial. Jadi itu alasannya aku wajib datang ke rapat ini. "Denger ya, Kang, meski gue tinggal serumah sama Pak Bayu, bukan berarti dia akan melindungi kalian. Bisa aja cuma gue aja. Atau, bahkan gue juga bakal dikeluarin dari sekolah."
"Ah, Ji, kita kan temen. Nanti kalo ada apa-apa, lo bujuk Pak Bayu ya? Dia kan guru paling disegani sama guru-guru bahkan TU di sini. Berkat dia, sekolah kita jadi makin terkenal akan prestasi non-akademiknya."
Wajah memelas Kang Ardi melumerkan hatiku. Sial. Bisa-bisanya aku nafsu di saat seperti ini. Padahal Mas Bayu lebih seksi. Untung nafsu sama cinta itu beda. Kalo nafsu kan sama semua cowok ganteng penisku bisa aja berdiri, tapi kalo sama Mas Bayu, itu lain. Ada rasa yang gak bisa kuungkap meski sebenernya rasa itu ada di dalam tubuhku. Entah di hati, atau jauh di dasar jiwa yang tak tertembus oleh penglihatan fisik.
"Oke."
Kang Ardi tersenyum lebar kemudian melingkarkan tangannya ke leherku. Kayaknya aku bakal jadi temen kesayangan dia deh mulai saat ini -_-. Mana bau keringatnya enak lagi.
"Siap berangkat, Kang?"
"Sama sekolah mana kita akan adu pedang?" tanyaku.
"SMA 1."
Sekolah yang sering memenangkan olimpiade itu? Masa sih di sana banyak anak nakal suka tawuran? Bukannya otak mereka itu encer-encer ya. Artinya, kalo otak mereka encer, pinter, cerdas, mereka bakal mikir kalo tawuran itu bukan tindakan terpuji.
"Tunggu," kataku sambil menahan bahu Kang Ardi supaya gak pergi. "Bukannya musuh kita ada di SMA 3 ya?" Sekolahku SMA 2. "Mereka kan yang sering bikin masalah?"
"Di SMA 1 ada siswi baru, dia yang bikin gara-gara sama sekolah kita. Lo gak tau ya kemarin si Randi digebukin sampe motornya rusak?" Bukannya Randi baik-baik aja ya? Seakan-akan mengerti dengan kebingunganku, Kang Randi bilang, "Punggungnya sama dadanya penuh lebam biru, Ji. Dia dikeroyok. Dan cuma bisa melindungi wajah sama kepala dia. Ditambah," katanya sambil menyesap rokok. "Dia ngancam gue di Facebook. Bilang anak sekolah kita semuanya banci, pengecut, tolol, gak punya otak."
Aku baru ngeh. "Anjir. Lo bilang siswi?"
"Ya, namanya Keke, napa emang?"
Satu nama itu membuat bulu kudukku meremang-remang. Gak mungkin kan Keke yang dimaksud itu adalah teman masa kecilku di panti asuhan yang galak itu plus jago berkelahi? Haha mana mungkin. Dia kan sekarang lagi di panti asuhan. Mu-mungkin.
"A-ada fotonya?" tanyaku gugup.
"Ada nih."
To be continued
Suport? Just vote this story !
Btw, sengaja alurnya dibikin gak terlalu cepat (adegan konflik Bayu sama Panji gak dibuat seawal mungkin) itu karena ... saya cuka cerita yang runtut sih. Gak ujug-ujug mereka saling jatuh cinta, ngesex. Saya pengen memperlihatkan kehidupan Panji di masa SMA nya, sama temen-temennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Seksi [MxM] [Re-make]
Romance[21+] Kisah Pak Bayu dan Panji :) Bab 58 ke atas saya ubah total. Jadi, kalian bisa baca ulang karena alurnya, konfliknya, semuanya bakal baru belum kalian baca.