14

28K 1.4K 101
                                    

Lama gak update kayaknya bang Juna. Hihihi, kalo lupa sama alur cerita ini, silakan baca 1 bab sebelumnya. Selamat membaca.

#Panji

Bang Farid menatapku murka. "Lo bolos sekolah, Ji."

Randi menatap bang Farid kebingungan. "Siapa dia, Ji? Seingat gue lo anak yatim, gak punya keluarga."

"Kamu ngapain hah gabung sama anak-anak bandel ini, Ji!?" bentak bang Farid. Aku terlonjak kaget. Kalo udah marah serem juga ternyata.

"Heh kamu teh saha!? Seenaknya bilang kita bandel. Sini kalo maneh berani lawan saya!" Kang Ardi nyolot sama Bang Farid. Aku mencoba menahannya namun dua detik berikutnya, mulutku, tidak tetapi mulut kami semua nganga ketika dengan gampangnya Bang Farid menepis pukulan kang Ardi lalu balik mengunci tubuhnya.

"Apa? Leher kamu mau saya patahin, hah?" Randi mencoba menolong kang Ardi. "Diam kamu! Atau saya patahin leher anak ini!"

Si Randi juga kayaknya takut sama bang Farid. Dia berbisik, "Ji, lo nemu di mana sih cowok barbar kayak gini? Serem gue liat matanya juga." Barbar? Memang bener, muka Bang Farid terlihat barbar, khas preman kampung gitu tapi sangat enak dilihat wajahnya.

"Di mall," sahutku. "Udah udah bang jangan salah paham dulu!"

"Salah paham apa!? Lo udah jelas-jelas gak masuk sekolah, Ji! Mau apa lo nanti hah!? Mau jadi laki-laki brengsek kayak gue!?" Eh Bang Farid malah ngatain dirinya sendiri. "Lo harusnya sekolah yang bener, yang rajin. Denger gak lo!?"

"Gue gak mabal. Gurunya sedang ada rapat makanya gue bisa berkeliaran di luar sekolah. Lo pernah sekolah kan? Guru rapat itu udah biasa, Bang. Udah itu lepasin kang Ardinya." Sebisa mungkin aku cari alasan untuk ngibulin Bang Farid. Deg-degan sebenernya, takut ketauan, terus akhirnya Bang Farid tambah marah.

Bang Farid mengangguk sambil melepaskan kang Ardi sambil tersenyum lebar. "Oh lagi rapat. Bilang dong kalian, saya jadi salah paham, kan. Hahahaha." Bang Farid melepaskan kunciannya sehingga Kang Ardi pun bisa bebas.

Kang Ardi menghampiriku sembari berbisik, "Gila, ketemu mall di mana maksudnya, Ji? Sumpah dia hebat banget berantemnya. Keliatan dari wajahnya juga. Kalo kita tawuran, nanti lo paksa Bang Farid supaya mau ikut ya? Nanti gue kasih lo baso tahu."

Aku mendengus. "Yang ada gue bakal dibunuh sama dia nanti di rumah. Udah jangan aneh-aneh, sekarang gimana nih? Jangan sampe Bang Farid takut kalo gue mabal sekolah."

"Sekarang gue mau mastiin, Ji. Gurunya sekarang rapat atau nggak. Gue ke sekolah dulu, ya."

Mataku melotot. Asu! Mati aku.

"Ja-jangan, Bang!"

Aku segera menahan tangannya. "Kenapa?"

"Udah di sini aja, makan siomay. Enak loh. Panji yang traktir."

Bang Farid menaikkan alisnya. "Siomay?"

"I-iya, Siomay terenak di kota Bandung. Mau?"

"Oke. Lo yang bayarin ya."

Kutatap Randi berang. Tatapan yang artinya, semua ini gara-gara lo! Tanggung jawab, Nyet! Sementara si Randi cuma cengengesan sambil mengedikkan bahu gak peduli.

Ternyata, baik Kang Ardi, si Randi, atau anak-anak lainnya ngobrol dengan Bang Farid, hanya dalam beberapa menit saja mereka langsung akrab. Kurasa memang pada dasarnya mereka sama-sama bandel, sama-sama dulunya sering cari gara-gara jadi langsung klop. Aku saja sampe kaget ketika melihat Kang Ardi tertawa terbahak-bahak mendengar banyolan Bang Farid. Sementara di sini, aku cuma bisa mingkem. Masih takut, euy. Takut Bang Farid nanya soal rapat itu pada Mas Bayu. Aku gak mau Mas Bayu kecewa. Argh, gimana ini?

Guru Seksi [MxM] [Re-make]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang